Siklus hidup Demokrat memang semakin menurun, seperti yang bisa dilihat pada perolehan suara mereka. Untuk itu the boss have to do something agar mereka bisa tetap eksis.
"Jargon prihatin" kemudian menjadi pilihan tepat dari strategi "manajemen konflik" untuk memberi kesegaran di tubuh Demokrat itu sendiri.
Penulis jadi teringat kepada seorang rekan yang bekerja sebagai manajer F&B di sebuah hotel menengah yang restorannya dulu itu terkenal karena masakannya sangat lezat.
Musim berganti waktupun berlalu. Hotel dan restoran bagus bertumbuh bak cendawan di musim hujan. Hotel menengah dengan restoran yang masakannya enak itupun kini dilupakan orang. Apalagi furnitur dan interior resto tersebut juga tidak pernah berubah setelah tiga dasawarsa berlalu!
Orang-orang kini hanya mau makan makanan enak di tempat yang enak dengan atmosfir yang enak pula. Kalau hanya sekedar makanan enak, orang lebih suka memesannya lewat jasa online.
Tradisi makan memakan memang sudah berubah. Sebelum makan, orang akan swafoto dulu, lalu hasilnya diunggah di sosmed, "lagi nganu di resto anu, makanannya anu banget lho!"
Karena restonya sudah lama sepi, maka manajer F&B hotel lawas tadi kemudian melakukan serangan ke resto yang lagi "nganu" tadi, dengan mengatakan kalau resep dan chef-nya telah dibajak.
Kebetulan chefitu sepuluh tahun yang lalu bekerja di hotel lawas tadi sebagai seorang dishwasher.
Pertikaian itu kemudian menjadi happening di sosmed, dan membuat netizen teringat kembali akan keberadaan resto dari hotel lawas tadi.
Kini restonya sudah mulai ramai lagi. Manajer F&B itu pun ditanya apa resepnya. Sambil meraih gitarnya, manajer F&B itu kemudian berkata, "selain menghidangkan makan lezat, kami juga menghadirkan memori bagi para tamu yang pernah singgah di sini. Terutama bagi pasangan yang menikmati makan malam dalam suasana romantis. Mungkin saja mereka akhirnya tidak jadian. Akan tetapi makan malam dengan mantan, apalagi mantan terindah tetaplah akan menjadi sesuatu..."
***