Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Zero Run Off ala Anies untuk Mengatasi Banjir Jakarta

24 Februari 2021   16:55 Diperbarui: 24 Februari 2021   17:30 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Jakarta, sumber : jawapos.com

Terbukti kemudian, sejak digagas empat tahun lalu, Anies belum juga mengeluarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Naturalisasi Sungai-sungai di DKI Jakarta. Kalau Juknis (Petunjuk Teknis) tidak ada, ya tentu saja pelaksanaanya tidak akan pernah ada. Memangnya sudah pernah ada orang yang melihat proyek naturalisasi sungai yang sudah selesai dikerjakan di Jakarta ini?

Padahal semua tukang insinyur pasti paham tentang konsep normalisasi saluran, yaitu suatu pekerjaan untuk "menormalkan kembali" fungsi dan kapasitas dari suatu saluran agar kembali seperti semula.

Sebab tak ada gading yang tak retak, tak ada pula gundul yang tak botak. Saluran/sungai itu pun sama seperti pembuluh darah yang lama kelamaan akan semakin menyempit akibat endapan lemak.

Di beberapa tempat kemudian terjadi emboli (penyumbatan) Ketika terjadi aktivitas berlebihan, maka terjadilah "stroke!" Akibatnya warga di sekitar kemudian terpaksa mengungsi ke rumah Pak RT atau ke masjid!

***

Beberapa hari lalu timbul secercah harapan. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berbicara soal penyebab dan solusi banjir di Jakarta. Anies membahas soal kiriman air sungai dari hulu, air dari laut dan hujan dengan intensitas tinggi di Jakarta. Solusinya, kata Anies, adalah zero run-off, ujar Anies dalam paparannya di acara FGD Mencari Solusi Penanganan Banjir di Jakarta, Jawa Barat dan Banten di gedung BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin 3 Februari 2020 lalu.

Konsep zero run-off bukanlah hal asing bagi penulis, karena dulu sering menerapkannya. konsep ini sangat cocok diterapkan di NTT, NTB dan daerah-daerah dengan curah hujan rendah lainnya.

Prinsip kerjanya, air hujan lewat talang ditampung ke dalam sebuah sumur resapan untuk dikembalikan lagi ke dalam tanah. Sebagian ditampung dalam reservoir sebagai air cadangan, sisanya direncanakan sekecil mungkin bahkan kalau boleh hingga nol persen untuk di alirkan ke parit pembuangan. Inilah yang disebut konsep zero run-off.

Jadi setelah bertahun-tahun berpolemik untuk mengenal seperti apakah mahluk bernama "naturalisasi" alias drainase vertikal itu, Pak Gubernur kemudian berhasil merangkumnya lewat sebuah konsep bernama zero run-off.

Namun bagi penulis dan ribuan tukang insinyur lainnya, zero run-off ini cuma bernama "sumur resapan" yang memang menjadi sebuah kewajiban ketika akan mendirikan sebuah bangunan.

Dalam artikel yang diposting penulis di Kompasiana pada Januari 2020 lalu, penulis juga sudah mengusulkan untuk membuat sumur resapan dari saluran air kotor (bekas air mandi dan cucian) untuk diresapkan kembali ke dalam tanah. Tentunya dengan membuat sedikit "treatment" sederhana, yakni penyaringan dengan kombinasi pasir, gravel dan ijuk di dalam bak penampungan tersebut, sebelum diresapkan kembali ke dalam tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun