Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Insiden Lonte Mengguncang Dunia Politik Indonesia

20 November 2020   19:40 Diperbarui: 20 November 2020   19:47 3264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BUKAN BATU BESAR YG MEMBUAT JATUH TAPI KERIKIL KECIL...

 

Sebuah ungkapan kekesalan Nikita Mirzani terhadap kerumunan massa penjemput HRS (Habib Rizieq Shihab) di sosmed kemudian berbuah petaka. Tiada disangka tiada diduga, orang yang disebut-sebut sebagai Ustad Maheer At-Thuwailibi itu kemudian terpancing dan kemudian membalas cuitan Nikita tersebut dengan ungkapan "lonte." Bukan itu saja, Maher kemudian mengancam akan mengerahkan 800 orang rekan-rekannya untuk menggeruduk Nikita di rumahnya sendiri.

Sejurus, tindakan Maher itu tampaknya akan efektif sebagai alat intimidasi bagi orang-orang atau pihak yang berseberangan dengan paham kelompoknya. Bagi orang "normal," yang sejak kecil diajarkan dengan konsep "sing waras ngalah," tentulah pernyataan Maher itu bisa dianggap sebagai pertanda agar tidak usah mencampuri urusan orang lain. Biasanya intimidasi seperti ini memang efektif. Ngemeng-ngemeng, lelaki macam apakah Maher ini sehingga memerlukan 800 orang lelaki lainnya lagi untuk "mengerjai" seorang Nikita

Akan tetapi lain padang lain belalangnya. Lain gamis lain pula belahannya. Kali ini Maher kena "bijinya." Nikita bukannya takut malah membuka biji eh aib Maher, yang katanya bernama Soni Eranata ini.

Kini situasinya berbalik. "Warga penakut yang tadinya waras," kemudian "berbuat gila" dengan memberikan perlawanan terhadap Maher & The Gang lewat sosok Nikita Mirzani. Sebagian warga bahkan berbuat lebih gila lagi dengan mendukung Nikita untuk Pilpres 2024! Lah, Prabowo dan Anies mau dikemanain ya? Akhirnya People's power pun terbentuk di sosmed.

Dukungan People's power terhadap Nikita, tentunya membuat Nikita semakin "mantap jiwa" untuk menghajar Maher dan kelompoknya. Nikita rencananya akan membawa persekusi Maher tadi ke ranah hukum. "Insiden lonte" tadi ternyata bukan hanya menyeret Maher saja. Sang Sultan, HRS juga "tergelincir oleh parfum" lonte karena terpancing melihat polisi yang berjaga di kediaman Nikita. Padahal HRS hadir dalam acara perhelatan Maulid Nabi. Seketika "kehabiban" HRS pun diragukan!

***

Aksi "trilogi teatrikal" HRS kemarin pastinya akan mengguncang iman warga kebanyakan hingga pejabat kelas abal-abal. Dimulai dari aksi penyambutan HRS di bandara, acara di Megamendung dan kemudian di Petamburan.

Pemerintah juga seperti tak berdaya menghadapi "The Fugitive Porn" ini ketika ia kembali ke tanah air. Walaupun jelas-jelas salah, tapi banyak media tidak berani mengecam kerumunan massa ini karena takut dipersekusi kelompok asoy geboy ini.

Bandul politik tanah air seketika bergoyang ke kanan. Anies dan Ridwan Kamil pun sontak mengubah haluan ke Petamburan. "Kaum rebahan" seketika bangkit dari pembaringan. Tak kurang beberapa oknum TNI pun kemudian tak malu melanggar Sapta Marga. BNPB bahkan menjelma "menjadi panitia" dengan membagikan 20.000 buah masker dan hand sanitizer kepada tamu Shohibul Hajat.

"Bouwheer proyek" juga bersukacita. Progres pekerjaan ternyata melampaui ekspektasi semula.

Bouwheer proyek? Yah tentu saja! Tanpa bantuan dari Bouwheer, apakah anda bisa mendatangkan puluhan ribu orang, termasuk untuk biaya logistik, transportasi dan pengamanannya?

Sebagian dari kerumunan warga itu berasal dari luar kota, bahkan datang dari pelosok desa di luar Jakarta. Bagaimana mungkin mereka bisa tiba di Bandara Soeta dengan cara mengabaikan aturan lalu-lintas, kalau sekiranya polantas di sepanjang perjalanan tidak memalingkan wajahnya dari mereka ini?

Kalau tidak percaya, coba misalnya anda naik motor dari Subang ke Cawang lewat tol Cikampek. Anda bisa selamat tiba di Cawang hanya jika semua polantas memalingkan wajah mereka dari motor anda.

Kalau kemudian Kapolda DKI Jakarta dan Jawa Barat lengser keprabon, tentulah salah satunya karena polantas di wilayah hukum mereka itu lebih memilih untuk memalingkan wajah mereka dari warga nakal yang mengabaikan aturan lalu-lintas tadi.

***

Akan tetapi waktu ternyata berlalu dengan cepatnya. Pesta sudah usai, dan kini waktunya untuk beres-beres termasuk mencuci piring kotor. Dua wilayah kepolisian (Jawa barat dan DKI Jakarta) kemudian masuk dressing room. Pejabat pemerintahan dari level RT, RW hingga gubernur pun kemudian dipanggil polisi (yang baru)

Anies kemudian dipanggil polisi terkait pelanggaran prokes di Petamburan. Sebelum mendatangi kantor polisi, Anies lewat Pemprov DKI Jakarta terlebih dahulu melayangkan denda sebesar Rp 50 juta kepada HRS sebagai langkah antisipasi. Padahal dulu itu Anies ngotot menginginkan lockdown (walaupun ternyata ia tak mampu) Sekarang Anies malah mengunjungi orang yang baru datang dari luar negeri, yang seharusnya melaksanakan protokol karantina mandiri sesuai dengan prokes.

Anies ini pun ternyata bukan seorang good friends. Mosok seorang sahabat sowan ke rumah sahabatnya yang baru pulang kampung, eh besoknya ia pura-pura tidak kenal, lalu menjatuhkan denda sebesar Rp 50 juta kepada sahabat seperjuangannya dulu itu. Sahabat macam apa itu? Apakah HRS akan sakit hati? Tentu saja tidak, sebab bukan ia juga yang akan membayar denda itu, wkwkwkwk...

Posisi Anies kini seperti telur di ujung tanduk. Inilah akibat bicara tidak sesuai dengan perbuatan.

Dari banyak hal konyol yang dilakukan Anies sebagai Ketua Satgas Covid DKI Jakarta (otomatis menjadi orang paling bertanggungjawab terhadap prokes di wilayah Jakarta) sowan ke rumah HRS dan kemudian menjatuhkan denda kepada orang yang dikunjunginya itu adalah kekonyolan terbesar abad ini dalam penanganan pandemi Covid-19!

Akan halnya Ridwan Kamil, melihat situasi politik terkini, apalagi kandidat saingan sudah terlebih dahulu sowan menghadap baginda, maka ia pun tak mau ketinggalan untuk memanfaatkan momen yang pasti instagramable itu. Alasannya pun keren, yaitu menjaga tali silaturahim bagi semua orang.

Sikapnya ini pun kemudian menuai kecaman. Walaupun RK belum sempat bertemu dengan HRS, tapi nasib RK ini sepertinya akan sebelas duabelas dengan Anies.

Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo juga menuai kecaman setelah membagikan 20.000 buah masker dan hand sanitizer kepada tamu HRS. Yang paling kecewa tentunya adalah para relawan yang bekerjasama dengan BNPB. 

Kebayang kan, itu relawan bekerja di lapangan untuk kemanusiaan tanpa digaji. Mereka ini kekurangan masker dan hand sanitizer untuk diberikan kepada warga miskin seperti pemulung dan gelandangan yang mengais rezeki di jalanan maupun tempat terbuka tanpa perlindungan itu.

Boro-boro membeli masker, face-shield dan hand sanitizer, bisa makan nasi dua kali sehari sajapun sudah merupakan kemewahan bagi para gelandangan yang tidur beratapkan langit itu.

Alasan Doni ketika membagikan masker itu adalah kemanusiaan. Apakah para pemulung dan gelandangan itu bukan manusia? Lah, itu orang datang ke pesta mau makan rendang atau gulai ayam enak, malah dikasih masker. Ini pemulung yang mendaur ulang sampah-sampah yang tidak bisa diuraikan alam, malah dibiarkan menjadi carrier Covid-19. Bijimana ini gan?

***

Kita semua tentunya sepakat bahwa aksi kerumunan massa kemarin itu adalah permainan politik. Ibarat bertempur, tentunya semua pihak yang terlibat (pro, kontra dan pemerintah) sudah punya strategi masing-masing untuk memainkan peranannya.

Namun tiada disangka tiada diduga, pertempuran bahkan peperangan ini harus segera usai hanya gara-gara sebuah kata saja, LONTE!

Sekiranya kata lonte tadi tidak terucap, maka besar kemungkinan kita masih akan bisa menikmati aksi kerumunan massa lainnya. Sejarah memang selalu berulang. Ibarat film bokep, bouwheer/produser, sutradara, skenario, dan pemerannya, orangnya masih itu-itu juga, dengan "erangan klimaksnya adalah Turunkan Jokowi."

Sedianya kerumunan massa 1011 kemarin adalah "remake" dari trilogi aksi berkode togel, 1410, 411 dan 212 tahun 2016 lalu. Apa lacur, gara-gara "lonte" rencana aksi 212 tahun 2020 pun urung dilaksanakan.

Mungkin terkesan gila, tapi dukungan netizen yang begitu besar kepada Nikita membuat pemerintah harus gercep alias gerak cepat. Bukan apa-apa, soalnya kali ini netizen bukan cuma mengecam kelompok HRS saja, tetapi juga pemerintah sendiri!

Mungkin inilah untuk pertama kalinya para cebongers atau jokowers mengecam Jokowi yang dianggap terlalu lemah dalam menindak sikap intoleransi dari kelompok tertentu!

Akhirnya Polri bertindak tegas (dan sudah seharusnya begitu, tanpa harus menunggu arahan dari pemerintah) bukan kepada kelompok tertentu, melainkan kepada "setiap orang/kelompok" yang melanggar peraturan/undang-undang.

Akan halnya Nikita, dalamnya laut bisa diduga tapi dalamnya hati Nikita siapa tahu? wkwkwk..

Nikita ini pun tak kurang pula sisi kontroversialnya. Apalagi ia tidak pernah pula berusaha untuk menyembunyikannya. Kini nama Nikita sedang naik daun dan pastinya akan mendatangkan banyak rezeki pula baginya. 

Everything happens for a reason. Penulis bukanlah penggemar atau pengagum Nikita, tapi penulis berharap yang terbaik baginya. Siapa tahu ia bisa menjadi presiden RI kelak. Nothing is impossible...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun