Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beda Prabowo dengan Gatot Nurmantyo

17 Oktober 2020   13:27 Diperbarui: 17 Oktober 2020   19:28 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deklarasi KAMI, sumber : https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2020/08/18/kami-2_169.jpeg?w=700&q=90

Kunjungan kerja Menhan Prabowo Subianto ke AS (Amerika Serikat) bulan Oktober ini kemudian menjadi perbincangan hangat netizen. Hal ini terkait dengan isu dicekalnya nama Prabowo selama ini untuk masuk ke AS terkait dengan pelanggaran HAM pada kasus penculikan mahasiswa di era 1996-1998 lalu.

Bagi Prabowo sendiri, kunjungan ke AS ini memiliki dua makna penting. Pertama tentunya sebagai perjalanan bisnis, dimana Indonesia saat ini membutuhkan persenjataan baru untuk modernisasi alutsista TNI. Kedua tentunya untuk persiapan 2024. Seperti kita ketahui, AS memegang peranan cukup penting terhadap isu pemilihan pemimpin di beberapa negara. Indonesia tentu termasuk di dalamnya. Kehadiran Prabowo di AS tentunya adalah sebuah restu dari Uncle Sam. Artinya dengan di chop-nya paspor Prabowo oleh imigrasi USA, maka Prabowo "semakin di depan" Gatot Nurmantio!

Bagi AS sendiri, kehadiran Prabowo ini tampak seperti cerita legend dalam Alkitab, yaitu "Kisah anak yang hilang." Di situ diceritakan the spoil boy menjual seluruh harta warisan dari ayahnya dan kemudian berfoya-foya dalam masa mudanya. Namun ia kemudian bangkrut dan jatuh miskin.

Putus asa dalam kelaparan dan keterpurukan, ia kemudian teringat akan home sweet home, dimana roti, susu, madu dan kebab melimpah ruah. Setelah menyanyikan lagu The Beatles, The Long and winding road, ia kemudian mengarahkan google map-nya ke daddy's home.

Nama Djojohadikusumo bukanlah sosok asing bagi Uncle Sam. Dulu mereka pernah berbisnis dalam tajuk PPRI untuk menggusur Soekarno. Mr Djojohadikusumo dengan home base Singapura, kemudian memasok senjata dan dana dari AS untuk Kol. Simbolon. Ia sekaligus juga menjual komoditas alam yang diseludupkan oleh Simbolon ke Singapura lewat pelabuhan tikus di Sumatera Utara.

Namun bisnis AS dengan keluarga Djojohadikusumo tidak berlangsung lama. Selat Malaka yang terlalu ramai, membuat yang gelap jadi remang, dan remang menjadi terang benderang. Ketika bisnis di lockdown. PRRI kemudian tercekik seperti motor kehilangan tangki bensin!

***

Lain padang lain belalangnya. Lain kendang lain pula bunyinya. Gatot bukanlah Prabowo, walaupun mereka ini sama-sama Jenderal. Kalau Prabowo bisa melenggang memasuki AS, sebaliknya Gatot pernah punya pengalaman buruk ketika ditolak masuk ke AS. Padahal Gatot tidak pernah terindikasi melakukan kejahatan HAM. Gatot sebelumnya juga beberapa kali berkunjung ke AS dan tidak pernah dicekal.

Sabtu 21 Oktober 2017, rombongan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo sudah berada di Bandara Soeta dan melakukan check-in ke maskapai penerbangan Emirates. Kapuspen (Kepala Pusat Penerangan) TNI, Mayjen Wuryanto menyatakan, sedianya Panglima TNI akan menghadiri Chief's of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization pada 23-24 Oktober di Washington DC, atas undangan dari Kastaf Gabungan AS, Jenderal Joseph F Dunford

Namun tak berapa lama kemudian pihak airliner itu menyampaikan kabar duka, US Custom and Border Protection melarang rombongan Panglima untuk memasuki wilayah AS. Padahal rombongan Panglima sudah mengantongi visa untuk hadir pada acara tersebut. Sebenarnya tidak jelas juga informasinya. Apakah Gatot saja yang dicekal, ataukah Gatot dengan seluruh rombongannya.

Sebenarnya peristiwa ini sedikit memalukan juga. Bersama rombongan padahal ikut Asintel (Asisten Intelijen) TNI dan Kepala Bagian Staf Intelijen. Informasi pencekalan ini sudah seharusnya diketahui oleh pihak intelijen TNI sebelumnya, agar Gatot tidak perlu datang ke Bandara Soeta untuk kemudian mempermalukan diri, dengan gagal berangkat ke Washington DC. Akhirnya rombongan terpaksa balik kanan gerak kembali ke "tanah air..."

Hingga tiga tahun berlalu, kasus pencekalan Gatot ini masih simpang siur kebenaran penyebabnya. Kedubes AS di Jakarta juga tutup mulut terkait insiden ini. Tapi yang jelas kasus ini telah membuat Kedubes AS di Jakarta kebakaran jenggot.

Opini liar kemudian berkembang terkait penyebab insiden ini. Ada yang mengatakan Gatot kualat karena sebelumnya memaksakan pemutaran film G30S di seluruh markas komando militer. Tentu saja hal ini tak ada hubungannya, apalagi komunis itu adalah musuh bebuyutan AS. Namun entahlah kalau AS itu memang benar-benar komunis. Soalnya maling sering teriak maling!

Dengan keterbatasan dan dalam sudut subjektivitas yang mungkin saja bias, penulis melihat ada kemungkinan kesalahan internal (teknis administrasi) yang menjadi penyebab pencekalan Gatot ini.

Sebagaimana kita ketahui, Pemerintah AS (lewat intelijen ataupun Defense and Security Agency) mempunyai dua pintu untuk mencekal orang-orang tertentu. Pertama lewat US Immigration dan kedua lewat US Custom and Border Protection yang keduanya saling terintegrasi.

Intelijen AS tentu saja mempunyai daftar dan rapor para petinggi militer diseluruh dunia ini. Nama Gatot tentu saja termasuk didalam log book intelijen AS tersebut. "Body languange" Gatot beberapa waktu terakhir memang cenderung "ke kanan." Perilakunya juga sulit ditebak terutama menjelang pensiunnya ketika itu. Lalu pihak intelijen Asia-Pasifik memberi catatan kecil pada nama Gatot yang memiliki tembusan juga ke kantor US Custom and Border Protection. Catatan ini seharusnya selalu di-update mengikuti situasi dan kondisi politik yang berlaku.

Padahal "body languange" Gatot ketika itu adalah sebagai langkah persiapan untuk menyambut Pilpres 2019. Maklumlah beberapa bulan lagi beliau ini akan pensiun, dan sepertinya sudah siap menjadi Cawapres 2019. Karena gelagatnya tidak ada undangan dari petahana, maka yang bersangkutan kemudian mengubah haluan menjadi "anti PKI dan anti asing-aseng!"

Tak lama kemudian Jenderal Joseph F Dunford yang juga Kastaf gabungan AS itu mengundang Gatot untuk datang menghadiri Chief's of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization di Washinton DC. Seharusnya undangan tersebut pasti akan ditembuskan juga kesemua pihak-pihak terkait, termasuk juga ke kantor US Immigration dan US Custom and Border Protection.

Nah disinilah "kecelakaan" itu terjadi. US Custom and Border Protection lupa melakukan "clear" pada catatan Gatot tersebut. Padahal Imigrasi AS sendiri telah mengeluarkan visa untuk rombongan Gatot. Artinya di US Immigration, catatan Gatot tersebut sudah clear sehingga rombongan Gatot bebas memasuki wilayah hukum AS. Ataupun jangan-jangan, US Custom and Border Protection selama ini tidak pernah menembuskan catatan Gatot tersebut kepada US Immigration. Itulah sebabnya Imigrasi AS kemudian mengeluarkan visa untuk rombongan Gatot.

Kemenlu Indonesia kemudian mempertanyakan pencekalan ini kepada Kedubes AS di Jakarta. Pihak Kedubes kemudian gelagapan menyikapi persoalan ini. Di satu sisi Imigrasi mengeluarkan visa yang artinya Gatot tidak termasuk dalam daftar black list dan clear untuk memasuki halaman negara AS. Namun di sisi lain, US Custom and Border Protection mengeluarkan semacam "red notice di Interpol", yang mencegah seseorang ketika akan masuk ke negara AS. Dalam hal ini, hebatnya lagi, justru pihak maskapai Emirates sendiri yang memberitahukannya kepada Gatot, hahahaha...

Tak berapa lama kemudian Kedubes AS di Jakarta memberikan keterangan bahwa persoalan pencekalan Gatot ini sudah clear. Gatot dipersilahkan kembali untuk berkunjung ke AS. Namun Gatot tampaknya tidak tertarik lagi mengikuti Chief's of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization yang berlangsung di AS.

***

Bagi penulis sendiri, ada dua hal yang menjadi catatan penting terkait peristiwa ini.

Pertama, kacaunya integrasi antar departemen ternyata bukan hanya milik Indonesia saja, tetapi juga milik negara adikuasa seperti Amerika Serikat. Memang terlihat konyol koordinasi antar kantor Kastaf Gabungan AS, Imigrasi dan US Custom and Border Protection ini. Gatot adalah tamu undangan dari Kastaf Gabungan AS, lalu imigrasi mengeluarkan visa kunjungan. Namun ternyata beliau ini sudah dicekal "satpam AS" sejak masih di bandara di negaranya sendiri!

Kedua, ini seharusnya bisa menjadi catatan bagi Gatot dalam berpolitik. Musibah memang tidak tahu kapan datangnya, tetapi setidaknya bisa diantisipasi dengan pola pikir yang terukur.

penulis kemudian menghubungkan semua "catatan kontroversial" sang jenderal yang berujung kontarproduktif karena "salah mengukur."

Pemutaran film G3oS diseluruh komando militer justru membuat dirinya menjadi bahan tertawaan. Film G3oS garapan Arifin C Noer itu adalah film fiksi, bukan film dokumenter yang mendokumentasikan kejadian secara akurat sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Kasus penyeludupan 5000 pucuk senjata api dengan mencatut nama presiden Joko Widodo yang dilontarkan Gatot tiga tahun lalu itu kemudian membuat Indonesia gempar. Ternyata BIN (Badan Intelijen Negara) memesan 517 pucuk senjata "Non Spesifikasi Militer" dari PT Pindad (PT Persero Perindustrian Angkatan Darat) untuk keperluan latihan personil bagi sekolah intelijen BIN. Pembelian senjata tersebut juga bersumber dari APBN! Jadi senjata BIN tersebut bukanlah senjata seludupan dari luar negeri, dan jumlahnya juga bukan 5.000 pucuk!

Teranyar, Gatot ikut dengan rombongan KAMI. Awalnya aksi KAMI ini mendapat perhatian lumayan besar dari masyarakat, sampai kemudian berujung celaka. Rupanya beberapa pentolan KAMI terlibat kegiatan asusila eh melanggar hukum, dan langsung dicokok aparat keamanan.

Gatot yang tadinya bersuara kencang menentang UU Ciptaker, kemudian balik kanan gerak menjelaskan kalau UU Ciptaker ini memang sudah lama menjadi cita-cita Jokowi, dengan tujuan mempermudah investor berinvestasi di Indonesia. Pada akhirnya investasi akan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Pikir itu pelita hati. Terlalu banyak mikir bisa makan hati. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Kalau tak bisa berenang, jangan coba-coba untuk menyeberangi sungai.

Daripada capek mikirin politik lebih baik kita joged saja jenderal. Akang kendang...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun