Hingga tiga tahun berlalu, kasus pencekalan Gatot ini masih simpang siur kebenaran penyebabnya. Kedubes AS di Jakarta juga tutup mulut terkait insiden ini. Tapi yang jelas kasus ini telah membuat Kedubes AS di Jakarta kebakaran jenggot.
Opini liar kemudian berkembang terkait penyebab insiden ini. Ada yang mengatakan Gatot kualat karena sebelumnya memaksakan pemutaran film G30S di seluruh markas komando militer. Tentu saja hal ini tak ada hubungannya, apalagi komunis itu adalah musuh bebuyutan AS. Namun entahlah kalau AS itu memang benar-benar komunis. Soalnya maling sering teriak maling!
Dengan keterbatasan dan dalam sudut subjektivitas yang mungkin saja bias, penulis melihat ada kemungkinan kesalahan internal (teknis administrasi) yang menjadi penyebab pencekalan Gatot ini.
Sebagaimana kita ketahui, Pemerintah AS (lewat intelijen ataupun Defense and Security Agency) mempunyai dua pintu untuk mencekal orang-orang tertentu. Pertama lewat US Immigration dan kedua lewat US Custom and Border Protection yang keduanya saling terintegrasi.
Intelijen AS tentu saja mempunyai daftar dan rapor para petinggi militer diseluruh dunia ini. Nama Gatot tentu saja termasuk didalam log book intelijen AS tersebut. "Body languange" Gatot beberapa waktu terakhir memang cenderung "ke kanan." Perilakunya juga sulit ditebak terutama menjelang pensiunnya ketika itu. Lalu pihak intelijen Asia-Pasifik memberi catatan kecil pada nama Gatot yang memiliki tembusan juga ke kantor US Custom and Border Protection. Catatan ini seharusnya selalu di-update mengikuti situasi dan kondisi politik yang berlaku.
Padahal "body languange" Gatot ketika itu adalah sebagai langkah persiapan untuk menyambut Pilpres 2019. Maklumlah beberapa bulan lagi beliau ini akan pensiun, dan sepertinya sudah siap menjadi Cawapres 2019. Karena gelagatnya tidak ada undangan dari petahana, maka yang bersangkutan kemudian mengubah haluan menjadi "anti PKI dan anti asing-aseng!"
Tak lama kemudian Jenderal Joseph F Dunford yang juga Kastaf gabungan AS itu mengundang Gatot untuk datang menghadiri Chief's of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization di Washinton DC. Seharusnya undangan tersebut pasti akan ditembuskan juga kesemua pihak-pihak terkait, termasuk juga ke kantor US Immigration dan US Custom and Border Protection.
Nah disinilah "kecelakaan" itu terjadi. US Custom and Border Protection lupa melakukan "clear" pada catatan Gatot tersebut. Padahal Imigrasi AS sendiri telah mengeluarkan visa untuk rombongan Gatot. Artinya di US Immigration, catatan Gatot tersebut sudah clear sehingga rombongan Gatot bebas memasuki wilayah hukum AS. Ataupun jangan-jangan, US Custom and Border Protection selama ini tidak pernah menembuskan catatan Gatot tersebut kepada US Immigration. Itulah sebabnya Imigrasi AS kemudian mengeluarkan visa untuk rombongan Gatot.
Kemenlu Indonesia kemudian mempertanyakan pencekalan ini kepada Kedubes AS di Jakarta. Pihak Kedubes kemudian gelagapan menyikapi persoalan ini. Di satu sisi Imigrasi mengeluarkan visa yang artinya Gatot tidak termasuk dalam daftar black list dan clear untuk memasuki halaman negara AS. Namun di sisi lain, US Custom and Border Protection mengeluarkan semacam "red notice di Interpol", yang mencegah seseorang ketika akan masuk ke negara AS. Dalam hal ini, hebatnya lagi, justru pihak maskapai Emirates sendiri yang memberitahukannya kepada Gatot, hahahaha...
Tak berapa lama kemudian Kedubes AS di Jakarta memberikan keterangan bahwa persoalan pencekalan Gatot ini sudah clear. Gatot dipersilahkan kembali untuk berkunjung ke AS. Namun Gatot tampaknya tidak tertarik lagi mengikuti Chief's of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization yang berlangsung di AS.
***