Kalau mahasiswa seluruh Indonesia keroyokan membahas UUCK ini, maka akan kelar dalam setengah hari saja. Itu sudah termasuk perumusan, catatan-catatan penting dan solusi sebagai alternatif jawaban terhadap keberatan-keberatan mahasiswa atas pasal-pasal yang digugat dalam UUCK tersebut.
Katanya orang pinter, jangan cuma ngomong doang ini salah itu salah. Kalau salah, salahnya dimana dan apa dampaknya terhadap bidang lain secara terukur. Setelah itu kasih masukan juga dong apa yang benar dan bagaimana cara yang benar untuk mengimplementasikannya. Kalau begini caranya kan asik. Ini namanya pakai otak bukan otot!
Apalagi ini terkait pandemi Covid-19 dimana berlaku keharusan memakai masker, rajin membersihkan diri dan melakukan social distancing. Ingat, kita ini sudah dikucilkan oleh puluhan negara karena melalaikan protokol Kesehatan. Setelah aksi demo penolakan UUCK kemarin, maka seluruh dunia kini akan memperolok-olokkan Indonesia.
Penulis bukannya alergi dengan aksi menyampaikan pendapat karena hal ini memang dilindungi undang-undang. Penulis juga berpendapat kalau rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu/seseorang itu adalah hak azasi setiap manusia.
Namun perlu juga diperhatikan agar rasa suka/tidak suka atau aksi menyampaikan pendapat itu tidak bertentangan dengan hak azasi orang lain, kepentingan umum maupun undang-undang/peraturan yang berlaku.
***
Pendemo (bayaran) keberatan dengan sistim outsourcing (kontrak kerja temporer) yang dianggap merugikan buruh. Padahal mereka ini sendiri adalah "buruh demo" yang dibayar dengan satuan jam kerja, berdasarkan kontrak pekerjaan harian. Tentunya plus kaos dan nasi bungkus.
Jadi kalau peruntukan demo tiga hari, maka mereka dikontrak tiga hari pula. Setelah itu mereka kembali ke habitat semula.
Yah tak mungkinlah buruh (harian) demo ditawari menjadi karyawan tetap. Emangnya mau demo dimana tiap hari? Apa kuat setiap hari teriak-teriak, lalu dilempari gas air mata atau water canon polisi?
Lagipula mana ada yang mau mengaku sebagi majikan mereka ini. Majikan demo itu sama seperti penadah yang menampung hasil kejahatan para maling.