Aku melirik arloji di tangan, jam 19.30 tepat waktu Indonesia Bagian Barat. Setelah melalui sedikit perjuangan untuk mencari tempat parkir, kami akhirnya tiba juga dengan selamat di gedung ini.
Miranda terlihat anggun dalam balutan gaun hitam. Kulitnya yang putih mulus kontras sekali dengan warga gaun itu. Warna kulit yang putih memang memudahkan orang untuk memilih busana yang akan dipakai, karena selalunya akan match di kulit.
Miranda adalah pacar tercantik dari pacar-pacarku sebelumnya. Ups, harus diralat nih. Sebenarnya kami belum jadian, jadi belum boleh disebut pacar. Ia masih gebetan. Ibarat kata orang, kentut sajapun masih harus ditahan dulu. Takut kalau bau dan suaranya tidak sesuai dengan ekspektasi.
Soal pacar-pacar ini juga harus diklarifikasi lagi, karena terkesan kalau aku ini seorang playboy. Padahal sebenarnya tidak begitu.
Rupanya aku ini hanyalah tempat persinggahan sementara saja. Masa pacaranku juga biasanya tak lama, berkisar enam bulan saja. Beberapa gadis yang diputus kekasihnya ketika sedang sayang-sayangnya, entah mengapa kemudian berhasil menemukanku. Kami lalu berpacaran. Tak sampai enam bulan kemudian mereka ini akhirnya menyadari kalau telah melakukan kesalahan. Aku pun diputus pas lagi sayang-sayangnya. Biasanya para gadis ini sudah berhasil pula menemukan PIL (Pria Idaman lain)
Kata perpisahan yang diucapkan kepadaku selalunya begini, "Pram, kamu itu terlalu baik buat aku. Kita tidak cocok. Nanti kamu bakalan susah dan sedih kalau dengan aku. kita putus aja ya? Lihatlah taburan bintang di atas langit sana, sedemikian jugalah banyaknya wanita di dunia ini. Kamu pasti gak akan susah mencari yang pas buat kamu. Kamu jangan galau ya, nanti aku sedih..."
Biasanya aku akan mengangguk lemah. Aku teringat akan perkataan simbok di kampung, lelaki itu gak boleh cengeng, gak boleh nangis dan harus tabah menderita...
Miranda ini memang cantik sekali. Wajahnya mirip dengan Kajol, bintang film India dalam film Kuch Kuch Hota Hai itu. Wajahkupun ternyata sebelas dua belas pula dengan Sah Ruk Khan, alamak! Nanti kalau kami sudah resmi jadian, aku berencana akan duet menyanyikan lagu Kuch Kuch Hota Hai bersama Miranda. Tentunya pasti takkan lupa dengan adegan berlari sambil ngumpet di balik pohon jengkol. "Tum Paas Aaye, Yoon Muskuraaye..." Aduh pasti asik sekali. Pembaca jangan pada ngiri ya...
"Pram gedungnya yang mana nih, A atau B?" tanya Miranda kepadaku. "A" jawabku sekenanya. Aku sebelumnya memang belum pernah kemari. Baru tahu kalau gedung pertemuan ini punya dua ruangan resepsi. Ah, lelaki manapun pasti akan gagal fokus kalau berjalan berdampingan dengan wanita secantik Miranda. Ah, betapa beruntungnya aku ini.
Setelah mengisi buku tamu dan mendapat sebuah mug dengan inisial B&S, kami segera menghampiri pondok tempat makanan. Makanannya sendiri lumayan enak, membuat kami harus segera mencari tempat duduk karena kekenyangan. Miranda sendiri tampaknya senang dan menikmati suasana resepsi. Apalagi ia bertemu dengan beberapa rekannya. Biduanita yang menyanyi itu juga ternyata adalah teman Miranda juga.
Setengah jam berlalu sampai aku kemudian menyadari kalau ada yang salah. Aku menatap pengantin wanita yang juga adalah mantanku dulu. Itu Santi bukan Susan! Yang mengundangku itu adalah Susan dengan suaminya Rully. Berarti aku salah masuk gedung, harusnya gedung B bukan A.
Ternyata Santi ini juga menikah dengan Boyke, dan resepsinya di gedung A, tempat aku duduk sekarang. Masalahnya Santi tidak mengundangku dan aku juga takkan mau datang kalau diundangnya!
Jadi begini ceritanya bro dan sis. Santi adalah kekecualian diantara semua mantan-mantanku dulu. Biasanya ketika diputus mantan, aku akan berkurung di kamar selama tiga hari tiga malam. Menangis sesunggukan dan tidak mau makan nasi. Biasanya pesan pizza atau kwetiau goreng telur saja lewat abang gofood. Nah, Santi ini termasuk kategori psikopat binti tegaan yang justru putus dengannya menjadi berkah bagiku.
Aku pacaran dengan Santi ketika berkuliah. Waktu itu sedang susun skripsi. Ternyata dosen pembimbingku itu adalah om alias adik bapaknya Santi. Asistennya juga adalah sepupu Santi. Cilakanya, nanti dosen pengujinya adalah bapaknya Santi juga, sedangkan dosen penguji lainnya adalah abang ipar santi pula. Singkat cerita, Santi kemudian berbuat semena-mena kepadaku, apalagi aku sebenarnya tidak pernah suka kepadanya.
Selain pemalas, Santi ini makannya banyak pula! Ini namanya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Namun beberapa teman kuliahku yang sedang menyusun skripsi bersikeras untuk mendukung hubunganku dengan santi. Wajar, sebab kalau aku putus dengan Santi, nasib mereka akan menjadi, sudah jatuh tertimpa plafon dan genteng pula!
"Yuk nyalamin pengantin yuk, udah malem" kata Miranda sambil menepuk pundak, membuyarkan lamunanku. Ayuk kataku gelagapan sambil berdiri di depan Miranda. Kamipun segera mengantri untuk menyalami kedua pengantin dan keluarganya.
Persisi di depanku berdiri ada dua orang ibu muda. Ibu yang paling depan menggendong seorang bayi, sedangkan yang berdiri di belakangnya menggendong seorang balita sambil menuntun seorang anak kecil.
Ternyata bro and sis, ini bukanlah pernikahan pertama bagi Boyke. Sepertinya Santi bukanlah yang pertama dan terakhir pula. Boyke sebelumnya sudah pernah "setidaknya" dua kali menikah. Dan ternyata bro and sis kedua ibu muda di depanku itu adalah mantan istri Boyke, tepatnya istri pertama dan istri kedua Boyke! Sama sepertiku, rupanya kedua ibu muda ini bukanlah orang yang diharapkan datang, alias tamu yang tak diundang! Kami ini seperti jelangkung, datang tidak dijemput pulang tak dihantar...
Tak lama kemudian drama dimulai. Bukan drama biasa bro and sis, karena ini berpadunya drakor (drama Korea) drarinda (drama dari India) dan drakulo (drama Kulonprogo, kampungnya simbok) dalam satu panggung pelaminan!
Betapa terkejutnya Boyke ketika tiba-tiba mantan istri keduanya berlari memeluknya sambil berkata dengan kencang, "Ini anakmu mas." Di depan mata kepalaku sendiri aku melihat ibu muda ini mencubit paha bayinya yang sedang tidur itu. Seketika bayi itu menjerit keras. "Ini ayahmu nak" kata ibunya sambil menangis penuh haru...
Hadirin dan hadirat yang dimuliakanpun kemudian geger. Sebagian bahkan tak kuasa menahan tawanya, tapi tidak denganku. Aku ini lelaki perasa, akupun sedih melihat pemandangan di depan mataku ini. Untunglah aku membawa sapu tangan. Aku kemudian menyeka ujung mulutku. Sepertinya masih ada sisa kuah gulai kakap tadi tertinggal disana.
Setelah sesi drakor berlalu, kini hadir drarinda. Kalau istri kedua tadi meluk dulu baru nangis, maka istri pertama ini dari jauh nangis dulu, muter-muter baru kemudian memeluk! Hal ini mengingatkanku pada film Kuch Kuch Hota Hai, dimana Sah Ruk Khan ketika itu ngumpet dulu di balik pohon jengkol, baru kemudian berlari sambil bernyanyi, "Tum Paas Aaye, Yoon Muskuraaye..." lalu kemudian memeluk Kajol...
Setelah acara tangis-tangisan selesai, maka kini masuk sesi foto bersama pengantin. Namun kali ini ada nuansa berbeda. Pengantin pria berdiri di tengah, diapit kedua mantan istri. Istri pertama di sebelah kanan, istri kedua di sebelah kiri. Kedua mantan istri itu memandang pengantin pria dengan tatapan penuh arti. Apa artinya akupun tak tahu. Mungkin hanya tuhan dan kedua wanita itu saja yang tahu, sedangkan pengantin pria tampaknya tak mau tahu. Sementara itu pengantin wanita berdiri menjauh seorang diri.
Drakor dan drarinda berlalu, kini hadir drakulo! Kalau tadinya kedua mantan istri berlari meluk pengantin pria, maka kini pengantin wanita yang berlari untuk memelukku! Sambil menangis Santi kemudian berkata, "Aduh Pram kamu koq belum move-on sih, kamu jangan mikirin aku terus dong, aku jadi sedih lihat kamu kayak gini. Kamu makin kurusan aja ya..."
Aku hanya bisa bengong mendengar mulut santi yang tak henti berkicau. Aku makin kurusan? Beratku sendiri sudah naik sepuluh kilo sejak berpisah dengan Santi lima tahun lalu!
Sepuluh menit berlalu ketika Santi kemudian melepaskan pelukannya dari tubuhku. "Apa yang masih kau ingat dariku Pram?" bisik Santi mesra ke telingaku. "Ketiakmu bau pete, nafasmu bau jengkol" kataku ketus. Seketika ia menjauh dariku. Aku sebenarnya ingin mengenalkan Miranda kepadanya. Apalagi Miranda jauh lebih cantik dan lebih wangi darinya. Namun Miranda tidak kelihatan. "Apakah ia ke toilet?" bisikku dalam hati.
Sebuah notifikasi di hape kemudian meng-ambyarkanku. "Jangan pernah coba-coba menghubungiku, lewat WA, fb, Instagram, darat, laut, udara, kepolisian atau apapun. Jangan pernah datang ke rumahku. Kalaupun nanti kita ketemuan di jalan, pastikan untuk menjaga jarak. Jangan juga kamu bersiul di depanku. Awas kamu nanti aku polisikan! ttd. Miranda.
Aduh ambyar tenan rek! Aku segera berlalu tanpa menghiraukan panggilan MC untuk sesi berfoto bersama kedua penganten. Pokoke aku moh!
Sejenak aku menghentikan langkah ketika melewati gedung B, tempatku seharusnya berada yaitu resepsi Susan dan Rully. Namun aku tak berani masuk. Aku sudah ketimpa musibah di Gedung A. Takut sudah jatuh ketimpa tangga pula. Entah apa pula yang menantiku di Gedung B.
Sayup-sayup aku mendengar biduan itu berteriak. "Tarik seeeeessss...Semongkooooooo..." Lalu musik dangdutpun bergoyang dan semua orang berjoged. Â Akupun ikut berjoged. Mau sedih ataupun senang, yo wes dijogetin aja mas.
"Tarik seeeeessss...Semongkooooooo..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H