Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wawancara Imajiner dengan Najwa Shihab dan Kakek Sugiono

8 Oktober 2020   17:36 Diperbarui: 8 Oktober 2020   18:37 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kakek Sugiono, sumber: https://foto.wartaekonomi.co.id/

Di sudut gang yang gelap itu tiba-tiba tiga lelaki kekar dengan pisau terhunus menghadangku. "Pilih Najwa atau Kakek Sugiono?" Aku hanya bisa pasrah sambil berkata pelan, "Najwa." Mereka kemudian menggerayangi saku jaket. Setelah mendapatkan sebuah DVD JAV bajakan berjudul Petualangan Kakek Sugiono, mereka kemudian pergi sambil berbisik pelan, "kimochii... arigato gozaimashita"

Pekan lalu ada dua isu yang sangat menarik hati penulis. Yang pertama adalah wawancara kursi kosong Najwa Shihab dengan Menkes Terawan, sedangkan yang kedua adalah disebut-sebutnya nama Kakek Sugiono dalam kasus internal para petinggi LSM MUI.

Tadinya Najwa berencana mengundang Menkes Terawan untuk mengisi acara Mata Najwa. Menkes Terawan yang berhalangan kemudian mengutus salah seorang Dirjen untuk mewakilinya dalam sesi wawancara tersebut. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Rupanya nama besar seorang Dirjen belum layak tayang sebagai tamu undangan dalam acara Najwa Shihab tersebut. Sang Dirjen kemudian pulang dengan tangan hampa. Sebagai gantinya Najwa kemudian mewawancarai kursi kosong yang sedianya akan menjadi tempat duduk Menkes Terawan.

Masyarakat kemudian gempar dengan wawancara tak lazim tersebut. Seperti kentut, ada yang berbau maupun tidak, warga juga terbelah dengan dua pendapat yang berbeda pula. Ada yang pro dan ada pula yang kontra.

Yang pro menganggap bahwa wawancara tersebut adalah bagian dari kebebasan pers/berpendapat yang sah-sah saja dilakukan, apalagi isi acara tersebut terkait dengan pandemi Covid-19 dimana Terawan sendiri menjabat sebagai Menteri Kesehatan.

Sebaliknya yang kontra menganggap wawancara dengan kursi kosong itu adalah sampah dan keterlaluan, menyangkut etika dan kepatutan. Wawancara adalah acara tanya jawab antara jurnalis dengan nara sumber sesuai dengan kesepakatan/aturan yang sudah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

Apakah kedua belah pihak telah bersepakat? Tentu saja tidak! Artinya kalau kedua belah pihak belum bersepakat, maka wawancara tersebut manalah mungkin terjadi.

Nah, untuk lebih memahami masalah ini secara dekat dan transparan, penulis kemudian mengundang kedua tokoh tersebut di atas untuk diwawancarai. Najwa secara tegas kemudian menolak hadir dalam sesi wawancara ini karena kesibukan dan juga alasan pandemi Covid-19. Namun sebaliknya Kakek Sugiono sangat antusias untuk hadir, mengingat ia rupanya sangat populer di Indonesia. Penggemarnya memang beragam. Mulai dari anak SMP hingga nona-nona lanjut usia. Dari yang kafir hingga kaum beragama.

Namun Pemerintah Jepang rupanya telah mengeluarkan traveling warning bagi warganya yang akan bepergian ke Indonesia. Apalagi Kakek Sugiono ini termasuk tua-tua keladi, semakin tua semakin menjadi. Jadi ia memang termasuk aset nasional yang harus dilindungi. Akhirnya Kakek Sugiono urung hadir secara fisik dalam acara wawancara yang diadakan penulis tersebut.

Bagi penulis sendiri, kedua sosok tokoh ini memang cukup fenomenal karena mereka ini terkenal suka "menelanjangi" tamunya tanpa malu dan ragu!

Beberapa kali penulis menonton acara Mata Najwa, dan terkesima ketika melihat Najwa sebagai host tanpa ragu "menelanjangi" nara sumbernya seperti Setnov, Ahok dan beberapa tokoh penting lainnya itu. Kalau tak punya ilmu berkelit, wah bisa-bisa habis itu tamunya dikerjai oleh Najwa.

Ada dua senjata Najwa yang membuat tamunya kemudian terperangkap masuk dalam jebakan batmannya itu. Yang pertama sosoknya sebagai seorang wanita, biasanya membuat para lelaki terlena. Menurut Kakek Sugiono, ini memang kelemahan khas lelaki. Bukan di ranjang, tetapi di kursi ketika berbincang. Umumnya di ranjang lelaki akan siaga satu, sedangkan ketika di kursi mereka sering kehilangan kewaspadaannya.  Akibatnya besaran gaji, tunjangan, uang lembur, bonus bahkan selingkuhanpun bisa bocor ke telinga orang yang tak berhak untuk mendengarnya.

Yang kedua budaya Timuran yang merasa tidak akan mungkin host akan menjebak tamunya sendiri secara kejam begitu. Namun mereka keliru. Ibarat makan fried chicken, host seperti Najwa tidak akan puas hanya memakan dagingnya saja. Ia takkan berhenti sebelum memakan habis sumsum dalam tulang ayam tersebut.

Untuk mempersingkat waktu, penulis kemudian segera melakukan wawancara imajiner terhadap Najwa Shihab dan kakek Sugiono. Tentunya dengan kursi kosong karena sayangnya, kedua tokoh tersebut tidak bisa hadir dengan alasan berbeda.

Penulis (P) : Anda berdua adalah tokoh fenomenal. Apa yang kalian rasakan ketika berhasil "menelanjangi" partner kalian?

Kakek Sugiono (KS) : Saya ini seorang profesional, dan tugas saya memang menelanjangi patner saya. Memang terkadang sutradara menginginkan sedikit improvisasi, saya yang ditelanjangi sedangkan partner saya tidak. Tapi bagi saya tidak masalah apakah setengah telanjang atau full telanjang, ini cuma pekerjaan saja.  Jadi tidak ada perasaan spesial ketika menelanjangi atapun ditelanjangi.

Najwa Shihab (NS) : Sama seperti Kakek Sugiono...

P : Maksudnya ada suka telanjang seperti Kakek Sugiono?

NS : "Waduh, anda jangan langsung main potong aja ya. Wah anda ini sepertinya terpengaruh dengan gaya saya ketika wawancara ya, hahaha...wkwkwk" (Najwa tertawa sambil menutup mulutnya) "Maksudnya, saya ini juga seorang profesional yang bekerja dengan standar jurnalisme yang berlaku."

P : "Sstt.. ada wartawan senior yang ngomong kalau anda itu ternyata bukan seorang jurnalis. Soalnya nama anda kan tidak terdaftar, jadi kita gak usah bawa-bawa standar jurnalisme ya" kata penulis sambil berbisik pelan ke telinga NS.

NS : "HGF (Hemang Gue Fikirin) lihat saja itu koran kuning, koran abal-abal, tabloid mesum atau bahkan sosmed buzzer yang menjual hoax dan sensasi. Yang nulis juga sebagiannya adalah wartawan terdaftar juga kan? Lihat saja tipi sebelah, jualannya sensasi juga kan? Itu wartawan senior lagi! Apakah sudah sesuai dengan standar jurnalistik? Memang sih kesannya both side covered (berimbang) karena nara sumbernya dari dua pihak berbeda, akan tetapi kualitas nara sumbernya kan jomblang, hahaha. Jadi host-nya kan buat framing juga, hahaha..."

P : "Come on Nana, kita bicara tentang kamu, bukan orang lain..."

NS : "Wah saya jadi lupa nih, apa tadi pertanyaannya..."

P : "Soal telanjang tadi Nana...apa yang kamu rasakan..."

NS : "Wah sebenarnya pertanyaan ini cocoknya ditanya kepada pemirsa saja. Misalnya dalam kasus pak Setnov dulu di penjara Sukamiskin. Waktu diwawancarai di lapas, ruang selnya terlihat sederhana dan kecil. Eh, ternyata setelah kita periksa kemudian, ternyata ruang sel beliau itu sangat mewah sekali, hahaha. Jadi yang suka melihat orang telanjang itu sebenarnya adalah pemirsa. Kita hanya memfasilitasi acaranya saja, hahaha..."

P : "Come on Nana, kita bicara tentang kamu, bukan pemirsa. Lagipula, kalau semua permirsa ditanyain, sampai Lebaran Kudapun tidak akan selesai-selesai. Apalagi mereka kan punya orientasi seksual yang beragam. Pertanyaannya, apa yang kamu rasakan ketika berhasil "menelanjangi" tamu tersebut. Misalnya seperti, ah kamu ketahuan, atau hey kamu terciduk, seperti begitu..."

NS : "Yang pasti ada perasaan puas. good job! karena kalau tidak berhasil menelanjangi tamu, pasti pemirsa akan kecewa, dan acaranya menjadi garing."

KS : "Sependapat madam. Tujuan acara itu adalah mencari kepuasan semua pihak. Saya sendiri punya motto, anda puas kami bangga. Anda kurang puas beritahu sutradara, hehehe.."

P : "Wow hebat sekali motto anda itu Sugiono-san. ngemeng-ngemeng, apakah pernah ada yang kurang puas? Apakah anda, penonton atau patner anda misalnya?

KS : "Tidak ada gading yang tak retak, tidak ada pula gundul yang tak botak! Namanya juga kakek-kakek, saya ini sering gagal fokus dan kehilangan konsentrasi. Mungkin faktor usia ya. Ada saja yang mengganggu walaupun kelihatannya sepele. Misalnya sinar lampu sorot yang menyilaukan mata. Pernah juga bulu mata palsu patner saya mengenai mata, membuat saya kelilipan. Jadi terkadang ada beberapa adegan yang harus diulang kembali, yang tentunya membuat kita kesal.

NS : "Terkadang tim kreatif kurang fokus ataupun tidak mengenal betul karakter tamu yang akan diwawancarai, sehingga pertanyaannya kurang tajam dan acaranya menjadi ambyar. Ataupun juga tamunya itu pinter berkelit. Para pengacara biasanya punya ilmu belut kecebur di oli bekas. Kalau tidak waspada, bisa-bisa kita yang akan mereka telanjangi, hahaha"

P : "Wow luar biasa sekali pengalaman anda berdua. Kita rehat sejenak. Setelah commercial brake kita akan kembali lagi. Eh tapi bisa jadi kita tidak akan pernah kembali lagi, sekiranya acara kita ini nantinya dihapus ngadimin ataupun dipolisikan seseorang, ataupun kalau rating acara ini jelek.

Sebab ketika kita berbicara soal media, maka kita berbicara soal rating. Kalau rating acara ini bagus, maka kita berdiskusi lagi dengan isu-isu yang lebih menggelinjang...ok?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun