"Ride slow and enjoy the scenery -- ride fast and join the scenery"Â (Douglas Horton)
MotoGP zaman now memang kagak ada matinye. Lima seri balapan telah berlalu penuh dramog (drama MotoGP) melebihi drakor, karena plot-nya yang tiada disangka tiada diduga.
Akhir bulan lalu dalam pagelaran MotoGP Styria yang kembali berlangsung di sirkuit Spielberg, seorang dokter gigi kemudian unjuk gigi dihadapan para pebalap tersohor untuk keluar sebagai juara baru. Dokter gigi tersebut tercatat sebagai dokter gigi paling gokil sejagad, yang kemudian memecahkan beberapa rekor balapan MotoGP.
Juara baru itu kemudian diketahui bernama Miguel Oliveira, yang ternyata telah memutus dominasi Ducati selama ini di sirkuit Spielberg. Pebalap Portugal ini kemudian membawa tim satelit KTM, Red Bull KTM Tech3 untuk pertama kalinya menjadi juara di sirkuit Spielberg Austria dan di balapan primer MotoGP.Â
Sebelumnya seorang pebalap Afrika Selatan, Brad Binder, juga membawa KTM lewat Red Bull KTM Factory Racing menjadi juara di sirkuit Brno, Republik Ceska 2020 dan di balapan primer MotoGP untuk pertama kalinya pula.Â
Kebahagiaan KTM semakin lengkap setelah berhasil menempatkan empat pebalapnya di sepuluh besar pebalap tercepat MotoGP Styria!
Memang hasil tidak akan mengkhianati usaha. Kerja keras tim KTM selama ini lewat mantan pebalap Honda, Dani Pedrosa, dengan target "mengasapi" Honda telah berhasil.Â
Bayangkan saja setelah lima seri balapan berlangsung, Repsol Honda Team yang diawaki oleh duo Marquez bersaudara cuma bisa mendulang 15 poin saja, sedangkan tim satelit KTM, Red Bull KTM Tech3 berhasil mendulang 56 poin!Â
Kini Dani Pedrosa bisa tertawa bahagia. Pencapaian KTM ini jelas menunjukan seperti apa kualitas dari seorang super test rider sejati. Honda jelas kecolongan kehilangan sosok seperti Dani Pedrosa.
Herve Poncharal, bos Red Bull KTM Tech3 pun tak kuasa menahan rasa harunya. Dua dekade bertarung di kelas primer sebagai tim satelit, Tech3 akhirnya bisa juga meraih trofi podium satu.Â
Tentunya hal ini tak lepas dari dukungan sponsor Red Bull dan juga dukungan "full throttle" dari pabrikan KTM. Bersama KTM, Tech3 memperoleh dukungan penuh hampir setara tim pabrikan KTM sendiri. Bahkan pebalap sekelas Iker Lecuona pun memperoleh motor baru.
Padahal ketika bersama Honda, Suzuki dan Yamaha, Tech3 selalu diberi mesin lawas dengan spek downgrade. Ibarat makan nasi bungkus demo, Tech3 selalu kebagian nasbung karet ijo atawa teri pake jengkol. Sementara itu tim pabrikan mendapat nasbung karet merah alias Nasi Padang pake ayam goreng plus rendang sapi.
***
Tanpa Marc "MM 93" Honda ternyata tak berdaya, ibarat tubuh tanpa tulang dan otot. Honda bawaannya mager dan pengen rebahan saja. Alex Marquez, Cal Crutchlow dan Stefan Bradl yang menggantikan Marc, tampak seperti tidak nyaman duduk di atas jok Honda. Ketiganya bahkan selalu berada di belakang pebalap lainnya.
Hanya Takaaki Nakagami yang cemerlang. Di Styria Nakagami start dari grid depan di belakang pole sitter, Pol Espargaro. Selepas start, trio Mir, Miller, dan Nakagami bersaing ketat di depan meninggalkan para lawannya jauh dibelakang, hingga tragedi red flag membuyarkan semuanya.Â
Ketika balapan di restart, Nakagami kemudian kehilangan ritme balapannya dan langsung keteteran hingga finish di posisi ketujuh. Ada apa dengan Honda? Padahal selama ini mereka begitu digdaya. Jawabannya karena pengembangan Honda hanya terfokus kepada selera Marc Marquez saja.
Terkait "penampilan aneh" Nakagami, usut punya usut, ternyata Nakagami memakai motor lawas RC213V spek 2019, sementara semua pebalap Honda lainnya memakai RC213V spek 2020! Anjrit! Tampaknya Honda anyar lebih lebay daripada Honda lawas! Eits, tunggu dulu.Â
Itu hanya berlaku bagi pebalap lain, dan tidak berlaku bagi Marc! Hal itu terlihat jelas pada GP Spanyol di Jerez lalu. Dimulai saat Marc melebar sehingga turun ke posisi 17, namun setelah itu Marc mampu mencapai posisi tiga hanya dalam beberapa lap saja!
Bagi yang menonton pertunjukan Marc di sirkuit Jerez tersebut pasti akan sepakat kalau kelas Marc memang berbeda dengan pebalap-pebalap lainnya. Bayangkan betapa mudahnya Marc menyalip Rossi, Dovizioso, Oliveira, Pol Espargaro, dan Jack Miller "dalam sekali pukul."Â
Namun pebalap hebat tanpa motor hebat tak ada gunanya. Dalam kapasitas penulis yang terbatas, penulis merasa kalau kondisi Honda sekarang mirip-mirip dengan kondisi Ducati bersama Casey Stoner satu dekade lalu.
Kala itu Ducati Desmosedici sangat cepat dan bertenaga di trek lurus, tetapi liar dan sangat sulit dikendalikan di tikungan. Hanya Stoner seorang yang mampu mengendalikannya. RC213V 2020 juga sama seperti Desmosedici, cepat dan bertenaga di trek lurus, tetapi kini justru semakin liar dan sangat sulit dikendalikan di tikungan.
Cal Crutchlow bukanlah pebalap kaleng-kaleng. Ia sudah pernah bergabung dengan banyak tim dan pernah juga juara beberapa seri bersama Honda. RC213V spek 2016 adalah motor Honda terbaik baginya.Â
Namun anehnya, semakin lama ia memeluk Honda, justru semakin asing pula ia dengan motor tersebut. Terasa dekat di mata tapi jauh di hati. Akankah mereka bercerai?
***
Entah apa yang dipikiran Lin Jarvis saat ini. Mungkin ia berharap agar balapan MotoGP 2020 disudahi saja. Dengan demikian Yamaha akan keluar sebagai kampiun untuk kategori Pebalap, Konstruktor, dan Tim. Apalagi kedua tim, Petronas Yamaha SRT, dan Monster Energy Yamaha MotoGP berada pada posisi satu dan dua.Â
Dua seri balapan awal sangat menjanjikan. Apalagi kala seri MotoGP Andalucia, Yamaha memborong habis semua podium yang ada. Namun semuanya berubah sejak seri ketiga di Brno. Karakter trek Brno dan Spielberg sepertinya tidak cocok dengan Yamaha, walaupun Morbidelli masih bisa meraup podium dua di Brno.
Namun setelah itu prestasi Yamaha anjlok total! Rem ditengarai menjadi penyebabnya, terutama terkait kejadian yang menimpa Vinales pada MotoGP Styria kemarin. Namun Brembo sebagai penyuplai sistem rem tunggal bagi semua tim kemudian memberi penjelasan.
Brembo menyediakan beberapa tipe sistem pengereman (brake pad, caliper dan disc brake) yang sama bagi semua tim. Apa yang terjadi pada Vinales semata karena kesalahan tim Yamaha memilih tipe sistem pengereman yang pas bagi riding style Vinales sendiri.
Timbul pertanyaan, mengapa motor paling lambat di Spielberg (Yamaha) mengalami kerusakan rem, sedangkan motor cepat seperti Ducati, KTM dan Honda tidak mengalaminya?
Secara umum ini memang terkait karakter mesin V4 Ducati, KTM, dan Honda yang lebih responsif daripada mesin I4 segaris Yamaha. Untuk mengakalinya, pebalap Yamaha cenderung memanfaatkan slipstream di belakang pebalap lain, dan melakukan hard brake pada titik pengereman menjelang tikungan. Inilah yang membuat rem Yamaha lebih cepat panas dibanding rem motor lainnya.
Pada kasus tabrakan antara Zarco dan Morbidelli pada MotoGP Austria lalu, Zarco kemudian dinyatakan bersalah karena berpindah jalur sehingga ditabrak Morbidelli yang berada di belakangnya. Penulis setuju Zarco dihukum karena berpindah jalur secara tiba-tiba.
Namun penulis punya pandangan tersendiri terkait hal ini. Sebelumnya, Zarco (Esponsorama Racing, bermesin Ducati) berusaha mendahului Morbidelli (Yamaha) di T3 (tikungan ketiga, Remus) tapi Zarco melebar, dan berada di sisi kiri Morbidelli.
Di straight selepas T3 tadi, Zarco (tetap di sebelah kiri) langsung gas poll hingga melewati Morbidelli.
Namun ketika menuju T4, Rauch, Zarco kemudian berpindah ke jalur kanan untuk mendapatkan racingline yang pas bagi karakter mesinnya di tikungan tersebut. Torsi besar di tikungan "tusuk konde" tentu tak baik bagi Ducati. Zarco tentu saja tidak ingin melebar lagi seperti di T3 sebelumnya.
Lain sungai Bangko lain pula sungai Deli. Lain Zarco lain pula Morbidelli. Karakter mesin Ducati tak sama dengan Yamaha. Titik pengereman Morbidelli lebih dekat ke T4 karena ia justru ingin memanfaatkan torsi mesin untuk melibas tikungan. Apalagi setelah T4, jalannya menanjak hingga T6 Pirelli. Tanpa bantuan torsi tadi, Yamaha akan "ngeden" di tanjakan.
Ketika dua kepentingan yang bertolak belakang berada dalam satu garis lurus, apakah yang akan terjadi? Motor Morbidelli kemudian menghajar telak motor Zarko, membuat motor itu berlari sendirian menuju Valentino Rossi...
***
Tadinya penulis berharap banyak kepada SUZUKI GSX-RR lewat duo Rins dan Mir yang sebetulnya sangat menjanjikan. Dalam pandangan penulis (yang terbatas) ada dua hal yang membuat Suzuki belum dapat menapak ke papan atas.Â
Pertama tentu saja konsistensi. Baik Rins dan Mir, masing-masing sudah dua kali crash secara sia-sia.Â
Padahal kalau tidak crash, Mir selalu berada di lima besar pebalap. Artinya pebalap harus sadar kalau "remah-remah" poin yang mereka pungut dari setiap seri balapan pada akhirnya akan menjadi "bukit poin" yang sangat berguna bagi tim Suzuki, agar mereka bisa berada diatas tim lainnya.
Yang kedua adalah strategi balapan termasuk manajemen ban. Sejak dulu gaya balap Mir dan Rins selalu gas pol sejak awal untuk kemudian mengendur di sepertiga akhir balapan sebab ban aus.
Ini berbalikan dengan gaya Vinales yang cenderung bermain sabar di awal balapan ketika bensin masih full tank. Ini berguna agar ban tidak cepat aus. Ketika bensin tinggal sedikit menjelang akhir balapan, barulah Vinales gaspol memaksa grip ban hingga batas maksimalnya.
Dua kali kejadian red flag di Austria tidak diantisipasi Mir dengan baik. Pada balapan terakhir, Mir tidak punya ban depan fresh lagi di restart race karena semua ban baru sudah dipakainya sejak sesi latihan bebas.Â
Sebaliknya Miller sudah mengantisipasi dengan langsung memakai ban soft-soft, karena sisa balapan setelah restart akan tampak bagai balapan time attack. Demikian pula halnya dengan Pol Espargaro. Itulah sebabnya sejak awal balapan restart, Pol dan Miller sudah langsung ngebut di depan.
Mudah-mudahan di Misano (San Marino) esok, Suzuki sudah mengantisipasi hal ini.
Ada yang mengatakan kalau Dovizioso bersama Ducati melempem. Apalagi Dovi hanya mampu duduk di posisi lima. Benarkah demikian? Tentu saja tidak kalau kita perhatikan data telemetri.
Ketika Dovi menjadi juara di GP Austria, best lap-nya adalah 1:24,332 sedangkan Miller 1:24,368. Kala membalap di tempat yang sama dengan tajuk GP Styria minggu depannya, best lap Dovi adalah 1:24,036. Artinya Dovi kini semakin cepat 0, 296 detik, tapi hanya mampu meraih posisi lima!
Miller yang juga mengendarai Ducati mampu menajamkan waktunya ke 1:23,928 detik! Sedangkan sang juara, Miguel Oliveira membuat catatan 1:23,920 alias berjarak 0, 008 detik saja dari Miller. Anjay!
Bayangkan saja kalau ketemu cewe cakep lalu mata berkedip. Itu kira-kira memakan waktu 0,5 detik. Kalau cewenya cakep dengan penampilan seronok, mungkin tanpa sengaja mata berkedip dua kali dengan waktu lebih cepat, berkisar 0,4 detik.Â
Lah kalau 0,008 detik itu kayak apa ya kata yang tepat untuk mendeskripsikannya. Yang pasti MotoGP kian cepat dan kian gokil!
Misano adalah kandang Yamaha dan hanya Marc Marquez yang sering mencuri kemenangan di sini. Tanpa Marc, maka Vinales dan Quartararo bersaing ketat untuk keluar sebagai pemenang.
Tapi masih ada trio KTM Pol, Binder, dan Oliveira yang siap memberi kejutan. Jangan kesampingkan juga duo Ducati, Dovi dan Miller. Kalau tidak sial karena crash dan pintar merawat ban, duo Suzuki, Mir dan Rins juga punya peluang besar di sirkuit yang cocok betul dengan karakter mesin mereka itu.
Siapakah yang akan keluar menjadi juara? Penulis sendiri berharap kepada Valentino Rossi. Siapa tahu ada restart lagi, dan Rossi bisa menangguk di air keruh seperti Oliveira kemarin itu. Mungkin lewat keunggulan setengah kedipan mata...
Salam MotoGP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H