Dihadapan penghulu eh polisi, sosialita ini kemudian mengakui semua perbuatannya itu. Uang hasil kejahatan tersebut dipakai untuk membeli mobil-mobil mewah, jalan-jalan ke Maldives dan tempat eksotik lainnya, oplas (operasi plastik) sana-sini-situ dan juga berfoya-foya bersama para brondongnya.
Atas dasar pengakuan tersebut, polisi kemudian gercep (gerak cepat) untuk meminta keterangan dari para brondong sosialita tersebut.
Dihadapan pak camat eh pak polisi, para brondong ini mengaku tidak tahu menahu kalau sosialita tersebut adalah seorang penjahat. Selain itu mereka juga bersumpah sama sekali tidak terlibat dengan aksi-aksi kejahatannya.
Seorang tekab dengan baret berwarna coklat kemudian bertanya kepada mereka, apakah mereka pernah mengelus-elus atau mengemut jempol kaki sisosialita tersebut.
Sambil tersipu malu, mereka kompakan mengangguk pelan. Rupanya para brondong ini termasuk  Kelompencapol, Kelompok penggemar dan pecinta jempol. Kelompencapol ini selintas memang mirip dengan Kelompencapir era Suharto dulu.
Kelompencapir singkatan dari Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa, adalah kegiatan pertemuan petani dan nelayan Indonesia dengan Presiden Suharto. Sementara Kelompencapol lebih tertarik untuk mengamati jempol bahenol.
Nah, atas dasar pengakuan tersebut polisi kemudian menyeret mereka ke muka hakim dengan tuduhan "turut serta menikmati hasil kejahatan!"
Singkat cerita, sosialita tadi rupanya terlahir dengan jempol kaki tertukar. Jempol kanan nemplok di kaki kiri sedangkan jempol kiri nemplok di kaki kanan. Setelah dioplas, jempol itu kemudian bertukar tempat dan terlihat semakin cakep berkat sebuat tato mungil bergambar Popeye the sailor man.
Nah ternyata uang buat oplas dan tato itu berasal dari uang nasabah yang dimalingin sisosialita tadi!
Sambil menangis tersedu-sedu para brondong itu memohon, "pak kami jangan diseret ke muka hakim, kami masih bisa jalan sendiri koq..."
***