“Adalah sangat mudah bagi seseorang untuk menemukan kesalahan orang lain. Akan tetapi sangatlah sukar bagi orang tersebut untuk mau memperbaiki kesalahan tadi.”
Sial betul nasib Menteri “Gojek” Nadiem Makarim. Sudah jatuh ketimpa tangga pula. Itulah sebutan yang pas bagi suratan tangannya. Masih mending kalau tangganya itu berbahan alumunium. Selain ringan, alumunium itu masih bisa dijual ke “Madura” atau dijual di “OLX.” Nah ini bahan tangganya sendiri dari kayu palet yang penuh paku. Selain menderita lahir batin, korban harus segera disuntik serum ATS supaya tidak tetanusan oleh spora bakteri clostridium tetani.
Waduh serem banget! Apa sih penyebabnya sampai nasib orang “humble” ini begitu menderita.
Nah jadi ceritanya begini bro dan sis.
Cerita ini bermula dari program POP (Program Organisasi Penggerak) yang digagas Nadiem dengan melibatkan pihak ketiga/swasta untuk meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar.
Selama ini program pelatihan guru (negeri) selalu dilakukan lewat diklat-diklat yang diselenggarakan sendiri oleh Kemendikbud. Sedangkan pihak swasta biasanya juga punya program sendiri untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya.
Nah, Namanya swasta, tentunya mereka ini mempunyai latar belakang dan misi yang berbeda-beda pula. Beberapa sekolah seperti sekolah Katolik misalnya, sejak dulu sudah mempunyai standar kompetensi yang tinggi, setara dengan sekolah negara maju. Namun lebih banyak pula sekolah swasta dengan status terdaftar atau sekedar mendapat “rida” dari sang Khalik, mutunya sangat amburadul.
Selain sekolah/perguruan, ada juga beberapa lembaga nirlaba dari perusahaan besar yang turut serta dalam program Pendidikan ini. Misalnya Sampoerna Foundation dan Djarum Foundation yang banyak memberikan beasiswa bagi siswa-siswa yang berprestasi dari keluarga kurang mampu. Selain itu mereka juga menyelenggarakan lokakarya bagi guru-guru. Diluar bidang Pendidikan, Djarum Foundation sendiri banyak terlibat dalam bidang olahraga yang mengharumkan nama Indonesia.
Kegaduhan ini bermula ketika Muhammadiyah, NU, dan kemudian PGRI menyatakan mundur dari POP.
Wakil Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Kasiyarno, menyebut tiga hal yang membuat Muhammadiyah mundur dari POP Kemendikbud. Pertama, Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud,” kata Kasiyarno seperti dikutip dalam siaran pers PP Muhammadiyah, Rabu (22/7/2020).