Lalu, bagaimana pula dengan kasus penganiayaan yang menyeret NB saat menjadi Kasat Reskrim di Polres Bengkulu 2004 lalu. Padahal Ketua PN Bengkulu sudah mengeluarkan SK hakim yang menangani perkara dan mengeluarkan jadwal sidang.
Karena ditekan, Jaksa kemudian menarik kembali berkas NB tersebut dan menghentikan penuntutan. Korban kemudian melakukan Praperadilan dan memenangkan Praperadilan tersebut. Namun sampai kini kasus ini tidak pernah disidangkan.
Hukum memang tajam ke bawah tapi tumpul kepada aparat penegak hukum sendiri!
Kini seorang Novel Baswedan berteriak kepada presiden agar prihatin dan mengintervensi proses hukum yang sedang dijalaninya.
Terhadap kasus hukum yang dilakukannya di Bengkulu dulu, Novel Baswedan malah kabur dan bersembunyi di balik ketiak KPK. Dia menuduh itu adalah rekayasa. Tak lupa dia menyertakan pernyataan dari Komisi Ombudsman yang menyatakan bahwa kasus di Bengkulu itu adalah rekayasa.
Memang sebelumnya, pada tahun 2112 lalu Novel Baswedan lolos dari lubang jarum setelah presiden SBY mengintervensi kasusnya. Malahan jenderalnya yang kemudia masuk bui.
Dan kini NB mencoba peruntungannya sekali lagi agar Presiden Jokowi mengintervensi kasusnya ini.
Terkait opini Komisi Ombudsman ini memang menarik sekali. Tentunya para pembayar pajak tertarik untuk melihat kinerja komisi ini, apakah sudah sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai operasional mereka ini.
Di manakah tempat menguji produk hukum? Pastinya di pengadilan, bukan di koran apalagi di medsos!
Ombudsman berada di belakang Novel Baswedan, lalu mengapa ia takut menjalani persidangan kasusnya sendiri?
Kalau ia benar, tentunya ia tak perlu takut karena ia pasti akan memenangkan kasus tersebut. Apalagi jaksanya takut kepadanya. Tapi kalau ia kalah, ia pasti akan dihukum.