Apalagi untuk kasus-kasus tingkat tinggi berbau politis ataupun intrik dan konspirasi yang bahkan bisa melibatkan sipelakunya sendiri.
Adagium hukum lainnya berkata, "Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah."
Mengapa begitu?
Sebab orang jahat akan tetap melakukan kejahatannya. Sijahat sudah diberi kesempatan, tetapi dia tetap melakukan kejahatannya lagi. Dalam sebuah OTT, ia lalu di dor! Hasta la vista baby. Adios amigos... Dalam bahasa Orba, disebut juga dengan istilah di-petruskan.
Mungkin itu bagus juga untuk mengurangi subsidi BPJS, Â BLT ataupun Pelatihan Pra Kerja Jokowi.
***
Sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya kita mengapresiasi dan mendukung kinerja para aparat negara, termasuk kasus yang menimpa Novel Baswedan ini.
Akan tetapi kita tidak boleh gelap mata dan "berpikir dengan hati kita," sebab apa yang terlihat, sering kali tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, apalagi bagi yang penglihatannya sudah berkurang, dan kehilangan cermin dalam hatinya.
Kembali ke mens rea tadi, orang berdiri, duduk, nungging atau jongkok tentu ada motivasinya. Ketika orang duduk, lalu mengangkat sedikit dari salah satu kakinya, tentu punya maksud dan tujuan tertentu pula.
Entah kenapa pula, Novel Baswedan ini selalu mengkait-kaitkan kasusnya ini dengan presiden Joko Widodo. Buset juga ini orang! Untung tak banyak polisi yang berbuat begitu. Bagaimana pula kalau jenderal-jenderal yang disebut-sebut NB itu melakukan hal yang sama.
Bagaimana pula dengan polisi-polisi yang kehilangan kaki atau anggota badan karena terkena bom panci teroris di pos jaga, lalu berkata, "Pak Presiden, apakah bapak tidak prihatin saya kehilangan kaki yang ada tato Vanessa Angel-nya?"