Loh nama KPK koq tidak disebut lagi? Nah, rupanya NB yang menjadi bos "wadah Pegawai" KPK ini sudah temenan dengan Saut Situmorang cs (Komisioner KPK)
Cerita soal ini akan dibuat terpisah...
Presiden Jokowi yang marah kemudian memberi tenggat waktu untuk menuntaskan persoalan NB. Sebelum tenggat waktu berakhir, secara "tanpa sengaja" ketemulah dengan kedua terdakwa ini. "Kebetulan" keduanya adalah anggota Brimob yang sudah barang tentu fisik dan mentalnya lebih kuat untuk "menjaga konsistensi" cerita mereka dari awal hingga akhir persidangan.
Kini Polisi terbebas dari jeratan Pakde, dan bola panas NB pun beralih ke Kejaksaan. Pokok e tersangkanya sudah ada titik.
Kini Kejaksaan yang ketiban sial. "Kentutnya ada, berbau tapi tak berwujud!" JPU pun jadi halu, kemudian secara "tidak sengaja" memberi tuntutan satu tahun.
Bos Kejaksaan pun bertepuk tangan melihat "keluguan" anak buahnya itu. Bola panas NB sudah beralih ke Kehakiman. Masa bodoh, tugas sudah dilaksanakan. Terdakwa sudah dituntut. Kini terserah hakim apakah tuntutan tersebut dikabulkan, didiskon, ditambahi atau malah dibebaskan, itu urusan hakim sendiri!
***
Lalu bagaimana opini penulis sendiri terhadap kasus ini?
Penulis percaya bahwa kasus ini awalnya adalah kriminal murni, walaupun pada akhirnya melebar hingga ke "Monas" dan Pilpres 2019 lalu. Artinya kasus kriminal NB ini kemudian menjadi tempat tumpangan kepentingan politik dan kepentingan banyak pihak.
Dari banyak motif dan pihak yang bisa dihubungkan dengan kasus ini, penulis lebih tertarik menghubungkannya dengan kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu dulu. Tentu dengan prinsip azas praduga tak bersalah.
Mengapa penulis tidak menghubungkannya dengan Jenderal (Ada tiga kasus Jenderal yang ditangani NB) seperti yang diteriakkan NB.