Yang keempat adalah kaum agama (Islam). kaum terpelajar umumnya bersikap kooperatif karena lebih mementingkan diplomasi. Sebagian lagi, terutama pendukung "Piagam Djakarta" cenderung nonkooperatif dan militan karena tidak suka kepada penjajah kafir dan kaum Nasionalis!
Jadi ketika itu ada empat kekuatan yang saling sikut, bersaing ketat untuk merebut kemerdekaan dari penjajah. Akan tetapi kaum Nasionalis kemudian menjadi yang terdepan karena kekuatan diplomasi dan kesiapan SDM untuk memimpin negeri yang baru.
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Pemuda Nasionalis lalu menculik Soekarno dan Hatta untuk kemudian memproklamirkan kemerdekaan RI lewat tangan kaum Nasionalis!
Kaum Islam, PKI dan TNI-AD hanya bisa mengurut dada karena mati gaya. Mereka "katjep" (kalah tjepat) dari kaum Nasionalis. Lagipula siapa yang menyangka kalau Amerika Serikat ternyata punya bom atom, lalu menjatuhkannya di Nagasaki dan Hiroshima. Tentara Jepun kemudian bertekuk lutut. Dan tiba-tiba saja Indonesia sudah merdeka oleh kaum Nasionalis!
Dan sejak kemerdekaan itu, kaum Islam, PKI dan TNI-AD sesungguhnya tidak pernah menaruh hormat kepada Soekarno dan kaum Nasionalis yang dianggap "lemah jiwa" karena mau berkompromi dengan Belanda/Sekutu.
Kaum Nasionalis itu pun ibarat parpol pada era reformasi sekarang ini. Banyak namun terpecah-pecah dan sulit bersatu karena konflik kepentingan. Akibatnya pemerintahan (Kabinet Parlementer) pun jatuh bangun silih berganti karena mosi tidak percaya di Parlemen.
Kaum Islam, PKI dan TNI-AD kemudian terpecah dua. Yang radikal (Nonkooperatif) kemudian memanggul senjata dan samurai di daerah untuk memisahkan diri dari RI. Sedangkan yang moderat mencoba mengatur siasat untuk meraup suara di Parlemen agar bisa berkuasa, salah satunya dengan jalan menjatuhkan Pemerintahan Sipil kaum Nasionalis yang lemah dan arogan.
Kini perang saudara pun sudah dimulai untuk menggantikan perang melawan kolonialisme asing. Musuh sesungguhnya tidak jelas lagi dan tersembunyi dalam berbagai intrik. Semua pihak saling mencurigai, ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa terbakar tanpa terkendali.
Lucunya semua dari unsur kekuatan itu tetap mencatut nama Soekarno sendiri sebagai Kepala Negara.Walaupun untuk sementara tentunya. Bisa dimaklumi sebab nama Soekarno masih sangat kuat sebagai simbol pemersatu rakyat.
Soekarno kini sadar bahwa mengisi kemerdekaan itu jauh lebih sulit daripada merebutnya! Para elit saling tikam berebut pengaruh sementara rakyat tetap menderita dalam kemiskinan.
Indonesia negara miskin, wilayahnya begitu luas, multi etnik, beragam agama/kepercayaan dan kini terancam separatisme akibat dari perbedaan pandangan politik dan kepentingan kelompok.