Widya kini menyesal karena selama ini kurang memberi perhatian kepada suaminya.
Ia masih ingat betul keinginan "terakhir suaminya." Ketika itu suaminya mengajaknya liburan berdua ke "Negeri leluhur", tetapi ia malah marah-marah dan mengatakan pemborosan!
Mereka pun akhirnya pergi ke Bandung mengunjungi anaknya, padahal suaminya pengen melihat Tembok China!Â
Apalagi suaminya memang belum pernah kemana-mana. Suaminya itu bahkan belum pernah punya paspor! Kini air-matanya bercucuran lagi mengingat kebaikan "lelaki-bodoh" itu.
Widya benar-benar merasa kesepian, tak berdaya dan tidak mempunyai siapa-siapa. Ia ternyata sebatang kara dan tak ada seorangpun yang bersedia menemani dan menghiburnya. Seketika Widya membenci suaminya! "lelaki-bodoh" itulah yang membuat ia merasa tidak perlu orang lain, karena "lelaki-bodoh" itu selalu ada untuk mengurus semuanya!
Widya kemudian meraih hape-nya. Ia ingin berbicara dengan anaknya. Tetapi ia kemudian mengurungkannya. Ia mau "ngomong" apa? Ia tak lazim ngobrol dengan anaknya, kecuali ketika ingin memarahi mereka!
Biasanya kalau nelfon anak-anak, isinya cuma perintah. "lu harus gini..lu harus gitu.. lu kagak boleh gini..lu kagak boleh gitu.."
Ia baru nyadar, kalau orang menerima telfon darinya, pasti sudah stres duluan!
Widya kini menangis lagi, "Gue harus apa ya.." katanya kesal! Mau nelfon seseorang, ia tidak punya teman! Yang sering ditelfonnya cuma toko, gudang atau tagihan barang!
Widya kini semakin kesal, tapi ia harus ngobrol dengan seseorang untuk menghilangkannya!
Widya akhirnya menelfon "Informasi satu kosong delapan," PLN, Samsat, rumah-sakit, mall dan hotel-hotel!