Desain underpass Kemayoran ini memang mirip benar dengan desain "underpass Gurun Sahara" yang tidak pernah tersentuh hujan itu..."
Artinya underpass Kemayoran ini memang melawan "sunnatullah" karena perencananya hakul yakin kalau air dari jalan (tempat tinggi) pasti tidak akan turun ke lantai underpass (tempat rendah).
***
Curah hujan yang tinggi plus Jakarta itu selalu kebanjiran siapa pun gubernurnya adalah "jurus ngeles tingkat dewa" yang sering dipakai oleh orang-orang "lemah jiwa" yang ogah memakai nalarnya.
Dalam hal mengatasi banjir, masalah utama Jakarta saat ini adalah pompa (termasuk dalam hal ini adalah kapasitas/jumlah dan type dari pompa tersebut)
Jangan dulu cerita tentang Naturalisasi atau Normalisasi, karena hal itu masih sebatas retorika saja. Wong sampai sekarang lahannya saja belum dibebaskan!
Ilustrasi sederhananya begini. Â Luas wilayah Jakarta itu adalah 661,5 km2. Lalu turun hujan dengan curah rata-rata 150 mm/hari. Artinya Jakarta ketiban air sebanyak 661.500.000 m2 x 0,15 m = 99.225.000 m3 atau setara dengan 9.922.500 truk tangki BBM isi 10.000 liter.
Kalau Ruang Terbuka Hijau Jakarta ada 10%, artinya 9.922.500 m3 air hujan tadi ngacir ke dalam tanah Jakarta, sedangkan sisanya sebanyak 89. 302.500 m3 akan menyerbu sungai dan kanal.
Air banjir yang tidak mendapat tempat pada sungai dan kanal mampet tersebut, lalu maen ke rumah warga. Awalnya singgah di ruang tamu. Tetapi akhirnya banjir tersebut malah menjarah daleman yang digantung di jemuran hingga ke celengan ayam yang sengaja diumpetin diatas plafon rumah!
Sesuai "sunnatullah," volume air yang mengalir dari hulu ke hilir itu dipengaruhi oleh dimensi dan kemiringan saluran.
Pemprov cq Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta tentunya punya data penampang/volume real (sesuai dengan kondisi sebenarnya) seluruh saluran termasuk situ/waduk yang ada.