Kalau artis papan atas, mereka ini seperti madu yang selalu diserbu para lebah (media)
Sebaliknya bagi artis figuran, mereka ini perlu membayar beberapa "wartawan bodrek" dari beberapa media tentunya, untuk "mengabarkan keberadaan" mereka ini di tengah-tengah warga. Dengan demikian nama mereka ini tidak akan lekang dari ingatan warga.
Kalau sepertiga dari gaji sudah langsung disetor ke kas parpol pendukung, maka dana-dana taktis seperti ini tentunya akan sangat berguna. Apalagi, catat ya dicatat, dana reses ini kan legal dan sudah masuk dalam anggaran APBD.
Kalau mau dihabiskan, monggo. Kalau mau ditambah lagi dengan dana pribadi, ya monggo juga. Kalaupun mau "disunat," ya monggo juga. Lah, ini kan dana untuk kepentingan pribadi si anggota DPR/DPRD tadi dengan konstituennya! Yang penting ya itu tadi, kegiatannya ada. Dokumentasinya ada. Laporan pemakaian dananya ada, lengkap dengan kuitansi, sudah.
Ini sebenarnya mirip-mirip dengan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) Perjalanan Dinas yang bersifat lumpsum, yang tidak perlu dikembalikan. Tetapi tetap harus ada Laporan Pertanggungjawaban-nya.
Misalnya sudah ada pos biaya hotel, lalu kita menumpang tidur dirumah mantan. Selama kita bisa "mengatur" kuitansi hotel, tentu saja pos biaya hotel itu bisa dipakai untuk mengajak mantan untuk makan-makan plus nonton...
***
Lantas mengapa anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta ini mau megembalikan mantan, eh uang sisa dana reses tadi? Â
Jawaban pastinya tentulah hanya Tuhan dan mereka saja yang mengetahuinya. Namun demikian penulis mencoba memahami cara berfikir anak-anak PSI ini.
Yang pertama tentunya karena memang dana itu tidak terpakai semuanya. Sisanya lalu dikembalikan ke kas APBD. Lalu dimana anehnya?
Aneh, karena sependek pengetahuan penulis yang pernah mengurusi dana reses, inilah untuk pertama kalinya sepanjang republik ini berdiri, sisa dana reses dikembalikan ke APBD!