16 November 2019, dalam keadaan terurai, motor tersebut kemudian dibawa oleh pesawat Airbus A330-900 neo ke Jakarta, dan kasus ini pun kemudian meledak!
Sebenarnya dalam pandangan (rabun) penulis, terungkapnya kasus ini cukup aneh juga.
Ketika pesawat mendarat pada 17/11/2019, Bea dan Cukai sudah memeriksa keseluruhan kargo, yang berisi 1 unit motor, 2 unit sepeda lipat dan berbagai tas mewah lainnya.
Dalam kasus biasa, Bea dan Cukai akan menahan barang tersebut jika sang pemilik tidak mau membayar bea masuk/cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam kasus ini Dirjen Bea dan Cukai sama sekali tidak ada menyebut-nyebut soal tas-tas mahal tadi. Mungkin sipemilik kemudian membayar bea masuk. Atau bisa saja Bea dan Cukai membiarkannya, karena tas-tas tersebut bukan "sasaran tembak!" Apalagi AA ini bukanlah penggemar tas wanita!
Lalu mengapa hal tersebut tidak terjadi pada motor dan sepeda lipat?
Nah, disinilah "jeratan" itu bekerja. Tadinya Kemenkeu dan BUMN mengira kalau sepeda lipat itu adalah milik Sultan. Mereka kemudian meraba-raba dan memeluknya untuk mempermalukan Sultan. Ternyata sepeda lipat tersebut adalah milik teman Sultan yang ikut menumpang di pesawat tersebut. Cerita sepeda pun kemudian menghilang dari peredaran.
Sultan sendiri sebenarnya bingung. Kenapa motor dan tas mendapat perlakuan yang berbeda? Dia sendiri pun sebenarnya mau membayar bea masuk (walaupun pada akhirnya jatuhnya akan lebih mahal daripada membeli di Jakarta)
Dan sebenarnya pun, banyak juga Harley Davidson yang berkeliaran di jalanan tapi lolos dari pengamatan Dirjen Bea dan Cukai...
Apa pun itu, "nasi sudah jadi bubur," dan mungkin harus begitulah caranya untuk melengserkan Sultan nakal yang arogan ini. Sebab kalau memakai cara biasa, pasti akan sulit. Bisa saja nanti Serikat Pekerja melakukan demo berjilid-jilid ke Monas sana.
Atau bisa saja Serikat cabin crew melakukan demo dengan cara bertelanjang dada ketika melayani penumpang.