Keempat, angkernya stadion Anfield.
Terakhir kali Liverpool kalah di Anfield dalam laga EPL adalah pada 23 April 2017 saat bersua dengan Crystal Palace. Dua setengah tahun tak terkalahkan adalah rekor yang fantastis, dan tak ada tim Inggris lainnya yang menyamainya. Apalagi disini, City selalu babak belur dihajar Liverpool. Atmosfir Anfield yang terus mendukung pemain tuan rumah disertai berkumandangnya lagu "You never walk alone" selalu membuat pemain tamu merinding.
Ini memang pertarungan mental yang membuat Pep harus berpikir keras untuk memacu semangat bukan hanya bagi pemainnya, tetapi juga bagi dirinya sendiri agar bisa berkonsentrasi meramu strategi yang pas di lapangan.
Dan tak bisa dipungkiri, kalau Pep kali ini memang takut dan gusar ketika menghadapi pertandingan ini.
Kelima, dewi fortuna berpihak kepada tuan rumah.
Faktor keberuntungan terkadang menjadi penentu hasil dari suatu pertandingan.
Biasanya Liverpool memulai pertandingan dengan lambat untuk kemudian semakin membaik. Puncak dari permainan Liverpool biasanya pada awal babak kedua. Momen kritis Liverpool itu memang pada awal babak pertama, akhir babak pertama dan akhir babak kedua.
City memulai pertandingan dengan sangat baik dengan langsung menekan pertahanan Liverpool. Namun dua buah gol cepat Liverpool dalam lima belas menit mengubah segalanya.
Tabungan dua gol membuat Liverpool bermain mengandalkan counter attack lewat kedua sayap. Serangan Liverpool lebih banyak dibangun lewat Robertson-Mane dan Arnold-Salah, sementara pemain lainnya, termasuk Firmino, berupaya mengontrol lini tengah. Dan pola Liverpool ini sangat efektif dalam mengendalikan permainan.
Seandainya City terlebih dahulu mencetak gol (apalagi lewat Aguero) maka permainan akan semakin menarik, karena kedua tim pasti akan bermain lebih terbuka.
Soal klaim handsball Arnold, memang debateable. Tetapi dalam tayangan ulang, terlihat sebelumnya kalau bola clearance dari Lovren mengenai tangan Bernardo Silva sebelum bola kemudian mengenai tangan Arnold.