Lini belakang terlihat rapuh karena pemain terbaik Eropa 2019, Virgil van Dijk tidak bermain sekokoh musim lalu.
Dari dua laga di Liga Champion, gawang Liverpool kebobolan sebanyak lima gol, dan dengan cara yang konyol pula. Sementara di EPL, gawang Adrian kebobolan sebanyak enam gol dari delapan pertandingan.
Selain lini belakang (bek tengah) lini tengah dan depan Liverpool masih tetap bermain seapik musim lalu. Kedua bek sayap (Robertson di kiri dan Arnold di kanan) tampak semakin matang, baik ketika menyerang maupun bertahan.
Arnold pun kini menjadi eksekutor utama ketika mengambil tendangan bebas. Tampaknya kedua bek sayap ini akan tetap menjadi tulang punggung Liverpool seperti musim lalu.
Setelah terpinggirkan sejak awal musim lalu, kini Fabinho menjelma menjadi sosok yang tak tergantikan pada lini tengah pertahanan Liverpool. Fabinho juga menjadi sosok kedua multi-tasking player Liverpool setelah James Milner, karena mereka ini bisa bermain baik pada beberapa posisi.
Hal ini sangat penting, karena Klopp kini memiliki fleksibilitas opsi bermain. Artinya ketika pertandingan sedang berlangsung, Klopp bisa merubah gaya bermain timnya di lapangan (lebih agresif atau defensif) tanpa harus mengganti pemain.
Lazimnya, seorang pelatih akan "mencocokkan" line-up pemainnya sesuai dengan prediksi line-up pemain lawan. Ketika Milner dan Fabinho bermain, pelatih lawan akan sedikit kesulitan untuk menentukan line-up pemainnya sendiri, karena Milner atau Fabinho bisa saja bermain sebagai bek kiri, kanan, tengah ataupun gelandang kiri, kanan, tengah.
Teranyar, Klopp juga mencoba merobah gelandang serang, Adam Lallana menjadi seorang deep lying playmaker, seperti peran Jorginho di Chelsea.
Fleksibilitas (baca : pragmatis) adalah pendekatan yang dipakai Klopp di EPL saat ini demi mengejar impian meraih gelar juara yang sudah 30 tahun diidam-idamkan para Kopites (fans Liverpool)
Namun fleksibilitas membawa konsekwensi juga bagi permainan anak-anak Liverpool di atas lapangan, terutama pada sepertiga akhir pertandingan.
Pada musim-musim lalu, di sepertiga akhir pertandingan, Liverpool sering "kehilangan nafas" karena memaksakan gegenpressing terus-menerus. Sedangkan pada awal musim ini mereka cenderung kehilangan konsentrasi, padahal fisiknya masih fit.