Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mati Listrik Mati Gaya

5 Agustus 2019   15:26 Diperbarui: 5 Agustus 2019   15:40 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bareng aktor teater Koma, sumber : dokpri

Eits, jangan marah dulu bro. Tempat parkir itu sepi justru karena sudah ada pengumuman via email tadi. Kalau tidak, tempat parkir itu pasti sudah acak kadut juga, hehehehe...

Sebelum menikmati pertunjukan Goro-goro dari teater Koma, saya pun mengunyah sebutir antasida dan langsung melek mengikuti pertunjukan....

Narsis dulu sebelum masuk ruang pertunjukan, sumber : dokpri
Narsis dulu sebelum masuk ruang pertunjukan, sumber : dokpri
***

Pertunjukan  Goro-goro dari teater Koma usai sekitar jam 17.45 yang kemudian dilanjutkan sesi foto-foto dengan pengunjung. Awalnya saya cuma kebagian tukang foto-foto saja. Namanya juga anak laki zaman old yang rada risih minta foto. Eh tiada dinyana tiada diduga justru para awak teater Koma termasuk aktor sekelas Slamet Raharjo pun getol ngajakin foto bersama kepada penonton setia mereka itu. Aseeek...

Foto bareng aktor teater Koma, sumber : dokpri
Foto bareng aktor teater Koma, sumber : dokpri
Karena perut sudah keroncongan terpaksa isi muatan dulu. Kebetulan di samping TIM ada hotel Ibis. Gak tau ya, apakah karena pengaruh listrik PLN yang belum nyala atau apa, makanan yang dipesan juga butuh setengah jam baru nyampe di meja. Selain itu yang namanya kartu kredit, debet, ovo dan gopay tidak berlaku karena mesin EDC (Electronic Data Capture) tidak berfungsi. Yah kita kembali lagi ke zaman old dimana transaksi harus dengan cash!

Problem selanjutnya adalah transportasi dari TIM ke rumah sakit Bunda Gondangdia, dimana mobil terparkir. Aplikasi grab dan gojek masih mati gaya. Kondisi jalan Cikini yang morat-marit pun membuat taksi ogah melewatinya. Setelah menunggu lebih dari seperampat jam, satpam yang baik hati itu pun berhasil mencegat sebuah taksi yang baru saja menurunkan penumpangnya.

Cerita cash kemudian berlanjut ketika membayar parkir di rumah sakit Bunda. Padahal sebelumnya semua mesin ATM tidak berfungsi! Setelah itu problem cash juga terjadi ketika harus mengisi BBM di Shell. Padahal tebal dompet kini sudah setipis kartu kredit. Cilaka, no cash no BBM! Gawat, bagaimana kalau sampai besok situasinya masih seperti ini juga?

Menyusuri sepanjang jalan yang gelap menuju rumah juga harus banyak-banyak doa dan bersabar. Pertigaan dan perempatan jalan pun menjadi daerah yang rawan bencana karena tidak ada lampu lalu lintas. Pada situasi ini berlakulah petuah bijak, "sing waras ngalah..."

Suasana temaram pada sebuah warteg yang mati gaya, sumber : Tribunnews.com
Suasana temaram pada sebuah warteg yang mati gaya, sumber : Tribunnews.com

***

Beberapa kasus seperti diatas akhirnya mengingatkan kita betapa pentingnya peranan cash dalam situasi darurat yang tidak bisa diprediksi. Sebaiknya kita tetap punya cadangan cash di dompet maupun di rumah untuk mengantisipasi situasi gawat darurat. Kita jangan juga terlena dengan kehidupan yang serba cashless seperti sekarang ini. Sebab ketika pasokan listrik terputus, maka anda seketika akan mati gaya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun