Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Naik MRT ke Jalan Teuku Umar

27 Juli 2019   18:43 Diperbarui: 27 Juli 2019   18:50 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan dan Surya Paloh, sumber : Medcom.id

Seorang wanita cantik memakai rok mini duduk di sebuah angkot yang tertahan oleh pendemo di dekat kantor Bawaslu. Di paha kirinya tampak gambar 01. Di paha kanannya tampak pula gambar 02. Tak lama kemudian, pemuda yang duduk di depannya bertanya dengan keheranan, "Mbak, yang di tengah itu 03, Su-ya Pa-oh ya?" Dengan kagetnya wanita cantik itu berseru, "Aduh maaf ya mas, saya kelupaan pakai CD..."

Pertemuan Jokowi-Prabowo di Mal FX Senayan dua minggu lalu itu rupanya adalah menu pembuka "Reformasi Politik Gaya Baru ala PDIP" yang tampaknya bakal diterapkan dalam penyusunan kabinet Jokowi Jilid II mendatang.

Dimulai dengan naik MRT dari stasiun Lebak Bulus menuju Sudirman untuk menikmati hidangan sate Senayan, wisata kuliner itu kemudian dituntaskan dengan menikmati nasi goreng Teuku Umar, yang memang sudah kesohor sejak zaman Gus Dur itu.

Reformasi kuliner ala PDIP ini tentu saja membuat petinggi parpol dari koalisi Jokowi-Amin blingsatan. Yang paling kentara tentu saja tuan Surya Paloh yang langsung membuat "poros tengah" untuk mengantisipasi masuknya Gerindra ke dalam kabinet Jokowi Jilid II nantinya. Tak lama setelah Reformasi sate Senayan, "Bang brewok" langsung melakukan pertemuan terbatas dengan petinggi Golkar, PKB dan PPP di kantor DPP Nasdem Gondangdia, Jakarta.

Bersamaan dengan reuni Megawati-Prabowo dalam edisi menikmati nasi goreng di Teuku Umar itu, Surya Paloh yang tak bisa lagi menahan kegalauan hatinya langsung mengadakan pertemuan empat mata dengan "gubernur idaman," dalam edisi "Menikmati nasi kebuli sambil menerawang sunrise pada 2024"

Blunder? Putus asa? Tampaknya kedua-duanya. Empat bahkan kalau hendak ditambahkan dengan rasa malu dan kecewa! Apakah pertemuan Jokowi-Prabowo dan Megawati-Prabowo ini sebuah manuver politik yang tiba-tiba saja terjadi? Tentu saja tidak!

Pertemuan seperti ini memang sudah direncanakan sejak lama, tentu saja dengan beberapa opsi tertentu, sesuai dengan dinamika yang berkembang di masyarakat.

Koalisi PDIP-Gerindra bukanlah hal yang mustahil terjadi, sebab mereka itu dulunya pernah bersekutu. Apalagi platform mereka itu adalah sama. Kalau begitu, apakah koalisi Jokowi yang sekarang ini akan bubar?

Seperti disebutkan diatas, rencana koalisi ini sudah direncanakan dengan cermat dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu. Misalnya saja, seandainya koalisi Gerindra dengan PKS dan Demokrat mengalami friksi, opsi ini akan dipakai Gerindra untuk merapat ke PDIP. Isu "jenderal kardus" dan tekanan dari PKS untuk jatah Wapres pendamping Prabowo, telah mengindikasikan hal itu.

Sumpah, sendirian itu sungguh tidak enak! Putusan MK kemarin itu telah membuat Prabowo patah hati. Dia ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Tak ada lagi sebutan, "Siap pak Presiden!" baginya, sebab dia bukan lagi Capres melainkan seorang warga biasa sahaya. Beruntunglah ada pemilu serentak, sebab kalau Pileg dilakukan sekarang, maka perolehan suara Gerindra akan hantjoer leboer. Jadi strategi merapat ke PDIP ini memang sangat djitoe.

Sebaliknya, sekalipun Jokowi-Amin itu menang telak dalam Pilpres kemarin, tetapi ongkos yang harus mereka bayar cukup mahal juga. Jelas terbaca kalau anggota koalisi Jokowi-Amin berusaha memaksakan kehendak (jatah menteri) kepada Jokowi/PDIP. Itulah sebabnya pintu belakang rumah Teuku Umar menuju Kertanegara itu tidak pernah ter-koentji.  Jadi skenario PDIP mau merapat ke Gerindra bukanlah hal yang aneh.

Hitung-hitungannya sederhana saja, mirip dengan hitung-hitungan dagang. Kemarin itu belum apa-apa, Cak Imin sudah menyodorkan 20 nama calon menteri dari PKB. Nasdem yang "merasa paling berjuang" pada Pilpres kemarin itu pun tampak sudah bersiap-siap untuk melirik posisi strategis. Tampaknya bos dari kedua parpol ini lah yang paling getol untuk terlibat dalam penyusunan kabinet Jokowi. Namun akhirnya keduanya keciwe...

Presiden Jokowi sendiri sudah mengisyaratkan kalau beliau ini tidak merasa terbeban lagi dalam periode kedua kepemimpinannya, sebab beliau tidak bisa mengikuti Pilpres 2024 lagi. Jadi Jokowi fokus bekerja sepenuhnya hanya untuk periode sekarang saja. Artinya susunan kabinet nanti tetap akan mengakomodir kader parpol koalisi, tetapi dengan jumlah dan posisi yang terbatas. Selain itu, kalau kader parpol tersebut tidak mampu menunjukkan performa yang baik, pasti akan ditendang juga dari kabinet.

Statement pak presiden ini tentu saja langsung mematahkan hati para petinggi parpol yang sudah keburu menyusun "Daftar peserta konvensi Menteri 2019-2024" Takutnya sudah ada pula yang sempat menyetor "uang pendaftaran, uang Adm plus uang seragam..."

Kini dinamika politik tanah air memasuki fase baru yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun sebelumnya, melebihi strategi "Poros Tengah" yang digagas Amien Rais dan kawan-kawan dua dekade lalu ketika menyingkirkan Megawati dan PDIP.

Pengalaman pahit dan getir selama dua dekade terakhir ini rupanya telah memberikan PDIP pelajaran penting bagaimana cara memainkan kartu truf yang mereka miliki.

Kartu bagus (pemenang pemilu) pun menjadi sia-sia kalau tak cakap memainkannya. Kini para petinggi parpol pun terkesiap ketika Megawati mulai memainkan kartunya. Dua dekade "diperolokkan" tentu membuat Megawati belajar banyak mengenai kekuatan dan kelemahan para "teman-temannya."

Di politik memang tidak ada lawan sejati maupun teman sejati, yang ada hanyalah kepentingan. Ketika dua parpol punya kepentingan yang sama, maka mereka akan berteman. Sebalikya ketika kepentingannya berseberangan, maka seketika itu pula mereka menjadi lawan.

Ketika acara makan sate, nasi goreng dan nasi kebuli ini sudah terang benderang disaksikan oleh masyarakat, lantas bagaimana kah kini posisi parpol dan kekuatan politik tanah air?

Berbicara tentang kekuatan politik tentu saja tidak akan lepas dari perolehan kursi parpol pada Pileg kemarin. Selain itu kelihaian mengatur strategi dan lobi-lobi politik tingkat tinggi pun sangat diperlukan agar bisa menempatkan kader pada posisi kunci di DPR, MPR maupun kabinet. Uraian lengkapnya mari kita simak di bawah ini.

Agenda pertemuan Anies-Surya Paloh, sumber : Liputan6.com
Agenda pertemuan Anies-Surya Paloh, sumber : Liputan6.com
Pertama, Gerindra.

Dengan merapat ke koalisi Jokowi, maka kini warga Gerindra akan kembali ke fitrahnya, yaitu murni 100% bermazhab Nasionalis yang "seiman" dengan PDIP. Sedangkan warga Gerindra penikmat "mabok agama," bisa dipastikan akan hijrah ke parpol sebelah. Namun demikian perpindahan warga ini tidak akan mempengaruhi perolehan kursi Gerindra di parlemen.

Dukungan Gerindra kepada Jokowi dipastikan akan solid hingga akhir masa kepemimpinannya. Gerindra pun sudah belajar banyak dari masa lalu. Dulu itu kapal KMP (Koalisi Merah Putih) kandas ketika ditinggal para sekutu yang menyeberang kepelukan Jokowi. Kapten Prabowo pun hanya bisa menangis sedih melihat para kelasi Gerindra hanyut bersama kapal karam itu. Slogan A friend in need is a friend indeed, rupanya tidak berlaku pada parpol. Prabowo lalu teringat akan sebuah petuah bijak, "kalau engkau tidak bisa menaklukkan lawanmu, maka jadikanlah dia temanmu..."

Bagi Jokowi/PDIP sendiri, persahabatan dengan Gerindra ini tentu saja lebih tingi nilainya bila dibandingkan dengan anggota koalisi lainnya. Pertama, sahabat baru biasanya akan sungkan minta macem-macem (jatah Menteri) Kedua, seorang sahabat pasti akan berusaha bersikap baik kepada sahabat barunya. Ketiga, setelah lelah bertarung mati-matian selama ini, bisa dipastikan kalau Gerindra belum akan berminat untuk berantem dengan siapapun dalam waktu dekat ini. Keempat, saat ini Gerindra hanya fokus untuk konsolidasi partai saja.

Kedua, Golkar.

Dua dekade telah berlalu sejak ORBA Soeharto mampoes dilindas reformasi, dan Golkar yang kena getahnya. Semboyan "Piye kabare le, enak jamanku to" dipakai kader partai Berkarya untuk merayu warga yang terkenang akan romantisme sejarah masa lalu. Namun demikian, semboyan itu laksana kutukan bagi partai Golkar! Sejarah kelam masa lalu bersama Soeharto selalu mengikuti jejak langkah Golkar.

Artinya sekarang ini memang belum saatnya bagi Golkar untuk maju sebagai leader, walaupun mereka selalu siap untuk itu. Mungkin setelah warga nantinya bisa melupakan wajah Soeharto, barulah Golkar bersiap untuk maju ke depan. Jadi untuk saat ini hitung-hitungan ekonomisnya, Golkar memang harus merapat dulu ke Jokowi.

Ketiga, Demokrat.

Sinyal akan bergabungnya Demokrat ke dalam koalisi Jokowi sudah jelas-jelas tampak nyata. AHY selaku putra mahkota pun sudah beberapa kali merapat ke Istana Negara. Selain itu bersama dengan PDIP dan Gerindra, Demokrat pun menganut mazhab Nasionalis, bukan agamis apalagi mukidis... Jadi, pilihan terbaik bagi Demokrat memang merapat ke Istana.

Keempat, PPP

Dengan perolehan 19 kursi (3,3%) nyaris tidak ada yang bisa dilakukan oleh PPP. Partai "pragmatis" ini pun sedang mengalami musibah terkait sang Ketum terjerat OTT KPK. Berseberangan dengan pemerintah tentu saja akan semakin memperdalam masalah mereka.

"Oposisi itu berat mas, kau tidak akan kuat, biar aku saja..." saran PKS kepada PPP. Jadi PPP pun akan tetap solid dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin.

Kelima, PAN

Parpol "garis lucu" ini memang selalu menarik perhatian. Pada masa kampanye hingga awal pemerintahan, mereka akan berseberangan dengan pemerintah. Namun setelah periode tersebut mereka akan melebur ke dalam pemerintahan. Menjelang akhir pemerintahan, mereka kemudian akan mbalelo untuk berseberangan lagi dengan pemerintah. Demikianlah siklus hidup partai pragmatis ini dalam satu periode.

Keenam, PKB

Selain Surya Paloh, Cak Imin adalah sosok yang paling gregetan dengan situasi politik kekinian. Bayangin saja, dua tahun lalu Cak Imin sudah curi start untuk menjadi Capres Idaman. Baliho bergambar Cak Imin pun sudah bertebaran dimana-mana. Namun kenyataannya, Cak Imin kemudian disalip oleh sang senior. Kini posisinya semakin terjepit. Kalaupun nantinya ada satu saja kader PKB masuk dalam kabinet, itu pun sudah sangat baik dan harus disyukurin.

Jadi apakah PKB nantinya akan berada di dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin atau bergabung dengan PKS? Ini memang pilihan sulit, apalagi Wapres itu adalah kader NU. Apalagi dalam bahasa Gus Dur, PKB dan PKS itu "seagama tetapi tidak seiman." Cak Imin kali ini terpaksa harus gigit jari. Berseberangan dengan pemerintah jelas sangat beresiko untuk jabatannya sebagai Ketum. Namun bergabung dalam koalisi, "sakitnya tuh disini..."

Ketujuh, PKS

Memang sudah suratan takdir kalau PKS itu akan berseberangan dengan pemerintah, sebab relasi hubungan mereka itu seperti minyak dengan air, cebong dengan kampret! Jadi simpelnya PKS itu akan menjadi oposisi.

Kedelapan, Nasdem

Kini para kader terbaik Nasdem harus bekerja keras untuk menetralisir drama nasi kebuli antara sang bos dengan Anies Baswedan. Pertemuan "sarat emosi" tersebut jelas sebuah blunder politik dan kini menjadi bahan tertawaan masyarakat, bahkan termasuk oleh kaum "penikmat pipis onta"

Berseberangan dengan pemerintah justru menjadi kerugian besar bagi Nasdem. Mereka akan kehilangan kader dan simpatisan. Disebut partai baper atau partai penuh ambisi. Dengan kekuatan 59 kursi saja di parlemen, Nasdem itu masih tergolong bocah. Nasdem masih perlu waktu dan vitamin agar bisa berkembang dengan baik dengan cara yang benar pula.

Kini orang menatap Surya Paloh dengan seksama. Siapa dia dan bagaimana perjalanan karirnya bersama Nasdem. Menyebut Nasdem tentu saja tidak boleh mengabaikan sosok Hary Tanoe.

Nasi sudah menjadi bubur. Ini menjadi pelajaran penting bagi semua parpol. Tampaknya sosok Surya Paloh ini akan menghilang dari peredaran untuk sementara waktu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun