Dukungan Gerindra kepada Jokowi dipastikan akan solid hingga akhir masa kepemimpinannya. Gerindra pun sudah belajar banyak dari masa lalu. Dulu itu kapal KMP (Koalisi Merah Putih) kandas ketika ditinggal para sekutu yang menyeberang kepelukan Jokowi. Kapten Prabowo pun hanya bisa menangis sedih melihat para kelasi Gerindra hanyut bersama kapal karam itu. Slogan A friend in need is a friend indeed, rupanya tidak berlaku pada parpol. Prabowo lalu teringat akan sebuah petuah bijak, "kalau engkau tidak bisa menaklukkan lawanmu, maka jadikanlah dia temanmu..."
Bagi Jokowi/PDIP sendiri, persahabatan dengan Gerindra ini tentu saja lebih tingi nilainya bila dibandingkan dengan anggota koalisi lainnya. Pertama, sahabat baru biasanya akan sungkan minta macem-macem (jatah Menteri) Kedua, seorang sahabat pasti akan berusaha bersikap baik kepada sahabat barunya. Ketiga, setelah lelah bertarung mati-matian selama ini, bisa dipastikan kalau Gerindra belum akan berminat untuk berantem dengan siapapun dalam waktu dekat ini. Keempat, saat ini Gerindra hanya fokus untuk konsolidasi partai saja.
Kedua, Golkar.
Dua dekade telah berlalu sejak ORBA Soeharto mampoes dilindas reformasi, dan Golkar yang kena getahnya. Semboyan "Piye kabare le, enak jamanku to" dipakai kader partai Berkarya untuk merayu warga yang terkenang akan romantisme sejarah masa lalu. Namun demikian, semboyan itu laksana kutukan bagi partai Golkar! Sejarah kelam masa lalu bersama Soeharto selalu mengikuti jejak langkah Golkar.
Artinya sekarang ini memang belum saatnya bagi Golkar untuk maju sebagai leader, walaupun mereka selalu siap untuk itu. Mungkin setelah warga nantinya bisa melupakan wajah Soeharto, barulah Golkar bersiap untuk maju ke depan. Jadi untuk saat ini hitung-hitungan ekonomisnya, Golkar memang harus merapat dulu ke Jokowi.
Ketiga, Demokrat.
Sinyal akan bergabungnya Demokrat ke dalam koalisi Jokowi sudah jelas-jelas tampak nyata. AHY selaku putra mahkota pun sudah beberapa kali merapat ke Istana Negara. Selain itu bersama dengan PDIP dan Gerindra, Demokrat pun menganut mazhab Nasionalis, bukan agamis apalagi mukidis... Jadi, pilihan terbaik bagi Demokrat memang merapat ke Istana.
Keempat, PPP
Dengan perolehan 19 kursi (3,3%) nyaris tidak ada yang bisa dilakukan oleh PPP. Partai "pragmatis" ini pun sedang mengalami musibah terkait sang Ketum terjerat OTT KPK. Berseberangan dengan pemerintah tentu saja akan semakin memperdalam masalah mereka.
"Oposisi itu berat mas, kau tidak akan kuat, biar aku saja..." saran PKS kepada PPP. Jadi PPP pun akan tetap solid dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin.
Kelima, PAN