Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cebong Kampret Itu Kini Bernama Garuda Pancasila

13 Juli 2019   13:51 Diperbarui: 13 Juli 2019   15:12 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Prabowo sendiri mungkin ini semacam lelucon saja. Dua kali ngebet jadi Cawapres dan Capres gagal sebenarnya sudah membuatnya sadar diri akan kemampuannya. Jadi Capres ketiga kemarin dan keempat nantinya itu cuma iseng semata.

Sedari awal Prabowo malah tidak terlalu aktif dalam berkampanye. Justru Sandi dengan emak dan "emak-emaknya" yang sangat proaktif berkampanye menjelajahi Nusantara dengan edisi kampanye out of the box-nya.

Pelajaran apa yang kita dapat dari pesta demokrasi, mulai dari perhelatan pemilu, Kerusuhan Mei dan diakhiri dengan rekonsiliasi kemarin?

Ternyata kita ini semakin mundur ke belakang. Rakyat tetap bodoh dan diperbodohi. Rakyat bodoh (dan pemarah) itu diperalat dan dieksploitasi para elit politik (dengan cara yang bodoh pula) demi kepuasan syahwat politik para elit itu.

Dua dekade berlalu sejak zaman Orba Soeharto tumbang, kita justru semakin terpuruk dalam kebodohan. Pendidikan politik sejak era reformasi mengajarkan kita dengan money politics dan politik identitas (etnis, agama, suku, golongan) yang justru semakin menjauhkan kita dari cita-cita Persatuan dan Kesatuan Bangsa yang dicetuskan para pemuda nyaris seabad yang lalu.

Seabad yang lalu para pemuda dari seantero Nusantara justru meninggalkan identitas (etnis, agama, suku, golongan) mereka untuk sebuah cita-cita berdirinya sebuah negara yang beradab dan merdeka bagi semua warganya, bernama Indonesia. Padahal ketika itu negara Indonesia itu belum ada. 17 tahun kemudian barulah negara Indonesia itu terbentuk.

Artinya para elit ketika itu mau berkorban (waktu, pikiran, tenaga, biaya, kepentingan pribadi dan juga ego) demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Berbanding terbalik dengan para elit masa kini yang justru berusaha mengeksploitasi bangsanya demi kepentingan syahwat politiknya sendiri. Negara diperlakukan seperti lahan bancakan saja. Korupsi, kolusi dan Nepotisme merajalela dimana-mana.

***

Rekonsiliasi terlambat kedua petinggi politik diatas memang terasa hambar. 

Bagi Prabowo, pertemuan ini seperti ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa dia adalah seorang elit politik yang baik dan mau melakukan rekonsiliasi demi keharmonisan bangsa. Tetapi mengapa terlambat melakukannya?

Ini sebenarnya bukan pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Kenapa sekarang bukan kemarin? Sekarang memang karena waktu yang pas (buat Prabowo) itu memang sekarang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun