Ketiga. Pada 7 Juni 2018 lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyegel 932 bangunan di Pulau C dan Pulau D. Sebelumnya pada 4 Juni 2018 gubernur menandatangani pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi. Artinya badan ini dibentuk gubernur untuk mengelola pulau reklamasi. Padahal reklamasinya ditolak dan bangunannya disegel!
Disini Gubernur DKI Jakarta jelas tidak konsisten. Pihak pengembang membangun di pulau reklamasi berdasarkan Pergub DKI No. 206 Tahun 2016 yang berlaku sebagai "IMB Sementara" menunggu terbitnya Perda yang baru. Dalam hal ini segala resiko menjadi tanggung jawab pengembang sepenuhnya. Alasan penyegelan karena tidak ada IMB kemudian menjadi bias karena gubernur tidak menghormati Pergubnya sendiri.
Lewat putusan sidang yustisi Pengadilan Negeri Jakarta Utara, PT. Kapuk Naga Indah selaku pengembang Pulau D akhirnya membayar denda pelanggaran IMB sebesar Rp 40 juta dan Rp 7 miliar. Itu biaya resminya, sedangkan biaya tak resminya hanya Tuhan dan bos pengembang saja yang tahu adanya...
Setelah pengembang membayar "denda tilang," tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kemudian menerbitkan IMB pulau reklamasi itu dengan apa saudara...? Sim salabim Dengan Pergub DKI No. 206 Tahun 2016 itu juga! Buset! Pergub DKI No. 206 Tahun 2016 ini tak ubahnya seperti kartu joker ditangan gubernurnya. Mula-mula berlaku sebagai IMB Sementara, lalu kemudian tak laku dan bangunan itu disegel. Tapi sejurus kemudian dipakai lagi menjadi landasan hukum penerbitan IMB! Mungkin ini lah inkonsistensi yang paling konyol!
Keempat, Pergub DKI No. 206 Tahun 2016 adalah "IMB sementara" menunggu Perda selesai dengan tujuan agar Pemprov DKI mendapatkan kontribusi tambahan sebesar 15% dari NJOP untuk setiap lahan yang dijual pengembang. Seperti kita ketahui bersama, mandeknya Perda ini salah satunya karena tidak adanya persesuaian pendapat antara Pemprov DKI dengan DPRD terkait kontribusi tambahan. Perbedaan pendapat ini pun sebenarnya sudah berlangsung saat Fauzi Bowo menjabat sebagai gubernur.
Namun ironisnya, dengan penerbitan IMB tanpa melalui Perda tersebut, Pemprov DKI kini malah tidak mendapat kontribusi tambahan apa-apa pun dari pengembang. Tahu begini, ngapain juga semuanya pada cape-cape berantem? Mengapa tidak pada zaman Fauzi Bowo saja Perda ini diselesaikan? Padahal setidaknya Pemprov DKI masih bisa mendapatkan kontribusi tambahan sebesar 5% dari NJOP untuk setiap lahan yang dijual pengembang.
Ah, ternyata pulau reklamasi ini hanya jadi ajang politik dan bancakan saja bagi segelintir orang. Nelayan dan masyarakat marjinal seperti saya ini tetaplah nasibnya terpinggirkan. Mungkin menjelang Pilgub 2022 nanti baru lah suara rakyat dirayu lagi. Katanya vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
Mana suaramu...
Referensi,
Anies "Off Side" Di Sertifikat Pulau Reklamasi!
Reklamasi Teluk Jakarta, Sebuah Bencana?
detik.com