Artinya suara Djarot itu juga,"ditangan" sudah akan sama dengan suara ES kemarin. Tinggallah nantinya Djarot berjuang pada "Daerah-daerah Netral" untuk menambah suara, dimana pada daerah ini nama ES atau Ara tidak akan terlalu signifikan untuk menambah suara!
Popularitas nama Djarot yang cukup dikenal di Sumut, relatif bersih dan dianggap berhasil menata Jakarta tentu akan bisa mendongkrak perolehan suaranya kelak.
Nama Edy Rahmayadi tentu saja dikenal di Medan, Binjai, Langkat atau Deli Serdang. Akan tetapi apakah orang di Nias, Humbahas, Dairi, atau Pakpak Barat mengenalnya? Untuk daerah-daerah netral atau daerah swing voter, faktor popularitas nama calon tentu saja akan sangat menentukan. Kalau soal popularitas, nama Djarot jelas lebih "instagramable," lebih populer bukan saja di Sumut, tetapi juga diseluruh Indonesia! Â
Kedua, Strategi pemenangan Cagub.
Ketika bertarung di Pilkada Jakarta kemarin, isu "ayat dan mayat" menjadi senjata andalan lawan untuk mengalahkan pasangan Ahok-Djarot. Tapi kali ini dipastikan isu "ayat dan mayat" tidak akan laku di Sumut!Â
Daerah ini sudah sangat teruji tingkat toleransinya untuk perbedaan agama dan konflik sosial lainnya. Kalaupun ada konflik sosial, itu biasanya hanya berlaku diseputaran premanisme, terkait urusan parkir, penguasaan lahan atau perkelahian saja...
Jadi memang untuk Pilkada-pilkada di daerah Sumut ini agak spesifik juga. Isu-isu yang diangkat tidak akan ada yang bersifat primordial atau SARA! Seluruh kontestan "didepan mata" akan adu program untuk meningkatkan kesejahteraan warga.Â
Akan tetapi "dibelakang mata" mereka akan adu kuat melakukan "serangan fajar!" Yah namanya juga SUMUT (Semua Urusan Mesti Uang Tunai) Hal itu berlaku mulai dari pimpinan tertinggi hingga rakyat jelata!
Di daerah Batak, biasanya TS (Tim Sukses) calon akan sering-sering mengadakan jamuan makan bersama. Ada sebagian warga yang sudah pernah dijamu makan oleh Calon "A" misalnya, akan sungkan nantinya kalau tidak memilih Calon "A" tersebut, sehingga tidak akan datang pada jamuan makan oleh Calon "B." Akan tetapi lebih banyak lagi warga yang akan tetap datang pada jamuan makan oleh Calon "A, B, C atau Calon manapun..."
Demikian juga dengan "serangan fajar." Warga yang "nakal" tetap saja akan menerima "serangan satu, dua atau tiga lembar pecahan Rp 100.000,-" dari semua kontestan tanpa terkecuali.Â
Dan ketika berada di bilik TPS, mereka ini dengan teganya akan menghitung "kancing baju" untuk menentukan kontestan mana yang akan "ditusuknya..." Jadi sudah jelas kalau "serangan fajar" ini akan menghasilkan pemimpin dan warga yang sama juga bobroknya!