Kunjungan ke panti asuhan itu sangat menggugah hati Ester. Betapa malangnya nasib mereka yang masih tersisa di panti itu. Bahkan Lukas harus tewas demi mempertahankan panti. Dulu dia juga termasuk bernasib malang seperti mereka itu, sampai akhirnya papa dan mama angkatnya datang untuk mengadopsinya. Kalau papa dan mamanya itu tidak pernah datang, tentulah dia akan selamanya membereskan seluruh pekerjaan di panti, termasuk memandikan anak-anak dan memberi mereka makan. Betapa beratnya semua itu, apalagi karena dia harus bekerja dengan kaki yang pengkor....
Ah, betapa beruntungnya Ester selama ini. Betapa baiknya Tuhan itu kepadanya. Tetapi kenapa Tuhan membiarkan tidak ada orang tua bagi ibu Sulastri, Maria, Petrus dan Lukas? Akankah dia membiarkan mereka sendiri yang harus menanggung semuanya itu? Akankah dia pulang ke rumahnya yang nyaman di Amsterdam dan hidup bersama Frans kekasihnya itu? Toh tugasnya sebagai anak sudah dikerjakannya dengan baik ketika mengurus mamanya selama ini...
Tidak ada yang kebetulan dalam rancangan Tuhan! Kenapa papa dan mamanya dulu mau mengadopsinya yang cacat itu? Bukankah selama bertahun-tahun ini tidak ada orangtua yang mau mengadopsinya karena dia cacat? Apalagi dia adalah bayi yang diletakkan didepan pintu yang tidak jelas asal-usulnya! Tuhan memang sengaja mengangkat Ester dari keterpurukan, dan memberinya orangtua yang penuh kasih sayang. Ester lalu dibekali dengan pendidikan, harta dan wawasan yang luas dengan satu tujuan, yaitu agar mampu menolong sesamanya yang kurang beruntung...
Ester lalu teringat kepada ayat yang dulu sering dibacanya ketika masih kecil di panti, Kitab Ester 4:13-14, maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: "jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi. Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu."
Ratu Ester ini tadinya adalah seorang yatim piatu yang kemudian diadopsi oleh Mordekhai. Nasib kemudian berpihak kepada Ester karena dia kemudian diangkat oleh raja Persia, Ahasyweros menjadi seorang ratu. Padahal Ester itu adalah seorang Yahudi buangan dari Yerusalem. Kemudian terjadilah sebuah fitnah keji dari Haman untuk membinasakan seluruh orang Yahudi di negeri itu. Lalu Mordekhai meminta Ratu Ester untuk berbuat sesuatu.
Ester kemudian sadar mengapa Tuhan mengangkatnya dari seorang gadis yatim piatu untuk menjadi seorang ratu, yaitu untuk menyelamatkan ribuan nyawa manusia yang tidak bersalah...
Sebagai seorang gadis yatim piatu miskin, Ester tentu saja tidak akan pernah mampu untuk menolong bangsanya. Namun sebagai sebagai seorang ratu dimana raja selalu berkenaan kepadanya, Ester dapat berbuat banyak, dan itulah yang dilakukannya!
Kitab Ester 4:13-14 yang sering dibacanya ketika kecil itu sangat menohok hati Ester. Dulu almarhum papanya ketika di Amsterdam pernah berkata bahwa kalau dia meninggal, dia akan mendonasikan hartanya untuk panti asuhan. Ketika itu Ester hanya tertawa, karena papanya tahu kalau penghasilan Ester dari pekerjaannya sudah cukup tinggi, sehingga tidak perlu lagi untuk meminta uang saku kepada papanya. Mereka orang Indonesia yang tinggal di Amsterdam. Tentu saja donasi itu untuk panti asuhan di Indonesia, bukan untuk di Amsterdam.
Tuhan sungguh besar. Tidak ada yang kebetulan dalam rancangan Tuhan! Semua harta warisan peninggalan papanya akan didonasikan Ester untuk panti asuhan Makhpela. Ester juga akan fokus bersama Maria dan Petrus untuk mengurus panti. Ester juga sudah berbicara dengan Bram, teman akrabnya di SMA dulu. Bram dan papanya adalah pengacara terkenal yang juga pengacara pak Thomas. Bram sudah memastikan masalah panti telah selesai. Pak Thomas tidak akan mengganggu panti lagi selama Ester dan kawan-kawannya tidak menggugatnya balik.
Kini Ester lega, masalah panti telah selesai. Ester tidak akan kembali lagi ke Amsterdam. Dia akan mengurus kafetaria dan warisan peninggalan mamanya baginya, dan itu sudah lebih dari cukup baginya.
"No pain no gain" Setiap keberhasilan pasti membutuhkan pengorbanan! Kini Ester berpisah dengan Frans. Dunia kehidupan Frans adalah Amsterdam, bukan Jakarta. Sekalipun lahir di Jakarta, tetapi Frans sulit beradaptasi dengan Jakarta. Frans juga sulit memahami apa yang dicari Ester di Jakarta, karena rumah dan dunia kehidupan mereka ada di Amsterdam, bukan di Jakarta. Ester hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi Frans...
***
Rintik hujan turun menemani dinginnya malam di bulan Desember. Sesosok tubuh berjalan dengan terburu-buru lalu mendekati sebuah rumah bergaya retro dengan sentuhan modern itu. Â Sejenak dia ragu, lalu dengan perlahan membuka pintu gerbang rumah dan kemudian berjalan menuju pintu depan. Sosok itu lalu menatap kedalam rumah melalui kaca yang terdapat pada pintu masuk. Terlihat banyak anak-anak mengerubuti pohon natal yang menjulang tinggi hingga mencapai plafon rumah. Natal ini anak-anak terlihat ceria menatap tumpukan kado natal yang tersusun rapi di kaki pohon natal itu.
Ibu Sulastri duduk tersenyum diatas kursi rodanya. Maria terlihat mengambil beberapa gambar dengan kamera barunya. Dia tak perlu menutupkan sebelah matanya untuk membidik gambar... Petrus juga tersenyum dengan hidung yang tetap saja pesek. Ester berdiri di belakang anak-anak dengan muka haru, lalu matanya tiba-tiba menatap ke pintu depan... Ester kemudian berjalan perlahan menuju pintu depan untuk membuka pintu.
"Selamat natal sayang" kata orang itu sambil menjabat tangan Ester.
"Selamat natal Frans" kata Ester terperangah.
"Aku sudah lama memikirkannya masak-masak, lalu aku memutuskan untuk tinggal di Jakarta saja. Disini aku melihat cinta dan ketulusan, karena aku bisa merasakannya. Kemarin aku sudah cape mencari pekerjaan yang cocok, dan aku tidak dapat menemukannya. Tapi aku sangat yakin akan cocok bekerja di panti ini. Apakah panti ini masih menerima lowongan pekerjaan?
Tangis Ester segera meledak sambil memeluk Frans dengan erat. Tak ada sepatah kata pun yang mampu untuk diucapkannya. Dia hanya mampu berbisik, "Tuhan maha besar, terpujilah Tuhan karena belas kasihnya tidak pernah berkesudahan...."
"Jika Tuhan mengizinkan seorang manusia melalui suatu lembah... maka Tuhan juga akan memampukan manusia tersebut untuk melewatinya"
Selamat Natal untuk semua, salam hangat
Reinhard Hutabarat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H