Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Patrialis Akbar dan Antraks!

4 September 2017   18:07 Diperbarui: 4 September 2017   20:05 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : bali.tribunnews.com

Hari ini Senin 4 September 2017, Hakim pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 8 (delapan) tahun kepada mantan Hakim MK (Mahkamah Konstitusi) Patrialis Akbar terkait kasus suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK menuntut PA dengan hukuman 12 tahun 6 bulan penjara.

Menurut JPU KPK, Lie Putra, Patrialis Akbar terbukti menerima hadiah uang sebesar US$ 70 ribu dan janji sebesar Rp 2 miliar dari Basuki Hariman (kemudian divonis 7 tahun penjara) yang merupakan pemilik perusahaan PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa, dengan sekretarisnya NG Fenny melalui orang kepercayaan PA, Kamaluddin.   

Jauh sebelumnya KPK menangkap Patrialis bersama seorang perempuan dan keluarga perempuan itu di mall Grand Indonesia pada Rabu malam, 25 Januari 2017. Perempuan cantik berkulit putih, tinggi semampai dan berusia 24 tahun itu bernama Anggita Eka Putri. Menurut KPK, Patrialis akan membelikan Anggita sebuah apartemen seharga Rp 2 miliar, yang diduga merupakan bagian dari janji uang suap sebesar Rp 2 miliar dari Basuki Hariman tersebut. Dengan tertangkapnya PA ini, belum jelas apakah Anggita akhirnya berhasil mendapatkan apartemen seharga Rp 2 miliar tersebut atau tidak...

Penyuapan ini bertujuan agar Patrialis selaku anggota majelis hakim mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 36C ayat 1 dan ayat 3, Pasal 36D ayat 1 dan Pasal 36E ayat 1. Pasal ini dianggap untuk menghidupkan kembali sistim zonayang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 yang telah diputuskan oleh Keputusan MK Nomor 137/PUU-VII/2009 sebelumnya!

***

Kisah ini sebenarnya dimulai menjelang Ramadan tahun lalu. Ketika itu Pemerintah berniat untuk mematok harga daging sapi seharga Rp 80.000/kg. Kebijakan ini kemudian disyukuri para mafia impor sapi yang telah lama "berpuasa." Akan tetapi paket kebijakan ini ditanggapi dingin oleh masyarakat karena, pertama,  daging sapi bukanlah kebutuhan primer masyarakat.Sekalipun harga daging sapi hanya Rp 60.000/kg, tidak lantas membuat masyarakat menyerbu daging sapi! Kedua,Masyarakat membutuhkan daging segar, bukan daging beku impor alot yang tidak jelas asal-usulnya.   

Harga Pasar adalah harga yang terbentuk oleh sinkronisasi antara permintaan dan penawaran. Harga keramat Rp 80.000/kg adalah harga konsep untuk kepentingan konsumen semata, dengan mengabaikan kepentingan peternak. Pedagang tidak mungkin merugi! Pedagang adalah pihak yang mengambil komisi dari setiap transaksi dagang, terlepas dari tinggi rendahnya harga komoditas yang diperdagangkan. Padahal Harga Ideal itu, harus bisa mengakomodir kepentingan semua pihak yang terlibat tersebut agar terjadi harga yang harmonis.

Harga daging sapi sudah lama bertahan diatas Rp 100.000/kg, dan itu adalah harga keekonomian! Harga pembelian daging sapi hidup dari peternak sudah berkisar Rp 45.000/kg. Ditambah biaya transpor dan keuntungan, harga tersebut memang sudah pas. Kalau pemerintah kemudian menyerbu pasar dengan daging sapi impor dengan harga Rp 80.000/kg, lantas apakah yang akan terjadi?

Setiap kebijakan akan selalu berdampak dan menimbulkan efek yang berantai. Untuk itu kita tidak boleh mengabaikan keseimbangan. Kita tidak boleh menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak yang lain. Justru disitulah peran Pemerintah sebagai regulator yaitu agar mampu mengatur keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak.

Para importir Sapi bakalan untuk feedloter (penggemukan sapi) dan importir daging beku top-class seperti jenis sirloin/tenderloin untuk hotel/restoran dan supermarket bukanlah mafia spekulan karena alur bisnis mereka jelas untuk peternak dan konsumen pemakan daging langsung. Akan tetapi para Mafia tidak tertarik pada "alur normal" ini, melainkan kepada Industri daging olahan yang menerima segala jenis daging, segar maupun beku! Bahkan sebagian dari industri tersebut tidak perduli apakah daging tersebut tidak halal ataupun sudah kadaluwarsa!

Pasar industri daging olahan adalah "surga tersembunyi"  Di Luar negeri, jenis daging seperti misalnya usus, telinga, lidah, otak, paru dan jeroan lainnya tidak dikonsumsi manusia. Harga daging jenis ini jelas sangat murah, mungkin berkisar 30.000/kg. Belum lagi daging beku yang mendekati kadaluwarsa, pasti diobral habis.

Harga rata-rata daging sapi hidup dari peternak lokal sudah berkisar Rp 45.000/kg, dengan harga karkas berkisar Rp 88.000/kg. Dengan kondisi begitu, harga pembelian daging sapi lokal jenis terburukpun tidak akan kurang dari Rp 90.000/kg! Bayangkan kalau daging impor itu bisa dibawa masuk kemari....

Tapi ada kendala besar. Indonesia tadinya menganut mazab Country-based. Artinya daging sapi yang di impor harus berasal dari negara yang bebasdari PMK (PenyakitMulut dan Kuku) sapi yang mematikan itu. Namun karena isu kebutuhan daging sapi nasional yang di mark-up dan beleid menurunkan harga daging sapi, mazab itu dirubah menjadi zona-based Artinya daging sapi yang di impor cukup berasal dari zona aman, walaupun negara itu belum sepenuhnya bebas dari penyakit Mulut dan kuku sapi, misalnya seperti negara India!

Akan tetapi yang namanya bisnis di tanah air, siapa yang bisa menjamin semuanya sesuai dengan aturan! Siapa yang bisa menjamin "sarung Bali bukan berasal dari Balige!" Ketika KPK menggeledah kantor Hariman yang memiliki 20 perusahaan impor itu, ditemukan puluhan stempel halal dari berbagai negara serta dokumen palsu pendukung lainnya. Hariman adalah pemain lama dalam bisnis ini.

Masalah perubahan menjadi zona-based inilah yang kemudian diajukan judicial review oleh Dewan Peternakan Nasional ke MK, karena penyakit Mulut dan kuku sapi ini sangat berbahaya. Indonesia bersama Australia dan Selandia Baru adalah negara yang bebas dari PMK, sehingga bisa dengan bebas untuk mengekspor sapi ke seluruh dunia. Sayangnya kita justru masih kekurangan sapi. Untunglah ada "OTT oleh KPK sehingga "paha sapi tersingkap" dan kasus ini pun terungkap...

***

Kabar buruk kini datang melanda dunia peternakan Indonesia. Setelah lama menghilang, kasus antraks kembali terjadi di Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Tiga ekor sapi dilaporkan mati secara mendadak. Antraks merupakan jenis penyakit menular yang dapat membunuh manusia. Sebelumnya pada Januari 2017 lalu, antraks telah menyerang 1 ekor sapi, 4 ekor kambing dan 16 orang di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo. Belum diketahui darimana datangnya antraks tersebut. Tetapi yang jelas ke 16 orang tersebut telah terkontaminasi ketika menyembelih dan atau mengkonsumsi daging sapi yang telah terkena antraks tersebut.

Bukan bermaksud menuduh atau memprovokasi, ada baiknya pemerintah meninjau ulang kembali kebijakan impor daging kerbau beku dari India selama ini. India bukanlah negara Country-based yang seluruh wilayahnya bebasdari PMK.Artinya kita tidak bisa memastikan bahwa daging kerbau beku impor tersebut berasal dari zona aman!

Kasus antraks yang mendadak ini perlu menjadi pertimbangan semua pihak untuk mengkaji ulang impor dari India ini. Sekiranya juga harus mengimpor daging sapi, mengapa tidak dari Australia atau Selandia Baru saja seperti selama ini?

Atau sebaiknya kita mengimpor sapi bakalan saja untuk digemukkan di Indonesia. Dengan demikian kita bisa mendapatkan banyak nilai tambah terutama lewat angkatan kerja di peternakan sapi dan pertanian pakan ternak...

Salam hangat

 Reinhard Freddy Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun