Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Akhir Cerita Papa Minta Saham

30 Agustus 2017   13:57 Diperbarui: 31 Agustus 2017   17:20 7642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: VOA Indonesia

Akhirnya babak pamungkas dari sinetron "Papa Minta Saham" yang telah tayang sejak tahun lalu resmi berakhir kemarin. Pemerintah Indonesia dan Freeport akhirnya menyepakati pelepasan saham Freeport kepada pemerintah Indonesia sebesar 51% dan juga beberapa kesepakatan penting lainnya.

Tiga kesepakatan penting yang akhirnya disetujui oleh Freeport termasuk divestasi 51% saham adalah kewajiban untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian yang harus selesai pada Januari 2022 dan stabilitas penerimaan negara lewat pajak. Selain itu, akhirnya Freeport harus rela "turun pangkat" dari semula mengantungi KK (Kontrak Karya) kini menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)

Dengan KK seperti selama ini, kedudukan Freeport setara dengan pemerintah RI. Tetapi kini dengan IUPK, Freeport menjadi perusahaan biasa yang harus tunduk kepada peraturan perundangan yang berlaku di wilayah hukum RI!

Negosiasi kedua belah pihak selama ini memang sangat melelahkan dan "berdarah-darah" sampai kemudian Freeport tidak berdaya menghadapi keteguhan pemerintah yang kali ini tidak bisa lagi untuk dikadali, baik lewat cara-cara halus maupun ancaman...

Ini memang "pertarungan yang sangat memikat." Pengusaha dengan prinsip-prinsip kepentingan usahanya, berduel dengan harga diri dan kepentingan pemerintah buat menambal APBN-nya!

Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang! Kedua belah pihak kemudian sepakat untuk berbisnis kembali demi kepentingan kedua belah pihak tersebut. "Busines is business" yang tujuannya memang adalah untuk memaksimalkan keuntungan bagi pelakunya. Akan tetapi bisnis juga harus "win-win" dan membuat semua pelaku happy! Ketika ada yang merasa tercederai atau terzolimi, maka kesepakatan harus ditata ulang kembali, agar semuanya bisa happy kembali.

Lantas apakah yang terjadi selama ini? Mengapa pemberitaan Freeport ini sering sampai menyeret-nyeret "harga diri bangsa segala?"   

Sejak jaman Cendana berkuasa hingga jaman kak Emma mencari pisang di kebun, tambang keramat Freeport ini memang bak "Perawan di sarang penyamun" yang selalu menggugah berahi para maling, rampok, calo, mafia dan pemburu rente! Bukan hanya kalangan lokal saja yang berminat, bahkan presiden-presiden USA saja berani menggebrak meja kalau terkait kepentingan Freeport ini.

Tambang keramat ini sudah memakan banyak korban terutama dalam "Sinetron Papa Minta Saham" yang dibintangi oleh Setya Novanto, Sudirman Said, Maroef Sjamsoeddin (Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia) serta sutradara Riza Chalid (The Gasoline Godfather)

Ketika sinetron tersebut membuat DPR terpaksa harus menggulirkan Sidang Kehormatan Dewan, para pemain figuran langsung "ngumpet dibawah panggung" sedangkan sutradara cukup bersembunyi "di belakang layar!"

"Aktor antagonis" Setnov terpaksa lengser keprabon dari kursi ketua DPR untuk sementara waktu. Sedangkan "aktor protagonis" Sudirman Said (sipengadu) turut tersingkir beberapa waktu kemudian gegara ketahuan berganti peran menjadi aktor antagonis di Blok Masela.

Maroef Sjamsoeddin kemudian berpamitan dari Freeport karena skenarionya bersama Sudirman Said lewat rekaman "sandiwara radio" itu ternyata tidak menghasilkan suatu keuntungan bagi Freeport maupun bagi dirinya sendiri bersama Sudirman Said.

Sementara sutradara Riza Chalid jauh hari sudah menghilang tanpa bekas! Maroef Sjamsoeddin akhirnya digantikan oleh Marsekal (purn) Chappy Hakim. Namun kemudian Chappy Hakim terpaksa harus mengundurkan diri juga karena Jonan (Menteri ESDM) memaksakan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) kepada Freeport untuk menggantikan KK. Tentu saja Freeport meradang!

Dalam KK, Kebijakan fiskal proyek bersifat nail down (Tarif pajak tetap sampai akhir proyek) bagi Freeport nail down ini merupakan jaminan investasi yang memudahkan mereka membuat proyeksi keuangan maupun investasi secara keseluruhan dalam jangka waktu panjang.

Pada IUPK, kebijakan fiskal menganut sistim Prevailing (Tarif pajak sesuai dengan Tarif pajak yang berlaku) Dengan sistem ini, Freeport merasa kesulitan membuat proyeksi keuangan/investasi dalam jangka panjang, karena harus menyesuaikan tarif pajak yang berubah-ubah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang bisa saja akan merugikan investasi mereka kelak. Intinya, biaya yang dikeluarkan Freeport kini menjadi lebih besar!

Apapun itu, kali ini Freeport benar-benar berhadapan dengan lawan tangguh, seorang menteri yang penampilannya biasa saja, tidak terlalu istimewa, tetapi koppig dan mempunyai integritas yang tinggi! Frasa "Everybody has a price" sepertinya tidak berlaku bagi orang koppig ini. Tetapi bisnis harus berjalan terus, dan Freeport pun kemudian mengambil langkah bijaksana....

Salam hangat

Reinhard Freddy Hutabarat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun