Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa Seorang Napi... (Bagian 3)

10 Agustus 2017   12:17 Diperbarui: 12 Agustus 2017   10:50 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : detikNews

Tetapi sekarang keadaannya sudah berbeda. Hendra sudah belajar banyak hal, karena orang-orang hanya mau mendengar "apa yang mereka mau dengar!"

Ketika seseorang telah disebut penjahat, maka dia haruslah tetap menjadi seorang penjahat! Media dan orang-orang kepo lalu akan mencari-cari segala kesalahannya, termasuk juga  "kejahatan yang dilakukannya sebelum dia dilahirkan..." Cerita hanya  bisa berbalik kalau seandainya ada berita yang lebih besar lagi mengenai  dirinya. Misalnya sipenjahat tersebut ternyata selama ini diselingkuhi  oleh pacarnya yang penggemar sadomasochism! Atau sipenjahat tersebut ternyata sejak kecil sering digigit oleh anjing pitbull...

Hendra kini berada pada waktu dan tempat yang tepat! Dia tinggal di cluster mewah, bertetangga dengan mantan Gubernur, mantan petinggi DPR, mantan  Dirut Bank atau Penggelap pajak milyaran rupiah. Disini tinggal para  penjahat kelas kakap dan koruptor yang hasil korupsinya bisa memberi  makan sejuta orang di warteg selama seminggu! Walaupun sangat jahat,  mereka itu tetap dipuja dan dikunjungi oleh orang-orang yang bahkan  tidak mereka kenal! Penjahat kelas kakap itu bak selebiti. Entah kenapa  orang-orang sangat tertarik dan tidak bosan-bosan ingin mendengar cerita  tentang mereka itu. Luar biasa.!

Ketika cerita lama terkuak lagi,  lapas segera geger! Ternyata benar Hendra "anak alay" dulu itu adalah  gembong narkoba. Lima tahun anak alay itu berpura-pura gila dan rela  tinggal di sel kumuh dan bau bersama para gembel agar terhindar dari  ancaman Jordan, Dicky dan gembong narkoba lainnya. Ketika itu polisi  juga tidak bernafsu lagi mengejar Hendra terkait hilangnya narkoba para  bandar besar itu. Bandar besar terakhir, Jordan juga sudah tewas bersama  Amir, sipendatang baru. Jadi tinggal Hendra sendirilah yang tahu cerita  sebenarnya...

Sekarang puluhan media lokal dan asing  mengantri untuk mewawancarai Hendra. Sekarang dia punya seorang  sekretaris untuk mengatur urusan dengan media. Tetangganya, pak Hanafi,  seorang pengusaha kakap yang terkena kasus "restitusi pajak palsu"  berbaik hati meminjamkan salah satu sekretarisnya untuk mengurusi hal  tersebut dari kantornya di Sudirman. Itu membuat wawancaranya menjadi  exclusive dan bernilai tinggi.

Ketika salah satu media  dari Sydney bertanya kepada Hendra, apakah dia terlibat dalam perang  antar gangster di Perth baru-baru ini, yang juga melibatkan Triaddari Hongkong itu? Hendra hanya terdiam, menatap tajam kepada siwartawan karena bingung dengan pertanyaan aneh tersebut...

Kemudian jurnalis asing tersebut menulis di artikelnya, "...Alcapone muda itu hanya terdiam, penuh penyesalan atas tragedi berdarah  tersebut, tapi dia berjanji, hanya kepada kami saja, kelak akan  mengungkapkannya kalau waktunya sudah pas..." 

Blessing in disguise...

***

Walaupun seorang napi, Pak Hanafi tetap "ngantor" di lapas ini. Rapat-rapat via Skype,  menandatangani buku cek, selalu dilakukannya secara rutin. Hanafi  bahkan sering memanggil salah satu dari manajernya datang ke lapas untuk  dimaki-maki! Tidak perduli apakah itu malam, subuh-subuh atau kapanpun  dia mau! 

Pak Hanafi seorang "ayah yang baik" Dia baru saja  membelikan anak bungsunya sebuah mobil ferrari baru. Gunawan, bos dari  dealer mobil mewah tersebut menerima pembayarannya di lapas. Bukan itu  saja, Gunawan juga mendapat limpahan rezeki dari orderan tetangga pak  hanafi...

Ironis memang, "jualan" barang-barang mewah itu tidak selalu harus lewat pameran atau launching product di Mall, cukup di lapas saja. Selain biaya pemasarannya rendah, barang  dagangan itu pun tidak pernah ditawar! Hendra juga ditawari Gunawan  dengan potongan harga yang besar. Ya, Gangster Narkoba memang harus naik  Ferrari, bukan Proton!!!

***

Masa berganti, waktu berlalu.  Sepuluh tahun Hendra terpenjara tetapi dia menikmati kebebasan yang luar  biasa melebihi ketika dia berada di alam bebas. Dulu dia bukan  siapa-siapa, tetapi disini orang-orang memanggilnya Ketua, Boss, Al Capone,  atau apa saja panggilan hormat lainnya. Disini orang sangat  menghormatinya bahkan termasuk Ka Lapas sendiri. Disini dia seorang  Legenda, bukan karena dia mau, tetapi karena media dan orang-orang  maunya begitu....

Sejak identitas Hendra diketahui, peredaran  narkoba di lapas pun menjadi teratur dan terkendali. Tidak ada yang  berani berbuat curang atau menipu. Para bandar di lapas juga kini  membayar upeti kepada Hendra lewat sekretarisnya. Mereka mafhum, Hendra  memegang stok sangat banyak. Kalau barang itu dibanjiri ke lapas, maka  harga akan anjlok dan mereka akan mampus. Nama besar Hendra di lapas ini  juga menjauhkan mereka dari para saingan dan incaran para polisi amplop  tukang peras...

Di lapas Hendra tidak perlu berbuat apa-apa.  Kerjanya hanya makan, tidur, ngobrol dan membalas penghormatan orang  lain termasuk sipir. Bagi Hendra semuanya gratis. Pizza, bakmi atau  apapun, semuanya sudah dibayar oleh tetangga! Bagi napi kelas proletar  tempat dimana Hendra dulu bermukim selama lima tahun itu, nama Hendra  sangat dihormati. Orang-orang menyebut Hendra menguasai jaringan narkoba  pada beberapa lapas besar. Dengan menyebut nama Hendra saja, napi  dipastikan akan mendapatkan barang bagus di dalam lapas...

Tetapi  di alam bebas sana, Hendra bukan legenda dan dia juga bukan siapa-siapa!  Kebebasan itu kini telah datang memaksa, mengancam dan bahkan hendak  mengurungnya dengan segala problema kehidupan di alam bebas sana.  Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Air matanya mengalir  membasahi pipinya. Rasa takut yang dirasakannya ketika untuk pertama  kalinya datang ketempat ini, sama seperti yang dirasakannya sekarang  ketika akan meninggalkan tempat ini...

Setelah menenangkan hatinya  dia pun mulai berdoa, ya dia akhirnya mampu berdoa untuk  pertamakalinya. Lalu dia menuliskan doanya itu dalam sebuah surat...

"Tuhan  kasihanilah aku orang jahat ini. Selama dipenjara ini aku tidak pernah  berdoa kepada-Mu karena aku tahu Engkau sangat menyayangiku dan  menempatkanku di tempat yang tepat. Tuhan, untuk itu aku sangat  berterimakasih karena aku memang sangat bahagia disini. Tuhan,  maafkanlah aku atas kelalaianku untuk berdoa selama ini. Tuhan..  izinkanlah aku agar tetap disini, karena diluar sana aku bukan  siapa-siapa dan itu membuat aku sangat takut....

Tuhan, bagiku  disini tidak ada penjahat atau penipu. Tidak pernah aku kehilangan uang,  tidak pernah makananku dirampas. Bahkan aku memperoleh banyak uang dan  makanan berlimpah disini, lebih dari ketika aku berada di luar sana. Di  luar sana aku harus bekerja keras hanya untuk membayar cicilan. Aku  bekerja seperti kuli dan menjilat kepada bos supaya aku dapat duit.  Disini aku tidak perlu berpura-pura dan memikirkan bos, karena aku  adalah bos. Aku bahkan tidak pernah membayar apa-apa pada apa yang  kupakai atau kumakan.

Tuhan aku tahu, teman-temanku itu adalah  penjahat kelas kakap, tetapi mereka melakukan kejahatannya di luar sana,  bukan disini!  Disini mereka menjadi orang yang baik. Tuhan aku juga  tahu, selamanyalah kalau mereka berada di luar sana, mereka akan tetap  kembali menjadi seorang penjahat pula! Ketika mereka keluar, mereka akan  tetap berbuat jahat! Kenapa mereka tidak kembali lagi kesini? Itu  semata karena mereka sudah belajar banyak hal dari pengalaman  teman-teman penjahat di sini.

Kini mereka punya cara dan strategi  ampuh untuk mengelabui kejahatan yang akan dilakukannya lagi. Ketika  mereka tidak kembali, itu bukan karena mereka bertobat tetapi karena  sudah semakin pandai!  Tetapi Tuhan, disini mereka tidak mau berbuat  kejahatan, mereka cuma belajar... Hal-hal itulah yang membuat aku takut  berjumpa dengan mereka diluar sana, walaupun disini mereka sangat baik  kepadaku.

Tuhan, itulah alasanku meminta belas kasihmu agar mengizinkanku tetap tinggal disini, terimakasih ya Tuhan.. Amin"

(Selesai)

Reinhard Freddy Hutabarat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun