Kedua, Konsumen garam.
Kebutuhan garam nasional 2015 diperkirakan sekitar 3,6 juta ton, sementara produksi nasional sekitar 1,7 juta ton (Karena cuaca buruk, untuk 2017 produksinya pasti akan merosot) Dengan memakai "kalkulator Kemendag," kekurangan garam nasional adalah 3,6-1,7 =1,9 juta ton! Dengan memakai kalkulator industri pemakai garamternyata tidak begitu, "karena tidak semua yang bersisik adalah ikan!" Industri membutuhkan garam dengan kadar Nacl di atas 97%. Untuk industri farmasi, seperti misalnya cairan infus bahkan di atas 99% dengan standar keamanan lainnya yang harus terpenuhi, yang tidak bisa disediakan oleh garam pantura berkadar Nacl dibawah 90%
Garam lokal terasa pas untuk garam konsumsi (Kadar Nacl-nya dikisaran 65%) yang konsumsi nasionalnya sekitar 650 ribu ton/tahun. Garam lokal juga masih bisa dipakai untuk industri pengasinan ikan atau pakan ternak. Industri Kimia CAP (Chlor-Alkali Plant) membutuhkan 1,7 juta ton garam (Nacl>97%) Industri aneka pangan dan farmasi membutuhkan setidaknya 600 ribu ton. Jadi setidaknya kebutuhan garam Nacl berkadar >97% (impor) memang ada di kisaran 3 juta ton.Â
Fenomena menarik lainnya adalah ketika pengrajin ikan di Jawa terpaksa menghentikan produksi karena ketiadaan pasokan garam! Ini menunjukkan keadaan sebenarnya di lapangan, bahwa stok garam rakyat memang kosong! Artinya produksi garam memang anjlok karena perubahan cuaca! Produksi garam rakyat smester I (Januari-Juni) mungkin tidak sampai 500 ribu ton! Jadi kalau ada yang mengatakan garam petani menumpuk tidak laku, adalah "isapan jempol semata!" Karena bagi pengrajin ikan asin, selama wujud garam itu masih jelas, sekalipun rasanya sepat dan kurang asin, mereka pasti akan membelinya juga, agar mereka tidak menjadi pengangguran!
Ketiga, Pemerintah.
Kisruh soal garam ini membuat pemerintah kebingungan. Ada tiga pihak terkait yang mengurusi garam ini. Yang pertama adalah KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang mengurusi produksi garam rakyat. Izin impor garam industri juga harus berdasarkan rekomendasi KKP, ini  terkait untuk mengamankan produksi petani garam. Ini juga missing link yang menjadi pemicu efek jeritan tadi! Untuk garam konsumsi jelas kita setuju. Untuk garam industri kebutuhan khusus jelas tidak tepat! Tidak mungkin kita memaksakan garam lokal yang tidak memenuhi persyaratan untuk dipakai menjadi cairan infus di rumah sakit...
Yang kedua adalah Kemenperin (Kementerian Perindustrian) yang bertugas untuk menghitung kebutuhan industri. Soal data kebutuhan ini juga rancu karena tidak ada kebutuhan riil (termasuk kadar Nacl dan spesifikasi tertentu) dari semua industri nasional pemakai garam. Kalau datanya lengkap, tentu saja kita akan mudah membuat perencanaan kebutuhan garam impor yang sebenarnya. Soal data ini, lazimnya di negeri kita sejak dahulu kala, data selalu identik dengan kepentingan sipembuatnya!
Dulu saya mempunyai 4 (empat) buku untuk proyek yang sama. Buku I adalah untuk Pajak (keuntungannya sangat tipis) Buku II untuk Pemegang saham perusahaan (keuntungannya lebih besar dari Buku I) Buku III adalah untuk boss (keuntungannya lebih besar dari Buku II) Buku IV adalah untuk saya sendiri (keuntungannya jelas lebih besar dari Buku III) Saya tersenyum ketika melaporkan ketiga buku tersebut kepada boss. Tetapi boss tertawa terbahak-bahak, karena sebelum menjadi boss, dia juga duduk pada kursi kerja saya yang sekarang...
Yang ketiga adalah Kemendag (Kementerian Perdagangan) yang bertugas untuk mengeksekusi izin impor garam. Setiap terjadi kekisruhan pada tata niaga komoditas seperti misalnya beras, daging, bawang dan lain-lain, yang disalahkan pastilah Kemendag, padahal tugas Kemendag hanya mengeksekusi impor! Siapakah yang seharusnya in-charge pada masalah garam ini? Tentu saja KKP dan Kemenperin, karena masalahnya berada pada mereka!
Keempat, Usulan Solusi.
Dalam hemat saya penanganan garam oleh ketiga kementerian ini justru semakin memperpanjang rantai birokrasi, menambah biaya dan waktu impor garam. Seharusnya harus ada sebuah badan yangin-charge untuk mengurusi garam rakyat ini, dan yang paling tepat tentu saja adalah Bulog. Â Bulog bertugas untuk menyangga garam nasional dengan membeli seluruh garam rakyat dan menyimpannya di gudang. KKP bertanggung jawab untuk program pemberdayaan produksi garam rakyat, agar kelak mutunya bisa setara dengan garam impor.