Teman, Aku sebenarnya tidak ingin menulis surat ini kepadamu karena semua kata-kata yang tersedia tidaklah cukup untuk merayu perhatianmu kepadaku.
Akan tetapi aku harus menuliskannya juga, karena untuk itulah pena dan kertas ini dibuat. Tetapi aku tahu...pena, kertas dan kata-kata ini tidak akan dapat mengelabuimu teman...
karena kamu punya keyakinan mana yang layak mana yang tidak...
karena kamu boleh memilih mana yang tayang mana yang tidak...
karena kamu tahu apa yang tersirat terkadang melebihi daripada yang tersurat...
Teman, mungkin kita membutuhkan sedikit waktu lagi agar bisa menjalin sebuah persahabatan. Tapi, aku ingin kamu tahu apa yang aku rasakan dalam masa perkenalan kita yang pendek ini. Tapi sebelumnya aku ingin berterimakasih untuk waktu-waktu kita bersama, dan untuk semua hal baik yang aku terima darimu.
Aku masih ingat perkenalan kita di awal Mei tahun ini. Mungkin terasa biasa bagimu, tapi tidak bagiku! Ketika kamu menayangkan tulisan pertamaku, sebuah cerpen di kanal fiksi kompasiana, sungguh aku merasa tersanjung. Mungkin ketika itu tak ada yang tertarik untuk membacanya. Tapi tidak mengapa, yang penting cerita itu sudah dituliskan...
Mungkin kapan-kapan ada yang tertarik untuk sekedar melihatnya...
***
Teman... Seiring berjalannya waktu, aku mulai belajar mengenal lingkungan baruku. Membaca tulisan sesama teman, dan bersosialisasi. Tapi aku belajar satu hal. Kanal fiksi ternyata tidak begitu banyak dibaca orang dan kelihatannya berada dalam lingkungan yang eksklusif, terutama sub kanal puisi.
“Kelurahan Fiksiana” adalah kelurahan yang nyaman dan damai sentosa penuh dengan kehangatan dan persahabatan. Disini tak ada yang salah! Cerpen dan Puisi selalu dihargai dan dikagumi, walaupun terasa susah untuk masuk menjadi “Pilihan”.