Tiga orang budeg ketemu di pasar.
“Eh lu baru beli apa Is, koq kayak bau duren ya..?”
“Enggak ah, gua beli duren koq, nih ketauan baunya Ril..”
“Ya elah kirain lu tadi beli duren Is, trus bau duren ini darimana ya..?”
“Ah, budeg amat sih lu Bas, dari tadi pan gua bilangin duren..!”
Ada tiga nama tokoh penting dibalik gegap gempita perhelatan Pilgub DKI 2017. Yang pertama adalah tokoh yang terlibat secara langsung didalam pencalonan, lalu seorang tokoh yang nyaris terlibat pencalonan, dan yang seorang lagi, “tokoh kurang kerjaan” yang gak ada urusan dengan pilgub. Walaupun “orang luar,” tetapi halusinasi tokoh kurang kerjaan ini “membuatnya merasa wajib ” untuk mengatur siapa-siapa saja yang layak untuk dicalonkan menjadi gubernur DKI!
Sebenarnya keterlibatan ketiga tokoh ini diajang pilgub DKI 2017 termasuk mengherankan dan kurang pas, karena “habitat” mereka sebelumnya berada pada tempat yang lebih tinggi.
Jadi keterlibatan mereka diperhelatan ini jelas membuat mereka turun kasta. Pertanyaan pentingnya adalah, apa yang membuat mereka harus mengorbankan “harga diri” untuk terlibat dalam pilgub ini?
Mari kita telaah ketiga tokoh ini dengan seksama, sehinga kita nanti akan mendapat beberapa pelajaran penting dari kehidupan politik mereka.
1. Anies Baswedan
Mantan Rektor dan juga Menteri yang kemudian dipecat oleh Presiden Jokowi ini sebelumnya telah mengikuti konvensi abal-abal Demokrat untuk memilih presiden tahun 2014.
Konvensi “para lelaki tak berdaya” ini ahirnya “Edi Tansil” karena walaupun ada pemenangnya, Demokrat telah memutuskan untuk memilih kader Gerindra, yaitu Prabowo sebagai capres, karena menganggap para peserta konvensi itu “impoten!”
Rasa sakit hati membuat Anies bergabung ke kubu Jokowi. Karena iba, Jokowi ahirnya mengangkat Anies menjadi Menteri. Dua tahun bekerja, prestasi Anies tidak kunjung “memuaskan” mungkin karena dia memang “impoten” atau mungkin terlalu fokus bermimpi untuk perhelatan Capres 2019. Ahirnya Anies pun dipecat.
“Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak” plus “Harapkan burung terbang tinggi, punai ditangan dilepaskan” ini adalah peribahasa paling pas buat Anies. Karena punainya sudah lepas, sementara burungnya entah kemana, Anies pun ahirnya menurunkan target sasaran, yaitu pilgub DKI. Entahlah kalau dia kelak gagal disini, akankah dia mengikuti jejak Ahmad Dhani untuk mengikuti pilkada tingkat dua..? Hanya Anies sendiri yang tahu.
***
2. Yusril Ihza Mahendra
Kalau dibuat film atau serial telenovela tragis, maka kisah perjalanan politik Yusril yang penuh drama dan air mata ini pasti akan ditonton sejuta umat! Awal karir politiknya sangat mengkilap. Menjabat Menteri pada jaman tiga presiden yang berbeda, Ketua Umum partai Bulan Bintang, dan peserta capres dari partai PBB tahun 1999 dan 2004, untuk kemudian berahir sendu.
Karena dipecat pak Beye, dan tak kunjung dipanggil Jokowi masuk kedalam kabinetnya, Yusril pun menurunkan target sasaran dengan mengikuti Pilgub DKI. Yang penting jadi pejabatlah pikirnya. Ini bukan soal uang semata, tetapi lebih kepada untuk mempertahankan marwah Laksamana Cheng Ho tersebut.
Namun pada ahirnya Yusril terjungkal pada saat-saat terahir oleh seorang bocah yang kebetulan juga anak mantan presiden. Rupanya Yusril kena PHP pak Beye! Dulu dia dipecat pak Beye, lalu dia kemudian selalu mengalahkan kebijakan-kebijakan pak Beye lewat PTUN. Setelah keduanya terjungkal, mereka lalu bersekutu untuk melawan Istana.
Namun pada detik-detik terahir, Yusri ditinggalin pak Beye dalam perjalanan ke “Balaikota!”
Tragis memang. Jangankan untuk melawan istana, menuju Balaikota DKI saja Yusril tidak mampu! Ada yang bilang Yusril kena karma. Mungkin sebaiknya Yusril mengikuti jejak Ahmad Dhani saja nyalon di Bekasi, Bogor atau Karawang misalnya. Tapi itu juga, kalau mau disebut merakyat, Yusril harus rajin-rajin makan nasi perang atau nasi campur plus jengkol balado di warteg.
***
3. Amin Rais
Ahirnya kesampaian juga Amin Rais menuntaskan nazarnya berjalan kaki dari Jogja ke Jakarta, walaupun hanya berjalan kaki mondar-mandir dari tempat duduk menuju toilet didalam pesawat Jogja-Jakarta! Itulah sebabnya kemarin dia bersemangat longmarch dari Istiqlal menuju Balaikota untuk berdemo menentang Ahok bersama Habib Rizieq dan FPInya.
Dalang Poros Tengah ini adalah pakar strategi abal-abal, pandai memancing di air keruh dan termasuk banyak bacot, melebihi Ahok! Mencoba strategi “ala Suharto pada 1965” Amin melakukannya pada 1998. Dalam sekejap dia berubah menjadi “Tokoh Reformasi,” pahlawan diatas penderitaan para mahasiswa yang bonyok-bonyok kena pentungan dan injakan kaki aparat itu!
Ambisi jahatnya untuk menjadi presiden ditutupinya dengan menjegal Megawati, lalu menaikkan Gus Dur menjadi presiden, dengan tujuan Gus Dur dibuat menjadi “boneka” yang bisa diatur, dan kelak akan dilengserkannya. Amien pun memilih untuk menjadi ketua MPR.
Akan tetapi Gus Dur kemudian menyebutnya sontoloyo. Karena sakit hati, Gus Dur pun mereka lengserkan. Akan tetapi dia tidak pernah kesampaian menjadi presiden.
Amin lalu mencoba peruntungannya Pada Pilpres 2004, akan tetapi “gatot’ (gagal total) dan sejak itu namanya meredup. Tak ada lagi jabatan yang tersedia buat Amien, sementara “hasrat libidonya tak pernah padam” Ahirnya dia seperti “orang sakaw” yang selalu “memarahin orang lain” Sifat buruknya yang dulu tersembunyi ini ahirnya ketahuan juga. Amien ahirnya dicuekin orang, bahkan dikampungnya sendiri!
Kini sekonyong-sekonyong Amien hadir di Jakarta. Bukannya memberi kesejukan bagi warga, malah dia berduet orasi dengan si Rizieq Rubicon. Lho koq Rubicon. Ya, itu karena Rizieq anti Amerika ini dulu suka pawai naik mobil Rubicon terbuka. Jadi nama Rubicon itu untuk membedakannya dengan Rizieq Lontong, yang berjualan lontong di Senen, atau Rizieq Bajaj, tukang bajaj yang suka mangkal di Otista itu.
Lantas ngapain kakek Amin ini berorasi dengan Rizieq Rubicon diatas truk? Rupanya kakek ini terjangkit penyakit Narsis, Post power syndrome akut. Dia ingin selalu jadi pusat perhatian, tidak perduli pada perhelatan apapun, dan dengan cara bagaimanapun.
***
Ahirnya apa yang dapat kita petik dari perjalanan karir ketiga tokoh diatas?
Yang pertama tentu saja “syndrome mabuk kekuasaan” yang tidak berkesudahan. Hal ini jelas terlihat pada tokoh senior Amin Rais dan Yusril yang belasan tahun malang melintang di puncak kekuasaan. Sudah sepantasnya mereka pensiun dan menikmati hari tuanya dengan keluarga sambil sesekali bercengkerama dengan masyarakat luas.
Awalnya tidak ada yang tahu latar belakang pemberhentian Anies sebagai menteri. Sama seperti Jonan, mereka berdua dianggap cukup baik. Namun pergerakan Anies yang tergesa-gesa dan gegabah, pada ahirnya menunjukkan karakter aslinya. Sekiranya dia tetap “santun”, dia berpeluang untuk menggalang kekuatan pada perhelatan 2019. Kini semua orang memperhatikannya!
Mungkin Anies berpikir Pilgub ini adalah batu loncatan menuju Pilpres 2019. Akan tetapi kini semua orang menganggap dia hanya seorang Avonturir politik, seorang single fighter tanpa dukungan persenjataan, logistik dan kenderaan parpol. Tanpa ketiga kekuatan itu, dia hanyalah bidak semata tanpa punya posisi tawar yang kuat. Anies masih muda, bahkan dia masih bisa bertarung untuk 2024.
Ahirnya KPU DKI telah menetapkan pasangan cagub dan cawagub untuk pilgub DKI 2017.
Tidak ada nama Yusril, Rizal Ramli ataupun Ahmad Dhani sebagai peserta cagub. Nama Anies tertera bersama Sandiaga Uno. Good luck Anies!
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H