Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Test the Water Anies Baswedan

7 Oktober 2016   14:14 Diperbarui: 7 Oktober 2016   20:27 3400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : forums.merdeka.com

“Seekor monyet terlihat akan menyeberangi sebuah sungai. Sejenak dia ragu. Lalu  primata itu melemparkan sepotong kayu kedalam air yang tenang itu. Riak air itu segera membuat buaya-buaya ganas itu memangsa potongan kayu “malang” itu...”

Masa kampanye pilgub DKI belum dimulai, akan tetapi panasnya bara pertempuran sudah mulai terasa. Anies memulai psywar dengan mengeluarkan pernyataan, bahwa sungai di Jakarta menjadi bersih adalah hasil dari rancangan Fauzi Bowo (Foke) bukan Ahok.

Lalu terjadi juga sebuah fenomena unik. Ketika orang lalu menelusuri mesin pencari Google dan mengetik, “Sungai bersih karena Foke” Eh malah Mr.Google mengkoreksi kalimat tersebut dengan sebuah kalimat “pertanyaan dan sekaligus pernyataan” Mungkin maksud Anda adalah: “sungai bersih karena Ahok”

Mungkin tadinya Teman Ahok sedikit mengernyitkan dahi ketika membaca pernyataan Anies tersebut. Akan tetapi ketika mereka menelusuri Google, dan membaca pernyataan Mr.Google tersebut, sontak mereka menertawakan Anies. Dalam sekejab mata, Anies dibully di sosmed!

***

Program yang dimaksud oleh Anies tersebut adalah proyek JEDI, “Jakarta Emergency Dredging Initiative” untuk pengerukan sepuluh sungai besar, satu kanal dan empat waduk. Akan tetapi proyek itu hanya angan-angan saja pada jaman Foke. Barulah pada jaman Jokowi proyek tersebut dilaksanakan, yang lalu kemudian dilanjutkan oleh Ahok.

Akan tetapi proyek JEDI adalah proyek pengerukan, bukan untuk membersihkan sungai! Pembersihan sungai tersebut dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta serta Pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Pasukan Kuning ini bekerja sendirian membersihkan sungai-sungai tersebut, bahkan tanpa bantuan masyarakat!

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan sungai yang bersih. Bukankah sudah seharusnya begitu? Di negara-negara beradab, sungai biasanya bahkan menjadi sarana wisata bagi masyarakat. Di negeri ini tidak ada yang perduli kepada sungai. Itulah sebabnya sungai-sungai kita berubah wujud menjadi “tong sampah” raksasa!

***

Pernyataan Anies Baswedan kemarin tentang “sungai bersih” ini, bukanlah pernyataan asal-bunyi seperti “gaya bunyi Roy Suryo” misalnya. Menarik mencermati gaya komunikasi kampanye Anies ini karena memang sudah diperhitungkannya dengan matang.

Anies Baswedan memakai strategi yang berbeda dengan gaya pesaing Ahok lainnya seperti misalnya, Yusril, Rizal Ramli atau Ahmad Dhani yang memakai metode “gegen pressing” ala Klopp di Liverpool. Metode “pressing abis” begini membutuhkan stamina yang kuat dan kerjasama tim. Karena dianggap egois, tim ahirnya meninggalkan mereka. Karena “impoten” merekapun tak berdaya menghadapi “goyang bor dan goyang gergaji” petahana!

Tahu bahwa petahana sangat kuat, keras dan didukung anak-anak muda, Anies memakai gaya bertarung yang berbeda. Anies mendekati lawan dengan “gaya berkawan”. Anies mencoba “mencitrakan” bahwa keberhasilan membersihkan sungai-sungai di Jakarta itu merupakan program kesinambungan dari beberapa gubernur yang menjabat di Jakarta sebelumnya.

Menurut Anies, Foke telah merancang program sungai bersih ini pada tahun 2009. Kemudian tahun 2012 dilaksanakan oleh Jokowi yang menggantikan Foke. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Ahok yang menggantikan Jokowi. Menurut Anies lagi, inilah bukti bahwa program pemerintah provinsi DKI Jakarta itu selalu berkesinambungan. Jadi tak selamanya ketika gubernur berganti, programnya tidak dilanjutkan.

Pernyataan Anies ini sebenarnya mengandung banyak makna.

1. Anies tidak menyerang Ahok sebagaimana pesaing lain, tetapi tetap memuji Ahok yang telah bekerja keras membuat sungai-sungai di Jakarta menjadi bersih. Dengan kata lain, sekiranya nanti Anies yang terpilih menjadi gubernur DKI, para teman Ahok dan warga tidak usah galau, karena Anies pasti akan tetap melanjutkan program kerja gubernur sebelumnya sebagaimana tradisi para gubernur yang memerintah di DKI Jakarta.

2. Anies berusaha mengeleminir prestasi kerja Ahok dengan mengatakan bahwa prestasi tersebut sebenarnya telah dimulai oleh gubernur-gubernur sebelumnya. Jadi Ahok itu hanya melaksanakan program kerja gubernur sebelumnya yang diteruskan kebawah. Kan bukan Ahok juga yang langsung memunguti sampah dari kali?

3. Metode ini dipakai Anies untuk menjauhkannya dari hujatan para Ahokers, sekaligus berusaha mencuri simpati mereka. Artinya Anies menawarkan prestasi yang sama dengan Ahok. Kalau ternyata sama, lantas mengapa harus memilih Anies? Prestasi yang ditawarkan Anies memang sama, tetapi Anies ini lebih “ramah, anti marah-marah dan halal!”

4. Pada akhirnya dan ini yang paling penting. Ketika Anies melontarkan suatu pernyataan ke publik, Anies bisa melihat bagaimana reaksi masyarakat terhadap pernyataannya tersebut. “Feedback” dari masyarakat tersebut merupakan “masukan yang sangat penting” bagi Tim Anies untuk dapat menganalisa dan merumuskan strategi kampanye yang tepat pada saatnya nanti.

***

Ada yang mengatakan, dalam konteks politik tidak ada yang salah. Pernyataan politik hendaknya disikapi dengan bahasa politik juga. Bahasa politik memakai data, tetapi data yang manipulatif atau sepotong-sepotong dan untuk kepentingan orang tertentu. Tetapi data sering tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Zaman berkembang semakin maju sementara dunia politik kita semakin terbenam menuju neraka jahanam. Para politisi kita terbiasa berbohong, membual, hipokrit dan berkata kotor karena dilindungi stigma “bahasa” dalam konteks politik. Ketika masyarakat berkata miris, “Tidak ada musuh atau lawan abadi, yang ada hanya kepentingan semata” Para politisi itu hanya tertawa saja tidak tahu malu!

Sekarang semuanya terpulang kepada warga. Apakah mereka mau terus dibodohi para politisi tidak tahu malu atau berusaha menegakkan demokrasi dengan konsisten mencari dan mendukung politisi-politisi yang mempunyai integritas dan berjuang untuk kepentingan konstituennya.

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun