Tahu bahwa petahana sangat kuat, keras dan didukung anak-anak muda, Anies memakai gaya bertarung yang berbeda. Anies mendekati lawan dengan “gaya berkawan”. Anies mencoba “mencitrakan” bahwa keberhasilan membersihkan sungai-sungai di Jakarta itu merupakan program kesinambungan dari beberapa gubernur yang menjabat di Jakarta sebelumnya.
Menurut Anies, Foke telah merancang program sungai bersih ini pada tahun 2009. Kemudian tahun 2012 dilaksanakan oleh Jokowi yang menggantikan Foke. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Ahok yang menggantikan Jokowi. Menurut Anies lagi, inilah bukti bahwa program pemerintah provinsi DKI Jakarta itu selalu berkesinambungan. Jadi tak selamanya ketika gubernur berganti, programnya tidak dilanjutkan.
Pernyataan Anies ini sebenarnya mengandung banyak makna.
1. Anies tidak menyerang Ahok sebagaimana pesaing lain, tetapi tetap memuji Ahok yang telah bekerja keras membuat sungai-sungai di Jakarta menjadi bersih. Dengan kata lain, sekiranya nanti Anies yang terpilih menjadi gubernur DKI, para teman Ahok dan warga tidak usah galau, karena Anies pasti akan tetap melanjutkan program kerja gubernur sebelumnya sebagaimana tradisi para gubernur yang memerintah di DKI Jakarta.
2. Anies berusaha mengeleminir prestasi kerja Ahok dengan mengatakan bahwa prestasi tersebut sebenarnya telah dimulai oleh gubernur-gubernur sebelumnya. Jadi Ahok itu hanya melaksanakan program kerja gubernur sebelumnya yang diteruskan kebawah. Kan bukan Ahok juga yang langsung memunguti sampah dari kali?
3. Metode ini dipakai Anies untuk menjauhkannya dari hujatan para Ahokers, sekaligus berusaha mencuri simpati mereka. Artinya Anies menawarkan prestasi yang sama dengan Ahok. Kalau ternyata sama, lantas mengapa harus memilih Anies? Prestasi yang ditawarkan Anies memang sama, tetapi Anies ini lebih “ramah, anti marah-marah dan halal!”
4. Pada akhirnya dan ini yang paling penting. Ketika Anies melontarkan suatu pernyataan ke publik, Anies bisa melihat bagaimana reaksi masyarakat terhadap pernyataannya tersebut. “Feedback” dari masyarakat tersebut merupakan “masukan yang sangat penting” bagi Tim Anies untuk dapat menganalisa dan merumuskan strategi kampanye yang tepat pada saatnya nanti.
***
Ada yang mengatakan, dalam konteks politik tidak ada yang salah. Pernyataan politik hendaknya disikapi dengan bahasa politik juga. Bahasa politik memakai data, tetapi data yang manipulatif atau sepotong-sepotong dan untuk kepentingan orang tertentu. Tetapi data sering tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Zaman berkembang semakin maju sementara dunia politik kita semakin terbenam menuju neraka jahanam. Para politisi kita terbiasa berbohong, membual, hipokrit dan berkata kotor karena dilindungi stigma “bahasa” dalam konteks politik. Ketika masyarakat berkata miris, “Tidak ada musuh atau lawan abadi, yang ada hanya kepentingan semata” Para politisi itu hanya tertawa saja tidak tahu malu!
Sekarang semuanya terpulang kepada warga. Apakah mereka mau terus dibodohi para politisi tidak tahu malu atau berusaha menegakkan demokrasi dengan konsisten mencari dan mendukung politisi-politisi yang mempunyai integritas dan berjuang untuk kepentingan konstituennya.