Kasus rubuhnya JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) dikawasan Pasar Minggu kemarin meninggalkan guratan duka yang mendalam. JPO yang fungsinya untuk membantu “memanusiakan” manusia dari ancaman terjangan kenderaan bermotor yang kejam terhadap pejalan kaki itu, kemudian malah menjadi bumerang dengan “menerjang” manusia yang harus dilayaninya.
Memang sudah begitulah rupanya guratan garis tangan anak negeri ini. Musibah selalu mendahului pola pikir! Lalu terjadilah saling tuduh, Kemudian diahiri dengan permufakatan untuk mencari kambing hitam. Ketika terjadi lagi musibah susulan, barulah semua tergerak untuk mencari solusi. Ketika musibah hanya sekali saja, semua lalu beranggapan bahwa hal itu adalah semata cobaan dari Atas, sesuai dengan kehendak-Nya...
Di Jakarta ada ratusan JPO yang dipakai masyarakat sehari-hari untuk meyeberang. JPO Pasar Minggu adalah representatif dari seluruh keberadaan JPO yang ada di DKI! Penyebab utama dari bencana tersebut adalah BILLBOARD yang menempel pada pagar jembatan tersebut! Dimensi billboard iklan yang terlalu besar sehingga menutupi seluruh JPO, sangat rawan ambruk ketika terjadi hujan dan angin yang sangat kencang.
Mari kita amati beberapa hal penting menyangkut JPO ini.
1. Pemilik JPO
Dishub DKI adalah pemilik dan penanggung jawab dari keberadaan JPO ini. KadisHublah yang “In-charge” untuk pengadaan dan pemeliharaan/perawatan JPO ini, bukan saja untuk keselamatan dan kenyamanan masyarakat pengguna JPO tersebut, akan tetapi juga bagi keselamatan dan kenyamanan lalu lintas dibawah jembatan tersebut!
JPO harus diperiksa dan dirawat secara berkala terutama pada karat dan sambungan las. Bagian JPO yang paling rawan itu terutama pada pijakan anak tangga, railing dan lantai jembatan yang biasanya terbuat dari pelat bordes. Banyak pihak yang berkompeten sering abai terhadap “gaya angin” dan juga getaran dari kenderaan yang berpengaruh terhadap bagian dari JPO itu sendiri. Itulah sebabnya JPO harus rutin diperiksa!
2. Pemprov DKI
Billboard iklan yang terpasang pada seluruh badan JPO tentulah atas seijin Pemprov DKI cq Dinas terkait, karena Pemprov DKI memperoleh pendapatan dari iklan yang terpasang dan sekaligus juga sewa tempat untuk berdirinya iklan tersebut (pada pagar JPO)
Bisa dipastikan Dinas terkait ini tidak akan berkoordinasi/berkonsultasi dengan Dishub selaku pemilik JPO, maupun kepada Dinas PU/Pihak Teknis terkait untuk meminta pendapat teknis sehubungan dengan penempatan billboard iklan pada pagar JPO.
Ada juga kemungkinan permainan luas bidang iklan billboard yang berhubungan dengan jumlah biaya yang harus dibayar pihak advertising. Bisa saja biaya retribusi yang dibayar untuk 25 m2 misalnya, akan tetapi terpasang dilapangan adalah sebesar 50 m2. Atau luas izin hanya 10 m2, akan tetapi dilapangan luasnya mencapai 30 m2.