Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sri Mulyani Indrawati, Kembalinya Sang Kembang Century

30 Juli 2016   18:50 Diperbarui: 30 Juli 2016   18:52 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto :www.dailystar.com.

Diantara “Kumbang dan Kembang” Reshuffle Jilid II, ada satu nama yang membuat saya awalnya mendelikkan mata, lalu kemudian tersenyum simpul, dan menganggukkan kepala tanda paham dan bisa menerimanya. Dialah yang bakalan menjadi kembang diantara para Srikandi kabinet Jokowi, selain Susy Pudjiastuti. Kembang itu bernama Sri Mulyani Indrawati.

Nama Sri Mulyani Indrawati (SMI) tak kurang kontroversialnya dengan nama Rizal Ramli (RR)  bukan karena prestasinya, akan tetapi karena “reputasinya” Pernyataan ini bukan bermaksud merendahkan SMI dan RR, karena pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang sangat pintar dan kapabel dibidangnya, yaitu perekonomian. Hal itu terbukti dengan pengalaman mereka dipilih oleh dua presiden RI yang berbeda untuk duduk dikabinet mereka.

Akan tetapi pintar saja tidak akan cukup untuk menjadi seorang pemimpin di negara ini. Tulisan ini juga tidak bermaksut untuk menceritakan kepintaran mereka, karena sudah banyak buku-buku yang menulis buah pikiran mereka yang hebat itu. Tulisan ini mencoba melihat sisi kontroversial, bukan untuk memojokkan, akan tetapi seperti menunjukkan sebuah cermin yang merefleksikan bayangan orang yang berada didepannya, dan itu berlaku universal bagi semua orang.

Sisi kontroversial SMI yang jagoan Ekonomi itu, lebih kepada “dampak Politis dari kebijakan Ekonomi” yang diambilnya. Integritasnya sebagai politisi dalam kapasitasnya sebagai seorang Menkeu yang menyatakan Krisis Century bisa berdampak sistemik kepada dunia perbankan Indonesia, jelas membuat banyak pihak tercengang. Memang Kebijakan Ekonomi terkadang  dipengaruhi oleh Kebijakan Politis, dan itu berlaku diseluruh dunia.

Hal itu membuat banyak pihak bahkan SMI sendiri meratap. Kebijakan Politis itu kemudian “melindas harga dirinya sebagai seorang Ekonom!” Tapi SMI tidak sendirian, dia cuma beruntung bisa pergi menjauh, tidak seperti temannya yang terpaksa harus “menutup mata” ketika melihat bayangan dirinya ketika bercermin dipagi hari.

***

Itu adalah cerita masa lalu. Yang lalu biarkanlah berlalu. Kini adalah masa depan yang cerah ceria, penuh tantangan dan hasrat yang sangat menggoda. Tidak ada lagi tekanan politis, tidak perlu menjilat, tidak ada lagi bisik-bisik. Yang jujur, humble dan pekerja keras akan dipuji. Yang malas, banyak bacot dan perusuh akan ditendang. Aturan main dikabinet ini sederhana, transparan dan terukur. Raport dinilai dari prestasi bukan dari “penampilan dan tatto”

Kini semuanya terpulang kepada SMI untuk memulai lagi segala sesuatunya dengan lebih baik dan benar. Dulu dia harus pergi dengan berurai air mata dan menanggung kesedihan sendiri.

Kini tekanan terbesar bukan berasal dari luar, tetapi dari dalam diri sendiri. Karena selama dia jujur dan benar, “Bossnya” akan selalu berdiri didepan untuk membelanya seperti yang telah ditunjukkan oleh Boss barunya terhadap Menteri BUMN.

***

Setelah membahas sedikit masa lalu dan prospek masa depan SMI, kini pertanyaan bergeser ke Istana, Ada apa gerangan dengan pemilihan SMI ini? Kita tidak mengetahui persis apa yang terjadi dan tak mungkin juga akan diberitahuhkan. Oleh sebab itu kita harus mencari tahu sendiri dengan segala keterbatasan untuk memahami fenomena ini dengan beberapa pendekatan.

Pertama, Pendekatan Politis.

Walaupun pintar, RR jarang disukai karena dia “nyinyir” dan suka “mencuri panggung” Akan tetapi karena strategi dan kebutuhan taktis, RR dimasukkan kedalam kabinet. Posisinya sebagai Menko Kemaritiman, bukanlah tanpa dasar. Tugasnya adalah membuat “Kegaduhan Artifisial” yang bersifat sementara, yaitu untuk memperjelas antara “Padi yang berisi dan Padi yang kosong”

Pada awalnya RR sukses menjalankan tugasnya dengan sangat baik, sehingga membuat banyak orang “berhati-hati untuk melangkah agar tidak keluar dari jalur yang sudah ditentukan oleh Boss” Namun sebagaimana lazimnya, RR cenderung kebablasan. Karena terlalu “nyinyir” dan gaduh, ia malah menimbulkan keresahan bagi semua pihak, sehingga tugasnya menjadi gagal.

SMI terasa pas untuk menggantikan RR karena mereka sama-sama orang pintar dan kapabel. Lalu bagaimana SMI memainkan peranannya? Semua orang dikabinet dan pemerintahan mengetahui masa lalu SMI. Ketika SMI hadir kembali didalam kabinet, tentu semuanya mafhum bahwa dikabinet itu hanya ada dua peraturan. Peraturan pertama, Boss itu tidak pernah salah. Peraturan kedua, kalau Boss salah, balik lagi ke peraturan pertama.

Penunjukan SMI ini, bukan hanya untuk “mengingatkan” para “cabin crew” kabinet dan “kalangan Istana” sendiri, tetapi juga Senayan, terlebih PDIP dan orang-orang yang suka meremehkan Penguasa Istana. Kalau RR harus “nyinyir” dulu agar “Pihak-pihak yang berseberangan” gerah, maka kehadiran SMI tanpa harus nyinyir sudah cukup membuat Pihak-pihak yang berseberangan lebih berhati-hati.

Dulu ada cerita menarik. 6 oktober 2008 Tim kecil menemui Presiden untuk membahas urgensi “Blanket Guarantee” Seminggu kemudian Tim kecil itu mencoba meyakinkan Wapres, akan tetapi Wapres menolak.

20 Nopember 2008 Rapat kabinet yang dipimpin oleh Wapres tidak membahas soal Bank Century, dan menyimpulkan Fundamental perekonomian Indonesia masih solid.

Pada waktu yang bersamaan Rapat Dewan Gubernur BI menetapkan Century sebagai Bank gagal yang bisa berdampak sistemik. Esok harinya pada 21 Nopember 2008 SMI sebagai ketua Komite Stabilitas Sistim Keuangan (KSSK) menyimpulkan Century berpotensi sistemik dan penanganannya diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Kita tidak tahu persis apakah Menkeu yang juga ketua KSSK mengikuti Rapat Kabinet bersama Wapres 20 Nopember 2008 atau tidak?

Konon katanya menurut kabar burung, RR itu seperti “pasir didalam sepatu” sehingga membuat Wapres kurang nyaman kalau berjalan. Wapres pun senang ketika RR dicopot, karena memang tidak pernah suka kepadanya. Tapi Wapres yang dulu itu juga konon menurut kabar burung tidak suka kepada “perangai’ SMI ketika itu. Tapi saya baru sadar, Wapres sekarang ini adalah Wapres yang dulu itu juga. Jangan jangan... ah saya tidak suka berspekulasi...

***

Kedua, Pendekatan Ekonomis.

Pembangunan infrastruktur yang tinggi diseluruh Indonesia sangat berpengaruh kepada APBN, apalagi target penerimaan pajak ternyata meleset dari yang ditargetkan. Ini tentu sangat menghawatirkan, sehingga alternatif untuk menambal APBN tentu saja salah satunya dengan Pinjaman Luar Negeri.

Akan tetapi berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya, beberapa waktu yang lalu dalam konfrensi Asia-Afrika, Jokowi mengkritik sangat keras IMF dan Bank Dunia. Walaupun bergelar Bank Dunia, bank tersebut tak ada bedanya dengan bank komersial, dan hanya laku di negara-negara berkembang saja. Hal itu membuat semua tercengang dan takut kalau-kalau   RI nantinya tidak akan mendapat pinjaman lagi.

Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Presiden Kelompok Bank Dunia, Dr. Jim Yong Kim, buru-buru sowan ke Istana, dan terang-terangan menawarkan pinjaman hingga US$ 11 Milyar, sebuah angka yang fantastis. Dr. Jim Yong Kim bahkan dengan berkelakar mengatakan, 20 tahun yang lalu ketika sebagai seorang aktivis, dia juga menutut agar Bank Dunia ditutup!

Oh.. ternyata “kalau berbeda duduknya, berbeda juga suaranya....”

Tapi “orang-orang sirik” mengatakan Jokowi sok jual mahal. Dulu mengkritik Bank Dunia, tetapi sekarang mau juga menerima pinjamannya. “Orang-orang sirik” itu lupa, Kalau tukang kredit yang mendatangi kita, pastilah bunga dan persyaratannya akan lebih “ramah” bila dibandingkan kalau kita yang memohon pinjaman kepada mereka! Kini setelah eks Direktur pelaksana Bank Dunia itu menjadi Menkeu, semuanya pasti akan lebih mudah.

Menkeu yang lama sudah berhasil “membidani” Tax Amnesty, dan dana luarpun sudah mulai masuk. Akan tetapi, walaupun sama-sama dokter, kini Tax Amnesty itu butuh “Dokter Anak, bukan Dokter Kandungan” karena Dokter Anak lebih paham “membesarkan” seorang anak daripada seorang Dokter Kandungan. Tugas SMI memang untuk membesarkan Tax Amnesty.

***

Ketiga, Pendekatan Psikis

Kesempatan Kedua selalu ditunggu semua orang. Tak ada seorangpun yang meragukan kinerja orang-orang yang mendapat kesempatan kedua. Berbahagialah orang yang mendapat kesempatan kedua. Berbahagialah orang yang memberikan kesempatan kedua bagi orang lain, agar supaya orang lain tersebut dapat membahagiakan dirinya sendiri....

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun