Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Namaku Saraswaty

10 Juli 2016   15:13 Diperbarui: 10 Juli 2016   15:20 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ada dua hal yang kusesali dalam hidup ini. Mencintai orang yang mengabaikanku... dan mengabaikan orang yang mencintaiku!”


Namaku Saraswaty, seorang janda dengan satu anak berumur enam tahun. Suamiku meninggalkanku begitu saja, pergi dengan wanita lain. Aku penyandang tuna-netra. Yah, aku orang buta. Aku tidak mengenal orangtuaku, karena aku adalah anak haram dari hasil hubungan gelap! Saat baru lahir, aku ditinggalkan begitu saja oleh ibuku di sebuah panti asuhan yang kemudian merawatku. Ketika aku berumur tujuh  tahun, penglihatanku semakin gelap, dan ahirnya gelap sama sekali!

Kemudian aku berpindah tempat ke sebuah panti asuhan tuna-netra. Kehidupan di panti asuhan tuna-netra sangat menyenangkan dan membahagiakan. Kami bermain, bernyanyi dan tetap belajar seperti anak-anak yang lain. Kami menulis dan membaca dengan huruf “Braille”

Kata pak Theo, kami adalah anak-anak yang berbahagia, karena kami dapat membaca kapanpun kami mau, walaupun sambil menutup mata!

***

Aku pertamakali jatuh-cinta kepada Lukas ketika kelas tiga SMA. Lukas adalah temanku satu asrama. Ia anak yang baik, sopan dan sayang kepadaku. Aku sering meraba wajahnya. Memegang hidungnya yang mancung dan mengelus rambutnya, untuk membayangkan wajahnya yang mungkin ganteng.

Setiap hari sabtu, sama seperti anak-anak yang lain, keluarga Lukas datang berkunjung. Ibunya sangat baik, dan sering memberi makanan kepadaku. Selama di asrama tidak pernah ada yang mengunjungiku, karena aku tidak mempunyai keluarga!

Ketika lulus SMA, Lukas pergi ke Jakarta untuk sekolah theologia, sedangkan aku bekerja di satu LSM sosial sambil les organ dan latihan vocal pada mas Tony, pemain musik di gereja dan pekerja di LSM itu. Mas Tony tinggal dilantai tiga kantor LSM tersebut.

Tanpa terasa sudah dua tahun berlalu, dan sekarang aku jatuh cinta dan sayang kepada mas Tony, dan tidak tertarik lagi pada surat-surat Lukas. Aku dan mas Tony kemudian berpacaran. Suatu kali mas Tony mendesakku untuk operasi mata, karena ada program operasi mata secara gratis dari donatur. Aku sedikit ragu. Aku lebih suka dengan keadaanku sekarang, karena aku melihat segala sesuatunya dengan “hati dan pikiranku

 

Kata pak Theo, dunia itu terkadang sangat kejam dan buruk, dan aku takut melihat kalau sekiranya wajah mas Tony itu jelek.!  Setelah operasi, mataku tetap tidak dapat melihat, hanya dapat melihat bayangan samar saja, itu pun dalam cahaya yang terang, tapi itu cukup membuatku bahagia.

***

Kejadian itu terjadi sangat cepat! Ketika itu sehabis latihan vocal, kepalaku pusing. Aku berbaring di kamar mas Tony, dan kemudian tertidur. Aku dalam keadaan setengah sadar ketika semuanya terjadi! Aku hanya bisa menangis. kemudian mas Tony menenangkanku.

Dua bulan kemudian karena aku hamil, kami ahirnya menikah secara sederhana. Orangtua mas Tony tidak mau merestui pernikahan kami. Malahan mereka kemudian menghina dan memusuhiku karena aku orang buta dan anak haram!

Setelah menikah, sikap mas Tony menjadi berubah, tidak seperti dulu lagi. Tidak ada lagi kata sayang, tidak ada lagi canda tawa. Yang ada hanya kata-kata penyesalan dan dia menuduhku menjebaknya. Hal itu membuatku sangat sedih dan kecewa.

Bagaimana mungkin orang buta menjebak orang melek! Aku bahkan tidak pernah tahu warna kulitku sendiri! Kehadiran putra kami pun, tidak juga membawa perubahan pada diri mas Tony. Bahkan sebaliknya, dia tidak pernah perduli kepada kami berdua.

Semakin lama keadaan rumah tanggaku semakin memburuk. Mas Tony sering tidak pulang kerumah dan ahirnya dia dipecat dari kantornya.

Terkadang aku lebih suka mas Tony tidak ada dirumah. Kehadirannya sering membuat aku dan anakku menjadi takut karena ia sering marah-marah kepada kami. Kalau dirumah, dia hanya makan, tidur, lalu berganti pakaian dan kemudian pergi. Aku hanya bisa bercerita kepada Lukas, dan hanya dia yang selalu berusaha menghibur dan mendoakanku.

***

Setelah dua tahun jarang pulang, ahirnya mas Tony datang sambil membawa surat cerai.

Dia mau kawin lagi, dan aku terpaksa merelakannya. Dihatiku dia sudah lama tidak ada, tetapi aku takut pada Tuhan. orang yang dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh bercerai!

Sesudah bercerai, aku kembali lagi ke panti asuhan tuna-netra tempatku dulu. Pak Theo memintaku untuk menjadi wakilnya mengasuh panti tuna-netra tersebut. Kata beliau, seorang tuna-netra tidak dapat melihat, tetapi dapat “membaca dikegelapan”, dan hanya mereka itu yang dapat membimbing secara tepat orang-orang yang membaca dikegelapan!

***

Tiga tahun berlalu di Panti tuna-netra. Ahirnya aku menemukan kebahagian ditempat aku dulu merasakan kebahagiaan itu. Lukas kemudian kembali lagi ke panti tuna-netra, untuk menggantikan pendeta Thomas yang akan segera pensiun.

Pada suatu malam aku berpapasan dengan Lukas persis disamping menara air. Dia lalu memegang jari tanganku dengan lembut dan berkata kepadaku bahwa ia ingin melamarku menjadi isterinya. Ditempat itulah dahulu untuk pertamakalinya aku meraba wajah Lukas!

Aku tertegun dan tak mampu berkata-kata. Aku tak mampu menerimanya. Aku cuma anak haram,  tuna-netra dengan hati membeku! Aku sudah lama mematikan “rasa” itu karena tidak akan sanggup menahan kepahitannya, kalau terulang lagi! dan aku tidak akan punya seseorang lagi untuk berbagi air mata kelak!

Tetapi Lukas bersikeras dan berkata, “Saras, hanya untuk sekali aku jatuh cinta dan itu untuk selamanya dan hanya kamu yang selalu ada dihatiku, dari dulu dan sampai kapanpun. Sekiranya kamu sekarang belum mau menjawab, tidak apa-apa, aku tunggu bulan depan, atau tahun depan atau sepuluh tahun lagi”

Sekarang aku menjerit dan memeluknya sambil menangis! Sudah terlalu lama aku tidak bisa menangis, karena tidak punya air mata lagi!  Sekarang aku bisa menangis dengan bahagia. Aku sekarang meraba wajahnya, meraba hidungnya yang mancung dan mengelus rambutnya.

Terimakasih ya Tuhan, hanya satu permohonanku, izinkan aku setiap hari meraba wajah itu dan jangan pernah celikkan mataku!

“Jika Tuhan mengizinkan seorang manusia melalui suatu lembah... maka Dia juga akan memampukan manusia tersebut untuk melewatinya”

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun