Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Namaku Saraswaty

10 Juli 2016   15:13 Diperbarui: 10 Juli 2016   15:20 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesudah bercerai, aku kembali lagi ke panti asuhan tuna-netra tempatku dulu. Pak Theo memintaku untuk menjadi wakilnya mengasuh panti tuna-netra tersebut. Kata beliau, seorang tuna-netra tidak dapat melihat, tetapi dapat “membaca dikegelapan”, dan hanya mereka itu yang dapat membimbing secara tepat orang-orang yang membaca dikegelapan!

***

Tiga tahun berlalu di Panti tuna-netra. Ahirnya aku menemukan kebahagian ditempat aku dulu merasakan kebahagiaan itu. Lukas kemudian kembali lagi ke panti tuna-netra, untuk menggantikan pendeta Thomas yang akan segera pensiun.

Pada suatu malam aku berpapasan dengan Lukas persis disamping menara air. Dia lalu memegang jari tanganku dengan lembut dan berkata kepadaku bahwa ia ingin melamarku menjadi isterinya. Ditempat itulah dahulu untuk pertamakalinya aku meraba wajah Lukas!

Aku tertegun dan tak mampu berkata-kata. Aku tak mampu menerimanya. Aku cuma anak haram,  tuna-netra dengan hati membeku! Aku sudah lama mematikan “rasa” itu karena tidak akan sanggup menahan kepahitannya, kalau terulang lagi! dan aku tidak akan punya seseorang lagi untuk berbagi air mata kelak!

Tetapi Lukas bersikeras dan berkata, “Saras, hanya untuk sekali aku jatuh cinta dan itu untuk selamanya dan hanya kamu yang selalu ada dihatiku, dari dulu dan sampai kapanpun. Sekiranya kamu sekarang belum mau menjawab, tidak apa-apa, aku tunggu bulan depan, atau tahun depan atau sepuluh tahun lagi”

Sekarang aku menjerit dan memeluknya sambil menangis! Sudah terlalu lama aku tidak bisa menangis, karena tidak punya air mata lagi!  Sekarang aku bisa menangis dengan bahagia. Aku sekarang meraba wajahnya, meraba hidungnya yang mancung dan mengelus rambutnya.

Terimakasih ya Tuhan, hanya satu permohonanku, izinkan aku setiap hari meraba wajah itu dan jangan pernah celikkan mataku!

“Jika Tuhan mengizinkan seorang manusia melalui suatu lembah... maka Dia juga akan memampukan manusia tersebut untuk melewatinya”

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun