Mari kita telusuri lebih jauh fenomena pilgub DKI 2017 ini. Proses pemilihannya jelas dua tahap. Tahap pertama adalah pemilihan calon, baik lewat parpol maupun lewat Independen. Tahap pertama inilah yang bikin “gegana” (gelisah galau merana) terutama bagi Yusril yang merasa peluangnya paling besar untuk bisa menyaingi Ahok.
Pada awalnya orang menganggap Yusril akan bisa mempecundangi Ahok, apalagi dia adalah mantan menteri, dan juga pengacara kondang. Gebrakannya “melancong” ke pasar, makan di warteg dan “berceramah” di Luar Batang dan Pondok Cina, plus dukungan Public Relation di sosmed, membuat jantungan para Teman Ahok. Akan tetapi fakta dialam nyata berbicara lain. Di DKI Yusril bukan siapa-siapa! Walaupun Yusril itu profesor Hukum dan mantan menteri, dibidang politik, dia bukanlah siapa-siapa, bahkan untuk kalangan “DPD” Parpol!
Manuver Yusril terlalu “kacangan” dan mudah ditebak. Dia seperti “Hodgson, yang meramu timnas Inggris kemarin” Yusril pagi-pagi sudah bermain diranah hukum. Itu jelas terbalik! Seharusnya dia bermain di ranah politik dulu ala “pantun Belitung” tanpa harus berpolemik dengan siapa-siapa! Sesudah punya “kontrak pasti” lewat dukungan parpol, baru langsung menggebrak curi start lewat isu-isu ranah hukum! Isu-isu ini pasti menarik perhatian warga, apalagi Yusril memang jagoannya dibidang ini!
Kini beredar rumor. Yusril kurang disukai parpol karena dia terlalu ambisius dan tidak mewakili kepentingan parpol pengusung. Akan tetapi sejujurnya, itu cuma “Ngemeng-ngemeng kosong doang!” Bukankah semua Gubernur, Walikota, Bupati dan anggota Dewan terhormat yang masuk bui itu adalah petugas dan pengurus partai yang mewakili kepentingan partainya untuk menjarah uang rakyat? Semua anggota dewan yang masuk bui gara-gara menjadi maling, adalah orang partai politik!
Semua parpol itu sebenarnya berharap Ahok akan maju lewat jalur independen. Dengan demikian, tidak perlu lagi “malu-malu” untuk menjual tiga slot Cagub yang tersedia. Kalau tidak mubazir dong slot itu dibiarkan menganggur! Satu slot sudah dipastikan tidak akan dijual Gerindra, karena mereka akan memakai sendiri slot itu, demi penuntasan dendam kesumat kepada si “anak durhaka!”
Lah bagaimana dengan PDIP. bukankah mereka punya slot otomatis sendiri? Melihat dinamika yang berkembang di masyarakat dan kalkulasi untung rugi poros “Jawa tengah-Surabaya” maka kelihatannya DPD akan “menjual separuh” kursi. Separuhnya lagi akan diisi oleh kader partai terbaik. Apakah kader partai tersebut akan menjadi orang nomor satu atau nomor dua, akan disesuaikan dengan dinamika yang berkembang di masyarakat.
Berarti Yusril gak usah cemberut dulu dong! Lah memang iya! Yusril lah yang paling dilirik oleh semua parpol, karena mereka tahu, Yusril adalah orang yang “paling napsu!” menjadi Cagub. Mereka itu memang sengaja “memalingkan muka” dari Yusril, tetapi sambil “menyingkap paha!” agar maharnya mahal! Ah sayang sih, bang Yusril salah strategi, jadinya semua ongkos menjadi lebih mahal.
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H