Pasangan Ahok dan Heru sudah memutuskan Pilgub 2017 melalui jalur Independen. Sementara itu para penantang petahana sibuk berkampanye menarik perhatian publik dengan kampanye anti Ahok. Lalu bagaimana dengan Parpol? Walaupun masih bisa berubah mengikuti “dinamika” perkembangan di masyarakat, sebagian Parpol sudah memberikan sinyal baik secara tersurat maupun tersirat kepada masyarakat.
Tentulah sikap parpol ini mengikuti kaidah “kepentingan semata!” Yang “gurem” dan “kurang cakep untuk dilirik para cagub” cepat-cepat memberikan dukungan kepada petahana. Tentulah imbal baliknya bukan semata dari petahana saja, melainkan dari “empati” masyarakat penggemar petahana Non-parpol ini untuk pemilu yang akan datang. Berita tersirat datang dari Setnov untuk mendukung Petahana, yang juga mantan “teman bermainnya” sewaktu di Senayan!
Parpol itu mendukung , karena merasa sikap petahana itu jujur, berani dan dianggap mumpuni untuk memimpin DKI lagi. Alasan itu terdengar klise. Alasan sebenarnya adalah, mendukung atau tidak mendukung petahana, tidak akan berpengaruh terhadap pencalonan petahana itu sendiri. Itulah sebabnya mereka cepat-cepat mengeluarkan dukungannya kepada petahana, karena manfaatnya lebih besar buat mereka. Parpol memang harus “pandai-pandai menitih buih” Itulah sebabnya mereka disebut Partai politik!
Yang menarik untuk dicermati tentu saja peran PDIP sebagai partai mayoritas di DKI, dan manuver Gerindra yang sangat mempengaruhi percaturan didalam proses Pilgub tersebut. Walaupun berseberangan pada Pilpres kemarin, tidak tertutup kemungkinan PDIP dan Gerindra akan bersekutu pada saat-saat ahir, mengikuti perkembangan “dinamika” di masyarakat.
Proses pencalonan Ahok lewat Independen jelas menohok PDIP, apalagi sebelumnya Ahok sempat mendesak PDIP agar secepatnya mendukung Jarot sebagai Wagub. Demikian juga dengan Gerindra yang menganggap Ahok sebagai “anak durhaka” Dapat dipastikan pada Pilgub DKI 2017, PDIP dan Gerindra akan “mati-matian” mengganjal Ahok, karena ini memang pertaruhan harga diri antara “David dan Goliath” Anak tengil lawan Parpol-parpol Raksasa.
Yang paling menarik tentu saja adu strategi diantara para pelakon cagub ini. Ahok strateginya sangat sederhana. Amunisi utamanya adalah “Laskar Rakyat” dengan “Multi purpose self-logistic combat” Bergerak sendiri dengan kekuatan sendiri secara terintegrasi tanpa dukungan “artileri udara/laut dari pusat”
Para intelektual muda ini bergerak sangat mobile, lentur, dan menjauhi konflik yang tak berguna.
Mereka mampu menarik perhatian dan dukungan masyarakat. Gerakan mereka selalu didukung oleh data dan hasil survey. Kebenaran dari hasil survey ini, tentu saja wajar untuk diperdebatkan. Akan tetapi terlepas dari metodelogi samplingnya, hasil dari survey dan pekerjaan anak-anak tersebut, sangat besar pengaruhnya terhadap petahana!
Ahirnya petahana dan “pasukan elit tempurnya” leluasa fokus kepada pekerjaannya. Mereka tak perlu khawatir akan kekurangan dana operasional dan ancaman langsung ke “pusat kendali”
Selain mobile dan independen, “operasi” anak-anak ini adalah misi terpadu, dimulai dari penjaringan, dukungan logistik, hingga ke ujung target, Bilik suara!
Yang menarik juga untuk disikapi adalah strategi para penantang petahana. Mereka kompakan mengusung strategi dan gaya yang sama, yaitu dengan memakai isu RS Sumber Waras, Pasar Ikan, Luar Batang dan proyek reklamasi Teluk Jakarta untuk memojokkan petahana. Gaya ini dipopulerkan oleh Yusril, yang kemudian diikuti oleh kandidat-kandidat lain. Warga kemudian dijejali dengan ribuan informasi, “miring kekiri dan miring kekanan!” Semua menepok jidat! Informasi mana yang benar?
Kata orang, kini kebenaran itu tergantung kepada kepentingan! Bagi yang bukan warga DKI, mungkin isu ini diabaikan saja. Biarkan saja yang pro dan kontra mencari kebenarannya masing-masing. Bagi yang merasa penting... gampang saja! Tutup mata dan telinga. Tanya suara hati. Apa yang dibisikkan oleh hati itulah mungkin kebenarannya. Hati tidak selalu benar, terkadang juga salah. Tetapi yang sebenarnya, hati itu tidak suka berbohong...
Lalu apa strategi PDIP dan Gerindra? PDIP sadar bahwa tidak ada Balon yang mampu menandingi petahana. Jalan terbaik adalah dengan “mengimpornya” dari Jateng atau Surabaya. Surabaya terasa lebih pas! Nanti akan terasa pas kalau disandingkan dengan Wagub sekarang karena mereka adalah “kader” PDIP sejati.
Bagaimana dengan Gerindra? Cawagub utama adalah Sandiaga Uno. Isu terbaru Sjafrie Sjamsoeddin akan turun gunung. Konon dulu dia digandrungi ibu-ibu ketika menjabat Pangdam Jaya. SBY juga begitu. Dulu dia juga digandrungi ibu-ibu. Kini semuanya terasa pas. Mereka sama-sama Jenderal, ganteng, dan digandrungi ibu-ibu. Who knows... yang “pas” kadang bisa menjadi pembeda.
Lalu kemana Yusril? Apalagi Ahmad Dhani dan Adhyaksa Dault sudah lama tak terdengar lagi rimbanya. Kasihan Yusril yang selama ini tanpa kenal “lelah dan malu” sudah berjuang untuk nyalon, tetapi ahirnya tidak ada juga parpol yang mau “ditunggangi” untuk kenderaan nyagub!
Dia sudah pergi ke pasar pakai kaos Mickey Mouse. Dia sudah bersusah payah untuk menelan soto di warteg. Dia sudah berjuang membela warga Bidara Cina dan Kampung Luar Batang. Tetapi mengapa tidak ada parpol yang meliriknya. Bukankah dia Big boss Partai politik juga?
Tetapi coba tenang dulu pak Yusril. PDIP jelas nyalon sendiri. Gerindra tinggal nyari satu teman untuk nyalon. Mungkin mereka akan membujuk PKS. Ahok memakai jalur independen. Tetapi masih ada tersisa 52 suara untuk Cagub DKI 2017. Nasdem dan Hanura ada 15 suara, tadinya memang untuk jatah Ahok. Jadi memang masih tersedia dua slot untuk Cagub DKI 2017.
Parpol itu memang masih belum mau membicarakan soal slot ini. Sebenarnya bukan tak mau, hanya saja "timingnya" terasa belum pas!
Layaknya transfer sepakbola yang menunggu Piala Eropa dan Copa America selesai, Nanti pembicaraan akan intens setelelah lebaran selesai. Romadhon terasa kurang pas untuk membahas transfer pemain, eh maaf membicarakan soal slot maksudnya...
“Perang” sesungguhnya akan terjadi di bilik suara Pilgub 2017. Pertempuran sudah lama berkecamuk tanpa diketahui siapa petarung resminya. Mungkin saja Risma/Jarot, Sjafrie/Sandiaga, Yusril/Lulung versus Ahok/Heru, atau siapa saja.
Kini yang menentukan adalah warga. Serangan “Bom asap” (kampanye hitam) akan berderu-deru. Akan efektifkah serangan Gerilya/serangan Fajar? No body knows...
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H