Saya sengaja menyatukan tiga orang presiden sesudah Soeharto yaitu Habibie, Gus Dur dan Ibu Megawati, semata karena satu alasan. Mereka “Ketiban rezeki nomplok” untuk menjadi Presiden. Habibie menjadi presiden gara-gara Soeharto lengser keprabon. Gus Dur menjadi presiden gara-gara diporos-tengahkan Amin Rais dan kawan-kawan. Ibu Mega menjadi presiden gara-gara Gus Dur dilengserkan poros-tengah!
Entah gara-gara dadakan, kinerja mereka juga seperti “tidak nendang!” Tidak ada hal yang istimewa dalam prestasi kerja mereka. Walaupun begitu, ketiga tokoh ini meninggalkan kesan tertentu lewat kepribadian mereka. Habibie tetap presiden paling reformis, setidaknya pada penampilan dan gaya berbicaranya.
Habibie
Dulu saya terkesan dengan penampilannya yang seperti “Waiter hotel berbintang lima itu” dan terkadang, demikianlah beliau merepresentasikan penampilannya, “Saya seorang pelayan Negara” katanya sambil tak lupa mengeluarkan senyum disertai tatapan matanya yang khas itu...
Habibie banyak mendapat kecaman ketika membiarkan Timtim lepas berkat izin referendum darinya. Habibie merasa, kalau mereka mau pergi, silahkan saja pergi! Akan tetapi hal itu akan menimbulkan polemik baru, dan ternyata betul sekali. TNI-AD jelas sangat keberatan dengan sikap Habibie, karena akan membuat mereka tampak seperti “seorang penjahat” Sudah banyak prajurit yang gugur di Timtim. Dan bagi para petinggi, Timtim merupakan “lahan basah, zona exclusive” yang sayang harus dilepas..
Sebagaimana Portugal ketika pergi meninggalkan Timor Leste, TNI-AD juga meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi warga Timtim. Mereka meninggalkan senjata bagi para Milisi. Akibatnya terjadi lagi perang saudara yang sangat hebat. Apa yang sudah dibangun RI selama ini, seperti ingin dimusnahkan dalam sekejap. Terkadang keadilan berpihak kepada yang lemah. Milisi ahirnya terusir, Timor Leste bangkit kembali dari puing-puing kehancuran.
Habibie terasa sulit untuk “dimengerti atau diraba jalan pikirannya” bahkan bagi orang-orang dekatnya. Disaat seluruh penduduk Indonesia mengalami euforia politik seperti tahun 1950an dengan mendirikan banyak partai politik, Habibie sibuk dengan angan-angannya, yaitu menjual pesawat N-250 Nurtanio!
Habibie memang bukan seorang politisi, bahkan bukan seorang CEO! Dia hanya bisa menjadi Boss Departement Engineering! Dia orang pintar. Tetapi pintar saja tidak cukup untuk menjadi seorang presiden. Tidak percaya? Tanyakan pada Poros Tengah!
Gus Dur
Adakah presiden paling heboh sedunia selain Gus Dur? Tokoh kontroversial ini selalu digandrungi anak muda karena celotehannya yang sepertinya asal-asalan saja, tetapi terkadang mengandung makna filsafat yang dalam sehingga terasa menohok begitu keras kepada “Orang-orang yang merasa dirinya pintar itu”
Gus Dur adalah seorang negarawan sejati yang memberikan banyak pencerahan bagi rakyatnya. Pada awalnya Poros Tengah memperalatnya. Lalu beliau dijadikan presiden. Poros tengah kemudian “memperlihatkan” apa yang harus dilakukan oleh Gus Dur. Akan tetapi Gus Dur “hanya melihat permainan kekanak-kanakan oleh anak-anak dari sebuah Taman Kanak-kanak!” Gus Dur ahirnya dilengserkan oleh Poros Tengah.
Walaupun tidak menjabat sebagai presiden lagi, Gus Dur tidak pernah kehilangan pesonanya. Hanya para pembisiknya saja yang dalam sekejab mata kehilangan pesonanya! Ketika beliau diwawancarai oleh wartawan, saya selalu menunggu detik-detik pertanyaan “usil wartawan” atau komentar Gus Dur terhadap pernyataan “orang poros tengah” Jawaban Gus Dur akan menghasilkan kenikmatan tiada tara bagi pendengarnya, diahiri dengan statement, “Gitu aja koq repot...” Gus Dur memang seorang tokoh besar, akan tetapi dia bukan terlahir untuk menjadi seorang presiden!
Megawati
Kalau dulu Ibu Mega berpidato atau diwawancarai oleh wartawan, saya selalu cemas dan was-was, takut ada yang “salah ucap atau salah pengertian antara yang bertanya dengan yang menjawab” Hal itu membuat saya tidak suka menonton ibu Mega di tv. Mungkin saya terkesan menjadi “seorang rakyat yang kurang ajar” tapi sumpah, saya juga takut berbohong!
Akan tetapi kemudian, setelah beliau tidak lagi menjabat sebagai seorang presiden, saya sangat tertarik untuk mendengar opini dan pendapat beliau mengenai situasi perpolitikan tanah air. Kini beliau memang sangat banyak berobah. Lebih “wise” dan terkesan hangat.
Megawati adalah PDIP dan PDIP adalah Megawati. Keduanya selalu sinergi seperti “Dwitunggal ABRI” Adalah wajar jika banyak orang yang bertanya mengenai “mekanisme politik” Ibu Mega.
Ketika mereka memenangi pemilu, mereka kemudian terkapar. Karena terlalu “sombong” dan kurang jam terbang, mereka kemudian “diserempet” poros tengah!
Kemudian suratan takdir berbicara lain. pucuk dicinta ulam tiba. Akan tetapi pelajaran berharga ketika gagal untuk pertamakali menjadi presiden, masa “magang” ketika menjadi wapres dan ketika menjabat presiden, gagal dimaksimalkan oleh Ibu Mega. Salah satu penyebab terbesarnya adalah, Ibu Mega tidak pernah bisa lepas dari bayang-bayang PDIP!
Sekalipun beliau adalah ketua partai, beliau harus sadar akan jabatannya sebagai seorang presiden dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk bagi yang membenci partai politik sekalipun.
Itulah sebabnya beliau bisa “ditelikung” seorang “Jenderal pesolek” pilihan ibu-ibu, padahal Ibu Mega adalah seorang Ibu juga!
Soekarno adalah PNI. Akan tetapi Soekarno adalah milik semua rakyat, bahkan PKI juga termasuk yang merasa memiliki Soekarno! Apakah Soeharto Golkar? Tidak! Golkar adalah kaki tangan Soeharto, karena Soeharto adalah “Bapak pembangunan!”
Habibie memang bukan seorang politisi, itulah sebabnya ia tidak mampu menjadi presiden lagi. Gus Dur karena kondisinya memang sebenarnya “tidak pantas” menjadi presiden RI, akan tetapi beliau seorang Guru besar dan seorang Negarawan sejati.
Megawati memang sudah “berusaha maksimal dan bisanya cuma segitu” Beliau dan PDIP-nya kemudian memenangi pemilu kembali dan berhasil mengusung Jokowi menjadi presiden. Akan tetapi sekali lagi di rumah rakyat mereka “ditunggangi” Bukan oleh poros tengah, akan tetapi oleh koalisi merah putih. Kebetulan bossnya memang suka “menunggangi” kuda...
Itulah sebabnya saya menyatukan ketiga tokoh tersebut diatas. Kebetulan juga ketiga tokoh tersebut diatas tidak “pol” bertugas selama lima tahun...
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H