Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inlander, Rakyat yang Tidak Pernah Merdeka!

27 Mei 2016   19:26 Diperbarui: 27 Mei 2016   19:36 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan banyak kemampuan “berbicara” seorang kepala daerah sekarang, masih setingkat dibawah siswa MULO kolonial!

Kini para “penjilat” dan “pelacur” dijaman reformasi, melebihi populasi dijaman kolonial dan orde baru! Setiap hari kita melihat tampang mereka di televisi. Mereka yang mengaku kaum intelektual dan akademisi itu “menjilat dan melacurkan nilai-nilai intelektualitas dan akademisi” dengan cara murahan dan tak bermoral! Sebagian dari mereka berkata kasar dan garang merendahkan pendapat orang lain bagaikan mahluk tak berpendidikan!

Nilai etika dan kemampuan berdebat secara elegan sudah menjadi barang langka saat ini. Jangankan pidato, tulisan-tulisan yang mempunyai “roh” sudah lenyap sama sekali. Dulu, pidato dan tulisan itulah yang mampu “meluruskan tulang yang bengkok”, “menguatkan yang lemah”, bahkan “membangkitkan orang yang mati” sehingga negara ini bisa merdeka tanpa punya modal apa-apa.

Bagaimana negara ini bisa maju kalau kaum akademisi tidak bisa menulis, membuat disertasi dan makalah. Coba periksa di Jurnal berskala internasional, berapa makalah, thesis atau disertasi berkelas internasional yang dibuat kaum akademisi Indonesia, sangat sangat sangat minim sekali. Kalau profesor sekelas rektor saja tidak mampu menulis jurnal berkelas internasional, bagaimana dengan mahasiswanya? Guru kencing berdiri murid kencing berlari!

Coba kita baca sebagian dari Thesis atau Disertasi akademisi, jangan coba-coba baca skripsi! Hanya berisi sekumpulan tulisan dan data-data tak bernyawa! Tidak mempunyai “roh” apalagi kalau dibandingkan dengan thesis atau disertasi kelas internasional. Kalau profesornya tidak mampu menulis dan hampir tidak pernah menulis, apa yang mau diharapkan dari mahasiswanya selain daripada berdemo dan membakar ban bekas!

Dijaman kolonial Kaum akademisi mendapat strata tertinggi dalam kelas masyarakat dan sangat dihormati Penjajah karena sikap dan intelektualitas mereka. Soekarno dan Hatta cuma S1. Akan tetapi pidato dan tulisan mereka mampu menyihir dan mengobarkan api yang tak pernah padam! Diantara kaum inlander proletar itu, kaum akademisi berdiri teguh sebagai pondasi dan pilar negara.

Kini kaum akademisi hanyalah inlander dengan gelar sarjana. Inlander itu selamanya akan tetap inlander. Akan tetapi kalau kampus bisa kembali seperti dijaman kolonial, berfungsi sebagai pondasi dan pilar negara, tidak mustahil akan mampu memerdekakan kaum inlander itu lepas dari penjajahan bangsanya sendiri dan benar benar menjadi manusia yang merdeka, manusia Indonesia sejati!

Reinhard Freddy

Sumber foto : m.liputan6.com
Sumber foto : m.liputan6.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun