Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Reklamasi Teluk Jakarta, Sebuah Bencana?

8 Mei 2016   14:50 Diperbarui: 8 Mei 2016   15:25 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada baiknya kita melihat kepentingan proyek ini secara komprehensif, dengan mengupayakan kepentingan semua pihak yang terkait dengan proyek ini. Walaupun hampir mustahil untuk menyenangkan semua pihak, adalah arif untuk mencari solusi “win-win” bagi pihak terkait, dan mengabaikan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terselubung.

Jakarta merupakan dataran rendah yang dialiri tiga belas sungai yang membelah kota ini. Jakarta adalah salah satu kota terpadat didunia dengan tingkat urbanisasi yang tinggi. Dengan semakin tingginya harga tanah, Reklamasi adalah alternatif terbaik untuk membuat pemukiman baru bagi warga, karena pemukiman baru tersebut bisa didesain sesuai dengan standard lingkungan yang layak dan manusiawi. Kalau peruntukan reklamasi tersebut untuk kemaslahatan warga dari kelas “proletar hingga borjuis” berarti tidak ada masalah.

PAM DKI hanya mampu memenuhi 35% kebutuhan air bersih warganya, sehingga warga terpaksa memakai air dari dalam tanah. Akibatnya Jakarta mengalami penurunan permukaan tanah yang cukup tajam. Karena lahan kosong yang tersedia sangat kecil, ketika hujan tiba, air hujan tersebut tidak bisa meresap kedalam tanah, akibatnya hujan selalu menimbulkan banjir.

Kalau PAM mampu memenuhi 80% air kebutuhan warga, dan setiap bangunan diwajibkan membuat sumur resapan, permukaan tanah Jakarta tidak akan mengalami penurunan.

Seharusnya Jakarta semakin luas tanpa reklamasi. Teluk Jakarta menerima ribuan kubik sedimen lumpur melalui ketigabelas sungai tersebut, yang membentuk delta yang subur diTeluk Jakarta. Akan tetapi, infiltrasi air laut bersama lumpur tersebut, kemudian mengisi tanah kering kerontang di perut Jakarta. Jumlah air asin tersebut tidak sebanding dengan jumlah air yang ditarik warga Jakarta, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah.

Satu hal yang dilupakan, atau sengaja dilupakan, reklamasi tersebut tidak melulu hanya milik Podomoro atau Sedayu semata! Pelindo dan DKI melalui BMD-nya juga memiliki pulau reklamasi. Pelindo jelas sangat membutuhkan dermaga dan gudang baru! Pelindo dikecam akibat keterlambatan “handling” di pelabuhan Priok yang sempit itu. Dermaga baru jelas melegakan seluruh dunia usaha, karena kapal besar lebih cepat untuk sandar.

Bagaimana dari segi aspek hukum? Samasekali tidak susah! Setiap pelanggaran harus ditindak! Pelanggaran perdata ditangani secara perdata, pidana secara pidana! Bagaimana aspek lingkungan? “Koin selalu punya dua sisi” Tidak ada satupun tidakan yang tidak menghasilkan dua sisi akibat! Tapi jelas jauh lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya!

Puluhan tahun limbah industri melalui ketigabelas sungai tersebut mencemari Teluk Jakarta. Bukan itu saja, ribuan pemukiman kumuh nelayan di Teluk Jakarta mencemarinya juga. Kemanakah semuah limbah belasan juta warga Jakarta itu? Adakah 10% saja pengolahan air limbah Jakarta yang memenuhi standar WHO? Semua warga Jakarta meracuni Teluk Jakarta!

Kini semua berbicara dampak reklamasi terhadap Teluk Jakarta, mengapa tidak ada seorangpun yang berbicara dampak Jakarta terhadap Teluk Jakarta selama puluhan tahun? Ada tidaknya reklamasi, Teluk Jakarta sudah rusak! Sekarang saya ingin tahu, apa PARAMETER dan TREATMENT yang dipakai untuk mengukur dampak reklamasi, terhadap Teluk Jakarta.

Parameternya tentu saja tidak boleh disamakan dengan Teluk Manado! Adakah yang tahu data Salinitas, Terumbu karang, Biodata laut, kadar polutan dipermukaan dan dasar Teluk Jakarta lima tahun terahir sebelum reklamasi dimulai? Adakah terumbu karang tempat kehidupan ikan di pantai Jakarta? Kalau datanya TIDAK ADA, lantas apa yang kita pakai sebagai acuan?

“Ilmu Amdal” Kelautan, adalah ilmu yang kompleks dengan multi disiplin ilmu, meliputi Biologi laut, Kimia laut, Geologi laut dan Fisika laut. Rekomendasi Amdal dalam proyek reklamasi ini, tentu saja harus mempertimbangkan aspek Hukum, Sejarah, Sosial Budaya, Teknik Sipil, Teknik Lingkungan dan tentu saja Hati nurani dan Kearifan demi kemaslahatan orang banyak tanpa ada kepentingan pribadi!

Bagaimana dengan kepentingan Nelayan? Bagi kita kehidupan mereka sangat memprihatinkan. Mereka harus membeli air bersih dengan harga sangat mahal. Berpendidikan rendah, dengan sanitasi lingkungan yang sangat buruk, sehingga rentan menderita penyakit. Lingkungan mereka sebenarnya AMAT SANGAT mencemari Teluk Jakarta!

Ini sebenarnya paradoks. Demi perikemanusiaan dan perikeadilan, lingkungan mereka sangat tidak manusiawi dan mencemari lingkungan. Memindahkan mereka ke rusunawa akan membuat mereka sedikit “menderita” Mereka terbiasa “mengambil dari laut dan membuang ke laut” Tinggal di rusunawa memerlukan adaptasi penyesuaian lingkungan. Sebagian dari mereka yang tinggal di rusunawa kemungkinan akan beralih profesi pekerjaan.

Ada yang berbohong dengan mengatakan, nelayan itu menangkap ikan di Teluk Jakarta. Itu adalah kebohongan besar! Para nelayan itu menangkap ikan jauh dari garis pantai! Itu bukan hanya di Jakarta saja, melainkan hampir merata di seluruh Nusantara ini!

Kerang dan ikan kecil yang mampu BERMUTASI saja yang dapat hidup, agar tahan terhadap lingkungan tercemar dekat garis pantai, dan ini sangat berbahaya bagi kesehatan kalau di konsumsi.

Para nelayan itu mungkin agak sukar kalau hidup jauh dari laut, akan tetapi mereka dan lingkungannya tidak boleh juga mencemari lingkungan. Adalah sangat baik kalau sekiranya mereka direlokasi ke pulau reklamasi atau ke tempat lain yang tidak jauh dari laut, dengan terlebih dahulu menyediakan tempat yang layak bagi mereka.

Ini adalah hal yang sangat menarik! Sepanjang sejarah republik ini, belum ada penanganan yang komprehensif terhadap kehidupan nelayan. Bantuan kepada mereka lebih banyak berupa bantuan perahu atau mesin tempel! Ini sangat menggelikan! Mereka bukan robot pencari ikan! Mereka adalah manusia yang sedikit berbeda pemahamannya dalam memandang kehidupan. Kita tidak dapat membantu mereka kalau kita tidak menyelami “filosofi” kehidupan mereka.

Jutaan nelayan di negeri ini “hidup terpisah” dengan “manusia daratan” Filosofi hidup nelayan sangat berbeda dengan folosofi hidup orang darat yang kompleks. Nelayan tidak tertarik dengan pendidikan, menjadi caleg, cagub atau bahkan presiden! Hidup mereka sangat “simple” dan tak ingin jauh dari laut.Tugas kitalah me “redesign” kehidupan mereka agar mereka hidup “manusiawi” tanpa merasa kehilangan jati diri mereka, tapi juga tidak mencemari lingkungan!

Dalam melihat kasus reklamasi ini, yang kita perlukan adalah hati nurani dan kearifan, bukan dengan pendekatan politis. Sejarah membuktikan, pendekatan politis hanya menguntungkan penggagasnya tanpa pernah memperdulikan pihak-pihak yang dipolitisir. Sudah terlalu lama kita menderita akibat dipolitisir Parpol dan orang-orang di Senayan sana.

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun