Maqamat dan Ahwal adalah dua aspek penting dalam hukum Islam yang membahas situasi dan kondisi yang mempengaruhi kehidupan individu serta komunitas dalam konteks hukum agama. Maqamat mengacu pada peristiwa-peristiwa kehidupan seperti kelahiran, kematian, pernikahan, perceraian, dan peristiwa lainnya yang memengaruhi status seseorang dalam hukum Islam. Sementara Ahwal berkaitan dengan status hukum individu yang bisa berubah seperti status perkawinan, pewarisan, atau situasi lainnya yang memerlukan penilaian hukum dalam Islam. Memahami konsep ini penting karena mereka membantu dalam menentukan kewajiban, hak, dan tanggung jawab yang berkaitan dengan berbagai situasi kehidupan dalam kerangka hukum Islam.
1. MaqamatÂ
Makna maqamat dalam tasawuf memiliki dua konteks arti konotatif, yakni perjalanan atau pendakian. Â Pada konteks perjalanan, maqamat mengalami pergeseran makna dari tempat berdiri menjadi tempat berhenti dalam perjalanan rohani. Sedangkan konteks pendakian, bergeser makna dari tempat berdiri menjadi tangga dalam pendakian rohani.
Menurut para sufi arti maqamat berbeda-beda, karena sesuai dengan pengalaman kerohaniannya masing-masing.
 -Menurut al-Qusyairi (W. 1072 M), beliau mendefinisikan maqamat merupakan tahapan dan adab seorang hamba dalam mencapai wusul .
-Menurut al-hujwiri, beliau mendefinisikan maqamat sebagai keberadaan seorang hamba di jalan Allah SWT, dengan memenuhi kewajiban dan menjaganya sesuai dengan kemampuannya sampai ia meraih kesempurnaan.
-Menurut al-Ghazali, beliau mendefinisikan maqamat harus digabungkan dengan al-din dan menjadi maqamat al-din, yaitu pengetahuan akal, pengetahuan kalbu, suasana hati, dan amal-amal saleh.
2. Ahwal
Ahwal secara harfiah berarti keadaan atau suasana. Dalam tasawuf, ahwal adalah suasana kalbu yang meliputi perasaan dan kerohanian serta emosi dan spiritual yang datang dan pergi dalam kalbu. Ahwal tidak bisa diundang atau diusir dan tidak bisa diusahakan dengan berbagai cara karena merupakan pemberian Allah. Allah memberikan ahwal kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan mengambil kembali ahwal dari siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Abu Nashir Al-Thusi mengatakan terdapat 9 macam ahwal yaitu almuraqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah), Al-qurb (perasaan kedekatan kepada Tuhan), Al-mahabbah' (perasaan cinta kepada Tuhan), al-khauf wa al-raja' (perasaan harapharap cemas terhadap Allah), al-syauq (perasaan rindu), al-uns (perasaan tentram), al-- musyahadah (perasaan menyaksikan Tuhan dengan mata hati), dan al-yaqin (perasaan yakin kepada-Nya). Akan tetapi sebagia1n ahli mengatakan bahwa al-mahabbah termasuk maqamat, dan kelompok lain berpendapat bahwa termasuk dalam ahwal.
3. Perbedaan antara Maqamat dan Ahwal
Dalam konteks tasawuf, maqamat dan ahwal adalah dua konsep yang saling terkait dan membentuk bagian integral dari perjalanan spiritual seorang sufi. Maqamat merujuk pada serangkaian stasiun atau tahapan-tahapan dalam perjalanan spiritual, yang mewakili peningkatan tingkat ketaatan, ketakwaan, dan pengabdian kepada Allah.Â
Di sisi lain, ahwal mengacu pada keadaan-keadaan batin atau kondisi spiritual yang dialami oleh seorang sufi sebagai hasil dari perjalanan tersebut. Persamaan antara maqamat dan ahwal terletak pada keterkaitan erat di antara keduanya. Setiap maqam membawa pengaruh pada keadaan batin sufi, menciptakan pengalaman mistik, ekstasis spiritual, dan perubahan kesadaran. Progresi dari satu maqam ke maqam berikutnya menciptakan dinamika yang memengaruhi ahwal sufi, menandai perjalanan pribadi menuju Allah.
Penulis Artikel: Choirul Umam
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Asep Usman Ismail M.A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H