Ketahanan pangan adalah isu yang tak pernah basi. Di tengah laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, ketersediaan pangan menjadi tantangan besar. Presiden Prabowo Subianto, dengan visi strategisnya, menggulirkan ide Small Food Estate Nusantara—program ambisius yang bertujuan untuk menciptakan ketahanan dan swasembada pangan secara berkelanjutan. Program ini menarik, tidak hanya karena skalanya yang besar, tetapi juga karena pendekatan uniknya: mengoptimalkan lahan-lahan kecil untuk produksi pangan.
Namun, apakah program ini benar-benar bisa menjadi solusi jangka panjang, atau hanya sekadar wacana indah di atas kertas?
Mengapa Small Food Estate?
Indonesia memiliki lahan pertanian yang cukup luas, tetapi pemanfaatannya sering kali kurang maksimal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 70% petani Indonesia adalah petani kecil dengan lahan di bawah 2 hektar. Kondisi ini sering dianggap sebagai kelemahan karena skala ekonominya yang kurang menguntungkan. Namun, melalui program Small Food Estate Nusantara, Prabowo melihat potensi besar dari optimalisasi lahan kecil ini.
Ide dasarnya sederhana namun strategis: mengelompokkan lahan-lahan kecil menjadi klaster pertanian terpadu. Dengan klasterisasi ini, pemerintah dapat memberikan akses teknologi, pupuk, irigasi, dan pasar secara lebih terorganisir. Selain itu, pendekatan ini juga dinilai lebih inklusif, karena melibatkan petani kecil sebagai aktor utama ketahanan pangan.
Membangun Fondasi yang Kokoh
Implementasi program ini tidak bisa dilakukan setengah hati. Ada beberapa fondasi yang harus dibangun agar Small Food Estate benar-benar bisa berjalan:
1. Infrastruktur Pendukung
Tanpa akses jalan yang memadai, irigasi yang baik, dan penyimpanan hasil panen yang optimal, program ini akan sulit berkembang. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap klaster mendapatkan fasilitas infrastruktur dasar yang mendukung produktivitas.
2. Penguasaan Teknologi