"Kamu ngikutin aku?" tanyaku heran.
"Tentu saja! Kamu pikir aku mau biarkan kamu mati konyol?"
"Aku nggak akan mati! Aku cuma mau merasakan badai!"
"Merasa apa? Merasa jadi boneka kain yang dilempar angin?!" bentaknya.
Sebelum aku sempat menjawab, angin tiba-tiba bertiup begitu kencang hingga kami berdua harus menunduk untuk tetap berdiri. Aris menarikku ke arah motornya.
"Kita harus pergi dari sini sekarang!" katanya dengan nada panik.
"Tapi---"
"Nggak ada tapi-tapian! Mau kamu diliput berita dengan judul 'Pemuda Nekat Hilang Dibawa Angin'?!"
Aku akhirnya menyerah. Kami berdua segera menyalakan motor dan mencoba melawan angin untuk kembali ke jalan utama. Perjalanan pulang terasa seperti melewati medan perang. Cabang pohon jatuh, genangan air berubah menjadi arus kecil, dan pandangan hampir tak terlihat karena hujan deras.
Setibanya di kos, aku dan Aris basah kuyup seperti ikan baru ditangkap.
"Jadi, masih mau ngejar badai lagi?" tanya Aris sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.