Namun, romantisme petualangan itu berakhir ketika aku salah belok ke jalan berlumpur.
"Brakk!"
Motor Biru Langit tergelincir, dan aku mendarat mulus di genangan lumpur. Aku mengutuk dalam hati sambil berusaha berdiri. Dari kejauhan, seorang ibu-ibu pengendara motor berhenti melihat ke arahku.
"Mas, ngapain sih hujan-hujan di sini? Nyari ilham, ya?" katanya sambil tertawa kecil.
Aku hanya tersenyum kaku. "Iya, Bu, semacam itulah."
Setelah berhasil mengangkat motorku, aku melanjutkan perjalanan. Kali ini, aku lebih berhati-hati. Aku akhirnya tiba di tepi sungai, tempat angin bertiup makin kencang. Pohon-pohon bergoyang liar seperti penonton konser rock.
"Ini dia!" seruku dalam hati. Aku turun dari motor dan berdiri di tengah lapangan terbuka, memandangi langit gelap yang penuh dengan awan menggulung.
Angin mulai terasa lebih menggila. Daun-daun berterbangan, dan aku merasa jaketku hampir terlepas dari tubuhku. Rasanya menakjubkan, seperti melawan kekuatan alam yang tak terkendali.
Namun, euforia itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba aku mendengar suara keras dari belakang.
"Bro, kamu ngapain di sini?!"
Aku menoleh dan melihat Aris berdiri di dekat motornya. Wajahnya terlihat campuran antara marah dan khawatir.