Namun, dari perspektif pemerintah, kenaikan ini dianggap sebagai langkah logis untuk memperkuat pendapatan negara. Dengan PPN 12 persen, potensi penerimaan pajak bisa meningkat signifikan. Uangnya, katanya, akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Tapi, mari kita jujur: berapa persen masyarakat yang benar-benar percaya bahwa semua uang pajak itu akan dikelola dengan transparan?
Solusi atau Beban Baru?
Kritik terhadap kenaikan PPN bukan hanya soal tarifnya, tetapi juga mekanismenya. Ada usulan agar PPN 12 persen hanya diberlakukan untuk barang dan jasa yang benar-benar masuk kategori mewah. Barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan UMKM seharusnya tetap dikenai tarif lebih rendah, atau bahkan dibebaskan dari PPN.
Pendekatan seperti ini sudah diterapkan di beberapa negara. Misalnya, di Inggris, ada konsep zero-rated VAT untuk barang kebutuhan pokok, seperti makanan dan obat-obatan. Sementara barang mewah seperti perhiasan atau mobil sport dikenai tarif pajak yang lebih tinggi.
Indonesia sebenarnya juga sudah punya skema serupa, yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Namun, jika PPN naik menjadi 12 persen dan berlaku untuk semua barang, maka PPnBM bisa kehilangan relevansinya. Ini karena barang yang sebelumnya dikenai PPnBM juga akan terimbas kenaikan PPN, menciptakan beban ganda bagi konsumen.
Tapi Tetap Optimis
Di satu sisi, kenaikan PPN ini mungkin tak terhindarkan jika pemerintah ingin meningkatkan penerimaan pajak. Tetapi, kebijakan ini harus diimbangi dengan perlindungan terhadap masyarakat kecil. Pemberian subsidi, pembebasan pajak untuk barang-barang tertentu, serta pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana pajak adalah langkah-langkah yang wajib dilakukan.
Sebagai masyarakat, kita juga harus lebih kritis dalam melihat kebijakan pajak. Apakah benar kenaikan ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi pembangunan negara, atau justru menjadi beban baru yang makin memperlebar kesenjangan ekonomi?
Pada akhirnya, PPN 12 persen bukan hanya soal angka. Ini adalah cermin dari bagaimana pemerintah mengelola keuangan negara, serta bagaimana kita sebagai warga negara menuntut akuntabilitas. Jadi, mari kita terus mengawasi, mengkritisi, dan berharap bahwa setiap rupiah yang kita bayar dalam bentuk pajak benar-benar kembali dalam bentuk manfaat untuk semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H